Neraca Dagang Surplus di Maret Jadi Momentum Jaga Ekspor
loading...
A
A
A
Hal ini memperlihatkan bahwa China dalam proses recovery. Sementara itu terjadi peralihan dari negara negara lain yang biasanya mengimpor dari China kemungkinan akan beralih ke Asia Tenggara dan Indonesia sebenarnya mendapatkan peluang.
"Kita lihat trendnya sepanjang Januari sampai Maret. Jadi yag kita lihat pada trend eksport import ini adalah kenaikan eksport non-migas pada Februari-Maret terjadi meskipun harga rata-rata eksport non-migas itu turun, ini kenaikan dari sisi volume," kata Fithra.
Menurutnya, pertama pemerintah harus melakukan langkah antisipatif dengan relokasi import bahan baku. Hal ini dikarenakan impor bahan baku penting untuk mendukung keberlangsungan industri. Kalau industri produksinya tinggi, biasanya akan melakukan recovery lagi, maka kecenderungan ekspor ke depan terutama ekspor produk olahan akan meningkat.
Kedua, harus mencari pasar non-tradisional, sementara saat ini pemerintah masih tergantung dari China dan Amerika Serikat. Dengan adanya wabah COVID-19, harus dapat membuka peluang ke negara di Afrika yang tidak terdampak, bahwa demand juga cukup tinggi bias menjadi salah satu target ekspor Indonesia ke depan.
"Selain membuka peluang pasar yang baru saya juga melihat ada peluang dari negara-negara yang bergantung pada China kini mulai mengalihkan negara asal impornya ke negara di Asia Tenggara dan Asia Selatan," kata Fithra.
Dia menambahkan, saat ini negara seperti Jepang sudah memberikan insentif ke perusahaan-perusahaan industrinya yang berlokasi di China untuk melakukan relokasi, dengan mengumbar portopfolio dan tidak tergantung network serta mengembangkan sayap ke Asia Tenggara. Saat ini hubungan Indonesia-Jepang sudah cukup baik yang dapat dimanfaatkan.
"Kita lihat trendnya sepanjang Januari sampai Maret. Jadi yag kita lihat pada trend eksport import ini adalah kenaikan eksport non-migas pada Februari-Maret terjadi meskipun harga rata-rata eksport non-migas itu turun, ini kenaikan dari sisi volume," kata Fithra.
Menurutnya, pertama pemerintah harus melakukan langkah antisipatif dengan relokasi import bahan baku. Hal ini dikarenakan impor bahan baku penting untuk mendukung keberlangsungan industri. Kalau industri produksinya tinggi, biasanya akan melakukan recovery lagi, maka kecenderungan ekspor ke depan terutama ekspor produk olahan akan meningkat.
Kedua, harus mencari pasar non-tradisional, sementara saat ini pemerintah masih tergantung dari China dan Amerika Serikat. Dengan adanya wabah COVID-19, harus dapat membuka peluang ke negara di Afrika yang tidak terdampak, bahwa demand juga cukup tinggi bias menjadi salah satu target ekspor Indonesia ke depan.
"Selain membuka peluang pasar yang baru saya juga melihat ada peluang dari negara-negara yang bergantung pada China kini mulai mengalihkan negara asal impornya ke negara di Asia Tenggara dan Asia Selatan," kata Fithra.
Dia menambahkan, saat ini negara seperti Jepang sudah memberikan insentif ke perusahaan-perusahaan industrinya yang berlokasi di China untuk melakukan relokasi, dengan mengumbar portopfolio dan tidak tergantung network serta mengembangkan sayap ke Asia Tenggara. Saat ini hubungan Indonesia-Jepang sudah cukup baik yang dapat dimanfaatkan.
(ant)