Seberapa Penting Memiliki Asuransi di Masa Pagebluk
loading...
A
A
A
JAKARTA - Di masa pandemi ini, kepemilikan asuransi , terutama kesehatan dan jiwa, menjadi penting. Masyarakat diminta menghitung secara matang kemampuan dan kebutuhan sebelum membeli polis asuransi.
Umumnya, masyarakat Indonesia memiliki asuransi, minimal BPJS Kesehatan. Ada yang iuran mandiri dan dibayar perusahaan. Ada pula yang memiliki dua asuransi kesehatan: BPJS Kesehatan dan swasta-bisa dibayarkan perusahaan tempat bekerja atau bayar sendiri. Bagi masyarakat yang berwirausaha tentu harus mencari sendiri perusahaan dan produk asuransi yang diinginkan.
Perencana keuangan, Budi Raharjo mengatakan, yang harus dipahami dalam memilih asuransi adalah fungsi sebagai perlindungan. Setiap orang umumnya akan memprioritaskan asuransi jiwa dan kesehatan untuk keluarganya.
Kemudian, baru memikirkan untuk asuransi lainnya, seperti harta benda. Setiap produk asuransi ada yang murni dan unit link atau sekaligus investasi.
Budi menerangkan langkah pertama dalam menentukan asuransi itu menetapkan tujuannya. Misalnya, menjaga arus cash. Di masa pagebluk ini, masyarakat lebih condong membeli polis asuransi kesehatan dan jiwa.
Kedua jenis asuransi ini, menurutnya, untuk melindungi diri dan keluarga ketika terjadi risiko hingga paling berat, misalnya meninggal dunia. Dengan adanya asuransi jiwa, keluarga yang ditinggalkan akan mendapatkan santunan. Langkah kedua dalam memilih asuransi, yakni mengetahui nilai polis dan manfaatnya.
“Kalau kesehatan, kita ketahui biayanya besar, baik obat-obatan dan rawat inap. Kita tidak berharap itu terjadi. Akan tetapi, kalau itu terjadi, dananya kan sudah disiapkan. Dananya bisa diambil dari kocek sendiri atau transfer risiko ke perusahaan asuransi. Yang lebih wise itu kita mentransfer risiko pada perusahaan asuransi,” ujarnya saat dihubungi SINDONews, Selasa (9/2/2021).
Alasannya, pembayaran preminya kecil, tetapi perlindungan besar. Budi mengungkapkan ada salah kaprah pemikiran di masyarakat jika klaim asuransi tidak dipakai merasa rugi. Pemikiran seperti mengasumsikan asuransi sebagai investasi atau bisnis. Seharusnya menganggap asuransi sebagai perlindungan risiko, yang ketika terjadi, uangnya ada.
“Kalau enggak ke pakai uang kemana sih? Satu, untuk perusahaan asuransi. Kedua, untuk orang-orang yang ternyata tidak seberuntung kita yang sehat dalam tahun berjalan tersebut. Jangan merasa rugi telah membayar premi, tapi enggak ke pakai. Kalau enggak ke pakai justru kita bersyukur (masih sehat),” jelas Budi.
Pemilihan produk asuransi juga harus melihat kebutuhan apakah untuk sementara atau permanen. Yang masuk dalam permanen itu, salah satunya, asuransi jiwa. Pemilik polis ini biasanya ingin memberikan peninggalan kepada keluarga. Asuransi sementara itu, misalnya, untuk kebutuhan biaya pendidikan.
Pagebluk membuat perekonomian ambruk. Data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal IV minus 2,19 persen. Ada orang yang ekonomi langsung jatuh, tetapi ada pula yang malah bisnisnya tumbuh. Ada orang yang pendapatannya stabil. Pada posisi orang yang ekonominya jatuh tentu harus menghitung ulang mengenai kelanjutan asuransinya.
Maka, harus dilakukan penyesuaian terkait nilai premi. Bahkan, mungkin harus mengurangi produk asuransi yang tadinya memiliki dua menjadi satu, misalnya BPJS Kesehatan dan asuransi swasta. Sementara ekonominya sulit cukup dengan BPJS Kesehatan saja.
“Kalau komersial tinggi, bisa melakukan penyesuaian dengan penurunan kelas. Ini bisa mengurangi biasa premi yang dibayar. Kalau sudah diturunkan tidak bisa juga karena cash flow-nya betul-betul mepet, perlu berhemat selama pandemi, boleh korbankan asuransi komersialnya. Akan tetapi, asuransi sosialnya jangan dilepas,” pungkas Budi.
Umumnya, masyarakat Indonesia memiliki asuransi, minimal BPJS Kesehatan. Ada yang iuran mandiri dan dibayar perusahaan. Ada pula yang memiliki dua asuransi kesehatan: BPJS Kesehatan dan swasta-bisa dibayarkan perusahaan tempat bekerja atau bayar sendiri. Bagi masyarakat yang berwirausaha tentu harus mencari sendiri perusahaan dan produk asuransi yang diinginkan.
Perencana keuangan, Budi Raharjo mengatakan, yang harus dipahami dalam memilih asuransi adalah fungsi sebagai perlindungan. Setiap orang umumnya akan memprioritaskan asuransi jiwa dan kesehatan untuk keluarganya.
Kemudian, baru memikirkan untuk asuransi lainnya, seperti harta benda. Setiap produk asuransi ada yang murni dan unit link atau sekaligus investasi.
Budi menerangkan langkah pertama dalam menentukan asuransi itu menetapkan tujuannya. Misalnya, menjaga arus cash. Di masa pagebluk ini, masyarakat lebih condong membeli polis asuransi kesehatan dan jiwa.
Kedua jenis asuransi ini, menurutnya, untuk melindungi diri dan keluarga ketika terjadi risiko hingga paling berat, misalnya meninggal dunia. Dengan adanya asuransi jiwa, keluarga yang ditinggalkan akan mendapatkan santunan. Langkah kedua dalam memilih asuransi, yakni mengetahui nilai polis dan manfaatnya.
“Kalau kesehatan, kita ketahui biayanya besar, baik obat-obatan dan rawat inap. Kita tidak berharap itu terjadi. Akan tetapi, kalau itu terjadi, dananya kan sudah disiapkan. Dananya bisa diambil dari kocek sendiri atau transfer risiko ke perusahaan asuransi. Yang lebih wise itu kita mentransfer risiko pada perusahaan asuransi,” ujarnya saat dihubungi SINDONews, Selasa (9/2/2021).
Alasannya, pembayaran preminya kecil, tetapi perlindungan besar. Budi mengungkapkan ada salah kaprah pemikiran di masyarakat jika klaim asuransi tidak dipakai merasa rugi. Pemikiran seperti mengasumsikan asuransi sebagai investasi atau bisnis. Seharusnya menganggap asuransi sebagai perlindungan risiko, yang ketika terjadi, uangnya ada.
“Kalau enggak ke pakai uang kemana sih? Satu, untuk perusahaan asuransi. Kedua, untuk orang-orang yang ternyata tidak seberuntung kita yang sehat dalam tahun berjalan tersebut. Jangan merasa rugi telah membayar premi, tapi enggak ke pakai. Kalau enggak ke pakai justru kita bersyukur (masih sehat),” jelas Budi.
Pemilihan produk asuransi juga harus melihat kebutuhan apakah untuk sementara atau permanen. Yang masuk dalam permanen itu, salah satunya, asuransi jiwa. Pemilik polis ini biasanya ingin memberikan peninggalan kepada keluarga. Asuransi sementara itu, misalnya, untuk kebutuhan biaya pendidikan.
Pagebluk membuat perekonomian ambruk. Data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal IV minus 2,19 persen. Ada orang yang ekonomi langsung jatuh, tetapi ada pula yang malah bisnisnya tumbuh. Ada orang yang pendapatannya stabil. Pada posisi orang yang ekonominya jatuh tentu harus menghitung ulang mengenai kelanjutan asuransinya.
Baca Juga
Maka, harus dilakukan penyesuaian terkait nilai premi. Bahkan, mungkin harus mengurangi produk asuransi yang tadinya memiliki dua menjadi satu, misalnya BPJS Kesehatan dan asuransi swasta. Sementara ekonominya sulit cukup dengan BPJS Kesehatan saja.
“Kalau komersial tinggi, bisa melakukan penyesuaian dengan penurunan kelas. Ini bisa mengurangi biasa premi yang dibayar. Kalau sudah diturunkan tidak bisa juga karena cash flow-nya betul-betul mepet, perlu berhemat selama pandemi, boleh korbankan asuransi komersialnya. Akan tetapi, asuransi sosialnya jangan dilepas,” pungkas Budi.
(akr)