Waspadai Gejolak Inflasi di Wilayah Terdampak Bencana Alam
loading...
A
A
A
“Roda ekonomi masih melambat karena pandemi Covid-19 belum mereda,” tandasnya
BPS pun mengklaim angka inflasi pada periode ini pun tercatat lebih rendah jika dibandingkan dengan Januari 2020 yang saat itu sebesar 0,39%. Menurutnya, inflasi pada Januari 2021 secara tahunan (yoy) tercatat sebesar 1,55% yang juga masih lebih rendah dari posisi inflasi pada Desember 2020 dan Januari 2020.
“Kalau kita lihat pergerakan ini, memasuki 2021 ini dampak Covid-19 belum reda, masih membayang-bayangi perekonomian di berbagai negara, termasuk Indonesia,” kata Suhariyanto.
Dia menambahkan, inflasi Januari 2021 didorong oleh kelompok pengeluaran makanan, minuman dan tembakau. Tahu, tempe, hingga cabet rawit juga menjadi penyumbang inflasi.
“Ada beberapa komoditas yang memberikan sumbangan inflasi beberapa komoditas andil pertama cabai rawit sebesar 0,08%, kemudian ikan segar memberikan andil inflasi 0,08%, kemudian harga tempe 0,03% dan satu lagi kenaikan harga tahu mentah 0,02 %,” imbuhnya.
Dari 11 kelompok pengeluaran seluruh kelompok mengalami inflasi, kecuali sektor transportasi yang mengalami deflasi sebesar 0,30%. Kelompok makanan dan minuman pada bulan Januari 2021 mengalami inflasi 0,81% yang memberikan andil inflasi 0,21% .
“Sebagian komoditas menyumbang deflasi seperti telur ayam ras deflasi -0,04% dan bawang merah -0,02% ,” paparnya
Ekonom Indef Bhima Yudistira mengatakan inflasi Januari justru menunjukkan adanya tekanan dari sisi pasokan dibanding sisi permintaan. Komponen inflasi yang naik ada di bahan makanan seperti naiknya harga kedelai, daging sapi, dan cabai.
“Bahan makanan dipengaruhi oleh hambatan impor, harga internasional yang naik, faktor curah hujan tinggi dan faktor bencana alam. Jika inflasi pangan naik, tapi konsumsi rumah tangga belum pulih bisa berdampak pada penurunan daya beli masyarakat,” kata Bhima saat dihubungi di Jakarta, kemarin.
BPS pun mengklaim angka inflasi pada periode ini pun tercatat lebih rendah jika dibandingkan dengan Januari 2020 yang saat itu sebesar 0,39%. Menurutnya, inflasi pada Januari 2021 secara tahunan (yoy) tercatat sebesar 1,55% yang juga masih lebih rendah dari posisi inflasi pada Desember 2020 dan Januari 2020.
“Kalau kita lihat pergerakan ini, memasuki 2021 ini dampak Covid-19 belum reda, masih membayang-bayangi perekonomian di berbagai negara, termasuk Indonesia,” kata Suhariyanto.
Dia menambahkan, inflasi Januari 2021 didorong oleh kelompok pengeluaran makanan, minuman dan tembakau. Tahu, tempe, hingga cabet rawit juga menjadi penyumbang inflasi.
“Ada beberapa komoditas yang memberikan sumbangan inflasi beberapa komoditas andil pertama cabai rawit sebesar 0,08%, kemudian ikan segar memberikan andil inflasi 0,08%, kemudian harga tempe 0,03% dan satu lagi kenaikan harga tahu mentah 0,02 %,” imbuhnya.
Dari 11 kelompok pengeluaran seluruh kelompok mengalami inflasi, kecuali sektor transportasi yang mengalami deflasi sebesar 0,30%. Kelompok makanan dan minuman pada bulan Januari 2021 mengalami inflasi 0,81% yang memberikan andil inflasi 0,21% .
“Sebagian komoditas menyumbang deflasi seperti telur ayam ras deflasi -0,04% dan bawang merah -0,02% ,” paparnya
Ekonom Indef Bhima Yudistira mengatakan inflasi Januari justru menunjukkan adanya tekanan dari sisi pasokan dibanding sisi permintaan. Komponen inflasi yang naik ada di bahan makanan seperti naiknya harga kedelai, daging sapi, dan cabai.
“Bahan makanan dipengaruhi oleh hambatan impor, harga internasional yang naik, faktor curah hujan tinggi dan faktor bencana alam. Jika inflasi pangan naik, tapi konsumsi rumah tangga belum pulih bisa berdampak pada penurunan daya beli masyarakat,” kata Bhima saat dihubungi di Jakarta, kemarin.