Pembekuan Rute Maskapai yang Melanggar Tarif Wajar Dilakukan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Anggota Ombudsman Alvin Lie menilai menilai keputusan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) membekukan izin rute penerbangan beberapa maskapai karena pelanggaran penerapan tarif batas bawah (TBB) dari Kemenhub tersebut wajar saja dilakukan. Menurutnya Ditjen Perhubungan Udara (DJPU) wajib menegakkan peraturan yang berlaku secara adil dan konsisten.
"Dampak terhadap industrinya bisa membuat para operator akan menjadi lebih patuh terhadap peraturan dan lebih tertib. Sementara bagi pengguna pelayanan juga lebih percaya bahwa pemerintah hadir untuk mengatur dan melindungi baik penumpang maupun para pengangkut," kata Alvin hari ini (24/1/2021) di Jakarta. ( Baca juga:Komisi II DPR Uji Kelayakan 18 Calon Anggota Ombudsman Pekan Depan )
Pengamat penerbangan Gatot Raharjo menilai pada dasarnya masih belum jelas betul pelanggaran tersebut, apakah untuk TBB atau tarif batas atas (TBA).
Menurutnya, aturan TBB ditujukan agar tidak terjadi predatory pricing (perang harga) sekaligus melindungi maskapai agar dapat pendapatan dan menutup biaya yang terjadi. Jadi maskapai dapat bersaing secara sehat dan tidak saling mematikan.
Jadi kalau batas bawah (TBB) yang dilanggar, sudah tepat kalau diberi sanksi. "Sebenarnya maskapai masih bisa menerapkan harga di bawah TBB tapi hanya untuk promo saja dan jumlahnya dibatasi. Untuk itu maskapai harus izin dulu ke Kemenhub, khususnya Ditjen Perhubungan Udara," kata Gatot.
Sedangkan bila aturan batas atas yang dilanggar, juga bisa diberi sanksi karena di aturannya memang ada sanksi. Namun pemerintah juga harus mencari tahu, kenapa TBA dilanggar? Kalau ternyata maskapai kesulitan keuangan karena pandemi, maka seharusnya pemerintah juga interospeksi.
Bisa jadi pemerintah memberi kelonggaran pada maskapai, atau bisa juga mengevaluasi TBA yang ada. Ada kemungkinan memang sudah waktunya untuk dinaikkan.
"Tapi kalau tidak ada alasan mendesak dari maskapai maka wajar kalau diberi sanksi karena pelanggaran itu dapat menyusahkan masyarakat. Jadi intinya pemerintah jangan hanya memberi sanksi tanpa tahu akar permasalahan pelanggaran TBB atau TBA itu," katanya.
Pengamat Transportasi Universitas Soegijapranata, Djoko Setijowarno, juga menilai kebijakan itu tidak terlalu berdampak negatif pada pengguna moda transportasi pesawat. Terlebih menurutnya jumlah yang dibekukan terbilang kecil. "Hanya tiga rute saja. Mungkin di masa pandemi ini tidak begitu banyak pengaruhnya," ujar Djoko. ( Baca juga:Anies Diminta Lock Down Jakarta Dua Minggu, Warganet: Pusat Ngga Ngizinin )
Lebih lanjut dia juga menilai pembekuan juga tidak dalam kurun waktu yang cukup lama. Sementara itu pengguna pesawat masih memiliki opsi dari penerbangan maskapai yang lain. "Tidak mungkin kosong sama sekali tanpa penerbangan. Bisa jadi yang dibekukan itu pada jam tertentu saja, jadi kecil dampaknya pada konsumen. Sekarang juga masih dalam kondisi PPKM," katanya.
"Dampak terhadap industrinya bisa membuat para operator akan menjadi lebih patuh terhadap peraturan dan lebih tertib. Sementara bagi pengguna pelayanan juga lebih percaya bahwa pemerintah hadir untuk mengatur dan melindungi baik penumpang maupun para pengangkut," kata Alvin hari ini (24/1/2021) di Jakarta. ( Baca juga:Komisi II DPR Uji Kelayakan 18 Calon Anggota Ombudsman Pekan Depan )
Pengamat penerbangan Gatot Raharjo menilai pada dasarnya masih belum jelas betul pelanggaran tersebut, apakah untuk TBB atau tarif batas atas (TBA).
Menurutnya, aturan TBB ditujukan agar tidak terjadi predatory pricing (perang harga) sekaligus melindungi maskapai agar dapat pendapatan dan menutup biaya yang terjadi. Jadi maskapai dapat bersaing secara sehat dan tidak saling mematikan.
Jadi kalau batas bawah (TBB) yang dilanggar, sudah tepat kalau diberi sanksi. "Sebenarnya maskapai masih bisa menerapkan harga di bawah TBB tapi hanya untuk promo saja dan jumlahnya dibatasi. Untuk itu maskapai harus izin dulu ke Kemenhub, khususnya Ditjen Perhubungan Udara," kata Gatot.
Sedangkan bila aturan batas atas yang dilanggar, juga bisa diberi sanksi karena di aturannya memang ada sanksi. Namun pemerintah juga harus mencari tahu, kenapa TBA dilanggar? Kalau ternyata maskapai kesulitan keuangan karena pandemi, maka seharusnya pemerintah juga interospeksi.
Bisa jadi pemerintah memberi kelonggaran pada maskapai, atau bisa juga mengevaluasi TBA yang ada. Ada kemungkinan memang sudah waktunya untuk dinaikkan.
"Tapi kalau tidak ada alasan mendesak dari maskapai maka wajar kalau diberi sanksi karena pelanggaran itu dapat menyusahkan masyarakat. Jadi intinya pemerintah jangan hanya memberi sanksi tanpa tahu akar permasalahan pelanggaran TBB atau TBA itu," katanya.
Pengamat Transportasi Universitas Soegijapranata, Djoko Setijowarno, juga menilai kebijakan itu tidak terlalu berdampak negatif pada pengguna moda transportasi pesawat. Terlebih menurutnya jumlah yang dibekukan terbilang kecil. "Hanya tiga rute saja. Mungkin di masa pandemi ini tidak begitu banyak pengaruhnya," ujar Djoko. ( Baca juga:Anies Diminta Lock Down Jakarta Dua Minggu, Warganet: Pusat Ngga Ngizinin )
Lebih lanjut dia juga menilai pembekuan juga tidak dalam kurun waktu yang cukup lama. Sementara itu pengguna pesawat masih memiliki opsi dari penerbangan maskapai yang lain. "Tidak mungkin kosong sama sekali tanpa penerbangan. Bisa jadi yang dibekukan itu pada jam tertentu saja, jadi kecil dampaknya pada konsumen. Sekarang juga masih dalam kondisi PPKM," katanya.
(uka)