Waspada Investasi Bodong

Sabtu, 30 Januari 2021 - 12:31 WIB
loading...
A A A
"Penipuan yang mengatasnamakan investasi akan selalu ada. Mengutip pendapat Dahlan Iskan, mereka boleh pintar tapi kitanya jangan bodoh. Saat ingin menggelontorkan uang untuk membeli atau investasi sesuai harus dipikirkan apakah masuk akal atau tidak. Literasi keuangan seluruh lapisan masyarakat harus terus diasah," tegasnya.

Bagaimana di pasar modal? Adakah tipu menipu dalam investasi ini? Pakar investasi saham, Frisca Devi Choirina mengatakan, di pasar modal jauh dari modus penipuan. Sebab, semua investor mengeksekusi secara mandiri.

Namun, Frisca mengakui sering melihat ada saham gorengan yang seperti memberi janji menguntungkan, namun belum tentu kenyataannya seindah itu. Menurutnya,saham gorengan ialah saham berasal dari perusahaan atau emiten yang kapitalisasi pasarnya kecil cenderung kerjanya pun negatif.

Baca juga: Pesan Lahan di Batang, Tiga Perusahaan Asing Siap Investasi di RI

"Memang lebih mudah dilihat dari kapitalisasi pasar, semakin kecil semakin mudah untuk 'digoreng' oleh market maker atau yang kerap disebut bandar," ungkapnya.

Market maker itu biasanya orang atau sekumpulan orang yang bermodal besar. Sebab, jika bukan investor dengan dana besar tidak mungkin dapat menaikkan atau menurunkan saham dalam waktu singkat. Berbeda dengan saham biasa yang tergantung permintaan dan penawaran pasar.

Di dalam pasar, saham gorengan itu masih legal selama tidak ada cornering atau antara dua pihak market maker sengaja melakukan jual beli di antara kedua mereka saja.

Frisca yang kerap memberikan edukasi mengenai saham di komunitas @ngertisaham dan @investorsahampemula juga turut memberikan edukasi mengenai saham gorengan ini. "Pastinya saya selalu memberi informasi agar mereka paham mana sebaiknya emiten yang dipilih karena kami memberikan risiko yang ada. Karena tidak semua perusahaan di bursa layak dan bagus untuk dibeli," tutur Frisca.

Frisca bukan sekadar mengajari bermain saham, namun mengenalkan adanya saham gorengan. Kemudian, kembali diserahkan masing-masing orang untuk selektif dalam memilih saham.

"Kami tetap menyarankan untuk memilih saham yang sehat kinerjanya. Investor ingin menaruh dana di perusahaan yang benar, tidak mungkin ingin di perusahaan yang bobrok," sambungnya.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1704 seconds (0.1#10.140)