Waspadai Gejolak Inflasi di Wilayah Terdampak Bencana Alam

Selasa, 02 Februari 2021 - 07:22 WIB
loading...
Waspadai Gejolak Inflasi di Wilayah Terdampak Bencana Alam
Ilustrasi/Foto:SINDOnews
A A A
JAKARTA - Bencana gempa bumi yang melanda Mamuju dan Majene, Sulawesi Barat, pada awal tahun ini menyebabkan Kota Mamuju mengalami kenaikan inflasi tertinggi di Indonesia selama periode Januari 2021.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat inflasi nasional pada bulan Januari 2021 mencapai 0,26%. Dari 90 kota Indeks Harga Konsumen (IHK), 75 kota mengalami inflasi dan 15 kota mengalami deflasi. Tingkat inflasi secara tahunan (year-on-year/yoy) mencapai 1,55%.

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan inflasi ini disebabkan rata-rata harga komoditas yang mengalami kenaikan. “Secara umum perkembangan harga komoditas bulan Januari mengalami kenaikan dengan inflasi sebesar 0,26%,” kata Suhariyanyo di Jakarta, kemarin.



Dia merinci inflasi tertinggi terjadi di Kota Mamuju Provinsi Sulawesi Barat yang mencapai 1,43%. Lalu, inflasi terendah terjadi di Kota Balikpapan dan Ambon yang sebesar 0,02%.

“Kita mengetahui saudara kita terkena gempa di Sulawesi Barat. Makanya ada terjadi kenaikan harga,” jelasnya.

Lalu deflasi tertinggi pada Kota Baubau Provinsi Sulawesi Tenggara sebesar minus 0,92%. Sedangkan deflasi terendah dialami Kota Pontianak sebesar minus 0,01%.

“Deflasi ini terjadi karena penurunan harga tiket pesawat dan penurunan ikan di Baubau,” bebernya

Suharyanto menambahkan inflasi tahun 2021 ini lebih lambat dibandingkan tahun 2020. Pasalnya dampak virus korona (Covid-19) belum mereda di semua negara termasuk Indonesia.



“Roda ekonomi masih melambat karena pandemi Covid-19 belum mereda,” tandasnya

BPS pun mengklaim angka inflasi pada periode ini pun tercatat lebih rendah jika dibandingkan dengan Januari 2020 yang saat itu sebesar 0,39%. Menurutnya, inflasi pada Januari 2021 secara tahunan (yoy) tercatat sebesar 1,55% yang juga masih lebih rendah dari posisi inflasi pada Desember 2020 dan Januari 2020.

“Kalau kita lihat pergerakan ini, memasuki 2021 ini dampak Covid-19 belum reda, masih membayang-bayangi perekonomian di berbagai negara, termasuk Indonesia,” kata Suhariyanto.

Dia menambahkan, inflasi Januari 2021 didorong oleh kelompok pengeluaran makanan, minuman dan tembakau. Tahu, tempe, hingga cabet rawit juga menjadi penyumbang inflasi.

“Ada beberapa komoditas yang memberikan sumbangan inflasi beberapa komoditas andil pertama cabai rawit sebesar 0,08%, kemudian ikan segar memberikan andil inflasi 0,08%, kemudian harga tempe 0,03% dan satu lagi kenaikan harga tahu mentah 0,02 %,” imbuhnya.



Dari 11 kelompok pengeluaran seluruh kelompok mengalami inflasi, kecuali sektor transportasi yang mengalami deflasi sebesar 0,30%. Kelompok makanan dan minuman pada bulan Januari 2021 mengalami inflasi 0,81% yang memberikan andil inflasi 0,21% .

“Sebagian komoditas menyumbang deflasi seperti telur ayam ras deflasi -0,04% dan bawang merah -0,02% ,” paparnya

Ekonom Indef Bhima Yudistira mengatakan inflasi Januari justru menunjukkan adanya tekanan dari sisi pasokan dibanding sisi permintaan. Komponen inflasi yang naik ada di bahan makanan seperti naiknya harga kedelai, daging sapi, dan cabai.

“Bahan makanan dipengaruhi oleh hambatan impor, harga internasional yang naik, faktor curah hujan tinggi dan faktor bencana alam. Jika inflasi pangan naik, tapi konsumsi rumah tangga belum pulih bisa berdampak pada penurunan daya beli masyarakat,” kata Bhima saat dihubungi di Jakarta, kemarin.

Menurutnya, bencana alam yang terjadi di beberapa daerah turut menyumbang inflasi, misalnya Mamuju terjadi inflasi 1,43%. Pemerintah perlu mewaspadai faktor bencana alam di beberapa daerah yang bisa menaikan inflasi karena terganggunya distribusi logistik.

“Sementara itu Januari inflasi secara umum rendah karena adanya pembatasan sosial PPKM di Jawa Bali yang membatasi mobilitas masyarakat untuk berbelanja,” bebernya.

Lalu, faktor seasonal penurunan komponen transportasi juga wajar terjadi paska libur panjang Natal dan tahun baru. “Januari biasanya komponen transportasi mengalami deflasi,” tandasnya.



Kunjungan Wisman

BPS juga mencatat, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) merosot 75,03% sepanjang tahun lalu. Tercatat, hanya ada 4,02 juta kunjungan wisman di tahun 20201 atau turun 75,03% dibandingkan pada tahun 2019 yang sebesar 16,11 juta kunjungan.

Kepala BPS Suhariyanto menyebut, jumlah kunjungan wisman yang rendah ini tak lepas dari dampak pandemi Covid-19 yang membawa dampak luar biasa buruk ke sektor pariwisata dan sektor-sektor pendukungnya.

“Ke depan, masih ada tantangan berat bagi sektor pariwisata bila pandemi ini masih ada. Makanya kita akan rely on ke wisatawan domestik,” kata Suhariyanto.

Menurutnya wisman yang datang dari wilayah Afrika memiliki presentase penurunan paling tinggi, yaitu sebesar 83,77% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Sebaliknya, wilayah Asia di luar ASEAN memiliki presentase penurunan paling rendah, yaitu sebesar 69,57%.

Kunjungan wisman yang datang ke Indonesia selama Januari–Desember 2020 paling banyak datang dari kebangsaan Timor Leste sebanyak 1,01 juta kunjungan (25,03%), diikuti oleh Malaysia sebanyak 978.840 kunjungan (24,33%), Singapura sebanyak 277.470 kunjungan (6,90%), Australia sebanyak 251.190 kunjungan (6,24%), dan China sebanyak 235.640 kunjungan (5,86%).

“Wisman yang datang pada bulan Desember 2020 lalu bukan untuk keperluan wisata, tetapi lebih kepada urusan bisnis, melakukan tugas, dan bahkan ada kunjungan kerja dari lembaga-lembaga internasional,” tandasnya. (rina anggraeni/michell natalia)
(her)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2271 seconds (0.1#10.140)