Ekonomi Babak Belur Ditabrak Pandemi, Target Bauran Energi Sangat Berat
loading...
A
A
A
JAKARTA - Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), Satya Widya Yudha mengatakan, Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) memungkinkan untuk dilakukan evaluasi apabila asumsi makro ekonomi yang digunakan tidak tepat lagi. Hal ini dilakukan agar sesuai dengan realitas terhadap kondisi yang ada.
"Di dalam salah satu pasalnya dalam perpres 2017, ada pasal yang memungkinkan RUEN di review setiap lima tahun. Dalam arti apabila asumsi-asumsi makro sudah tidak cocok," ujarnya dalam Indonesia Energy Transition Outlook (IETO) 2021.
Dia melanjutkan, RUEN dibentuk dengan asumsi pertumbuhan ekonomi sebesar 7-8%. Sementara dalam lima tahun terakhir pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata hanya mencapai 5%.
"Itu cukup ambisius dan tinggi sekali. Lantas, itu akan menciptakan demand kalau asumsi pertumbuhan ekonomi bagus. Namun siapa yang mengira di tahun 2020 kita mendapat tabrakan berat dengan pandemi ini membuat demand berkurang," ungkapnya.
Menurut dia, dengan kondisi seperti ini akan berat untuk mengejar target bauran energi sebesar 23% pada tahun 2025. Sementara perkembangan yang ada sekarang belum menggembirakan.
"Kita lihat saat ini ada sekitar 10-11% dan itu sangat berat untuk mengejar 23% di tahun 2025," imbuhnya.
Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto mengatakan, pemerintah harus berani melakukan peninjauan ulang terhadap target RUEN. Dia juga menyarankan agar proyek 35.000 MW ditinjau kembali karena ada persoalan kelebihan pasokan listrik.
"Kalau perlu renegoisasi. Sudah sewajarnya dinego ulang dalam hal-hal tertentu. Misalnya, mengurangi kapasitas pembangkit sehingga tidak ada lagi isu oversupply dan isu peningkatan batu bara yang merupakan zero sum game dari apa yang kita upayakan bersama," tandasnya.
"Di dalam salah satu pasalnya dalam perpres 2017, ada pasal yang memungkinkan RUEN di review setiap lima tahun. Dalam arti apabila asumsi-asumsi makro sudah tidak cocok," ujarnya dalam Indonesia Energy Transition Outlook (IETO) 2021.
Dia melanjutkan, RUEN dibentuk dengan asumsi pertumbuhan ekonomi sebesar 7-8%. Sementara dalam lima tahun terakhir pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata hanya mencapai 5%.
"Itu cukup ambisius dan tinggi sekali. Lantas, itu akan menciptakan demand kalau asumsi pertumbuhan ekonomi bagus. Namun siapa yang mengira di tahun 2020 kita mendapat tabrakan berat dengan pandemi ini membuat demand berkurang," ungkapnya.
Menurut dia, dengan kondisi seperti ini akan berat untuk mengejar target bauran energi sebesar 23% pada tahun 2025. Sementara perkembangan yang ada sekarang belum menggembirakan.
"Kita lihat saat ini ada sekitar 10-11% dan itu sangat berat untuk mengejar 23% di tahun 2025," imbuhnya.
Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto mengatakan, pemerintah harus berani melakukan peninjauan ulang terhadap target RUEN. Dia juga menyarankan agar proyek 35.000 MW ditinjau kembali karena ada persoalan kelebihan pasokan listrik.
"Kalau perlu renegoisasi. Sudah sewajarnya dinego ulang dalam hal-hal tertentu. Misalnya, mengurangi kapasitas pembangkit sehingga tidak ada lagi isu oversupply dan isu peningkatan batu bara yang merupakan zero sum game dari apa yang kita upayakan bersama," tandasnya.
(akr)