Anak Muda Penerus Takhta

Sabtu, 06 Februari 2021 - 07:00 WIB
loading...
A A A
Pakar branding Yuswohady menjelaskan tipe setiap generasi perusahaan besar yang meneruskan kepemimpinan pada keturunannya. Tentu generasi pertama entrepreneurial penuh perjuangan, semua usaha dilakukan untuk membangun perusahaan. Ketika perusahaannya besar, dia mempersiapkan sebaik mungkin untuk calon pengganti dirinya. Biasanya berinvestasi dengan menyekolahkan para penerus di universitas terbaik di luar negeri. Masa transisi generasi pertama dan kedua masuk masa kritis. Paling berat dirasakan generasi kedua karena transisi dari entrepreneurial ke modern. "Mempersiapkan generasi ketiga pun sama saja. Mereka cukup meneruskan pengelolaan perusahaan secara modern sehingga transisinya tidak begitu kaget. Tidak seperti saat generasi pertama ke generasi kedua," ungkapnya.

Generasi ketiga dapat mulus melanjutkan estafet tentu jika generasi kedua berhasil. Jika sebuah perusahaan tidak modern pengelolaannya, hampir dapat dipastikan tidak akan sustainable . Modern yang dimaksud adalah secara fisik bekerja lebih menggunakan teknologi, memiliki strategi dan rencana bisnis ke depan, juga memikirkan corporate culture. Yuswohady pun memaparkan potensi gagalnya sebuah usaha saat diserahkan kepada generasi selanjutnya. Salah satunya adalah karena bisnis perusahaan itu sendiri yang sudah sulit, manajemen keluarga yang kacau, dan urusan pembagian warisan. Karenanya para penerus takhta itu harus pintar melihat bahwa konsumen mereka memiliki kebutuhan yang terus berubah.

(Baca Juga : Widodo Makmur Unggas Incar 1 Juta Pengusaha Agropreneur )

Dia mencontohkan Axton Salim, generasi ketiga keluarga Salim yang dipercaya menggawangi Indofood. Yuswohady menilai Axton cukup aman karena brand-brand -nya seperti Indomie berhasil melalui segala tantangan zaman. Namun, pada jenis bisnis lain, misalnya produk kecantikan milik Martha Tilaar, generasi ketiga nanti perlu melakukan revitalisasi agar brand -nya diminati anak muda. Meski demikian, Yuswohady menilai, bisnis yang terus ada pasarnya belum tentu dapat bertahan jika manajemen keluarga yang diterapkan tidak tepat. Jadi tergantung pada bagaimana ketepatan memilih generasi selanjutnya yang mampu melakukan estafet kepemimpinan. "Biasanya yang menjadi CEO selalu anaknya, lanjut cucunya. Transisi berjalan mulus jika ada persiapan matang," sebutnya. Yang tak kalah penting dan harus dilakukan generasi sebelumnya, menurut dia, adalah melihat minat keturunannya. Siapa yang berminat menjadi pengusaha, juga yang pantas menjadi pemimpin perusahaan.

(ton)
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1554 seconds (0.1#10.140)