Industri Fintech Pendanaan Butuh Payung Hukum yang Kuat
loading...
A
A
A
JAKARTA - Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menilai perlunya regulasi berbentuk undang-undang terkait financial technology (fintech) . Hal tersebut untuk mendukung pertumbuhan industri agar mempercepat pemulihan ekonomi nasional salah satunya yang mengatur bahwa hanya fintech lending berizin Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang dapat beroperasi, dan menutup akses pinjol atau fintech illegal beroperasi.
“Mohon dukungan Komisi XI untuk mempertimbangkan payung hukum dengan UU tersendiri, jika sulit dengan UU fintech, bisa juga menyisipkan di omnibus law," ujar Sekretaris Jenderal AFPI Sunu Widyatmoko secara virtual di Jakarta, Jumat (15/1/2021).
( )
Pihaknya hanya ingin ada peraturan yang mengatur bahwa hanya fintech berizin yang boleh beroperasi. "Anggota kami yang masih berstatus terdaftar, agar segera mengurus proses perizinan OJK. Hal ini agar tidak ada celah bagi pihak pinjol atau fintech illegal bermain, jika tetap beroperasi, pinjol illegal ini melakukan tindak pidana,” ujar dia.
Hingga saat ini, AFPI mengidentifikasi bahwa pinjol atau fintech ilegal dengan berbagai karakteristiknya ini merugikan industri dan masyarakat. “Pinjol ilegal ini tidak terdaftar dan tidak diawasi OJK dengan bunga atau biaya pinjaman yang tak terbatas," tukas dia.
Sunu menjelaskan AFPI terus berkoordinasi dengan berbagai pihak termasuk Google untuk menutup akses pinjol illegal, namun Google butuh dasar hukumnya.
( )
“Itulah sebabnya kita butuh regulasi berbentuk UU untuk mengatur industri fintech. Saat ini yang menjadi tantangan bersama industri adalah mengedukasi dan sosialisasi ke masyarakat untuk berhati-hati akan keberadaan Pinjol atau fintech ilegal,” pungkas Sunu.
“Mohon dukungan Komisi XI untuk mempertimbangkan payung hukum dengan UU tersendiri, jika sulit dengan UU fintech, bisa juga menyisipkan di omnibus law," ujar Sekretaris Jenderal AFPI Sunu Widyatmoko secara virtual di Jakarta, Jumat (15/1/2021).
( )
Pihaknya hanya ingin ada peraturan yang mengatur bahwa hanya fintech berizin yang boleh beroperasi. "Anggota kami yang masih berstatus terdaftar, agar segera mengurus proses perizinan OJK. Hal ini agar tidak ada celah bagi pihak pinjol atau fintech illegal bermain, jika tetap beroperasi, pinjol illegal ini melakukan tindak pidana,” ujar dia.
Hingga saat ini, AFPI mengidentifikasi bahwa pinjol atau fintech ilegal dengan berbagai karakteristiknya ini merugikan industri dan masyarakat. “Pinjol ilegal ini tidak terdaftar dan tidak diawasi OJK dengan bunga atau biaya pinjaman yang tak terbatas," tukas dia.
Sunu menjelaskan AFPI terus berkoordinasi dengan berbagai pihak termasuk Google untuk menutup akses pinjol illegal, namun Google butuh dasar hukumnya.
( )
“Itulah sebabnya kita butuh regulasi berbentuk UU untuk mengatur industri fintech. Saat ini yang menjadi tantangan bersama industri adalah mengedukasi dan sosialisasi ke masyarakat untuk berhati-hati akan keberadaan Pinjol atau fintech ilegal,” pungkas Sunu.
(ind)