Soliditas dan Profesionalitas: Modal MAPPI Hadapi Gelombang Besar
loading...
A
A
A
JAKARTA - Dunia belum lepas dari pandemi Covid-19 dan banyak misteri di depan yang memaksa kita untuk selalu waspada. Ombak besar di samdura VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity dan Ambiguity) tidak hanya dihadapi oleh penilai Indonesia saja. Namun demikian profesi ini harus menggalang soliditas, kekompakan dan persatuan.
Berikan kepercayaan kepada nahkoda baru MAPPI (Masyarakat Profesi Penilai Indonesia) untuk mengarungi samudra yang begejolak. Berikan mereka kesempatan untuk beradaptasi dengan samudra yang berbeda. Demikian pemaparan yang disampaikan Firmansyah N. Nazaroedin, kepala pusat pembinaan profesi keuangan dalam acara Rakernas MAPPI di Pullman Hotel Central Park Jakarta, pada 22-23 Februari 2021.
Dalam acara bertema Bergerak Bersama Membangun Profesi Penilai, Firmansyah mengajak semua pihak melahirkan para penilai yang solid, profesional dan berintegritas. Untuk mewujudkan penilai yang berintegritas dan profesional, menurut Firmansyah, ada empat hal yang perlu diperhatikan. Pertama, penilai hendaknya merenungi kembali semangat para pendiri MAPPI pada tahun 1980an.
“Saya ajak hadirin sekalian untuk membuka kembali catatan pada Selasa, 20 Oktober 1981. Bertempat di Gedung Bursa Efek Jakarta, Jalan Merdeka Selatan, organisasi ini didirikan dengan landasan mulia. Founding fathers sangat ingin agar penilai Indonesia memberikan sumbangsih besar pada pembangunan nasional,” tuturnya.
Kedua, Firmansyah mengajak para penilai untuk berefleksi megevaluasi apa yang menjadi kekurangan dan mengoptimalkan apa yang menjadi kelebihan penilai. Dia mengibaratkan seperti berada di depan cermin. “Saat kita menatap sebuah cermin, akan terpampang bayangan diri kita apa adanya. Cermin selalu memberikan perspektif jujur kepada benda yang hadir di hadapannya,” kata dia.
Dalam refleksi ini, dia mengajak para penilai untuk menggaris bawahi apa yang telah disampaikan oleh Sekjen Munas XII MAPPI tahun lalu, yaitu: peningkatan responsivitas, meminimalkan isu internal yang mengancam public trust, dan mensetarakan posisi penilai.
“Ketiga hal ini tentunya bukan menjadi concern MAPPI sendiri. PPPK selaku pembina juga mengagendakan langkah langkah penanganan hal serupa agar permasalahan ini bisa segera teratasi. Komunikasi, koordinasi dan juga konsolidasi antara PPPK dan MAPPI perlu ditingkatkan intensitasnya,” kata dia.
Ketiga, Firmansyah mengajak penilai untuk konsen pada Volatility, Uncertainty, Complexity dan Ambiguity atau VUCA yang masih terus bergulir. Dalam hal ini ada tujuh hal yang harus diagendakan MAPPI ke depan.
Di antaranya: memperluas hubungan eksternal, penguatan kondisi internal, benchmanking perang dan inovasi profesi, meninjau Standar Penilaian Indonesia (SPI) secara rutin, SPI harus dikalibrasi terus-menerus, pemberian jasa penilai harus lebih prudent, dan menjaga kesetaraannya dengan peer di kancah regional dan global.
“Melalui Rakernas ini, kami harapkan MAPPI dapat mengakomodasi ketujuh hal ini. Sebagai organisasi yang menanungi 8.000 penilai profesional, MAPPI tentunya dihadapkan dengan banyak hal menyangkut masa depan anggotanya,” tambahnya.
Berikan kepercayaan kepada nahkoda baru MAPPI (Masyarakat Profesi Penilai Indonesia) untuk mengarungi samudra yang begejolak. Berikan mereka kesempatan untuk beradaptasi dengan samudra yang berbeda. Demikian pemaparan yang disampaikan Firmansyah N. Nazaroedin, kepala pusat pembinaan profesi keuangan dalam acara Rakernas MAPPI di Pullman Hotel Central Park Jakarta, pada 22-23 Februari 2021.
Dalam acara bertema Bergerak Bersama Membangun Profesi Penilai, Firmansyah mengajak semua pihak melahirkan para penilai yang solid, profesional dan berintegritas. Untuk mewujudkan penilai yang berintegritas dan profesional, menurut Firmansyah, ada empat hal yang perlu diperhatikan. Pertama, penilai hendaknya merenungi kembali semangat para pendiri MAPPI pada tahun 1980an.
“Saya ajak hadirin sekalian untuk membuka kembali catatan pada Selasa, 20 Oktober 1981. Bertempat di Gedung Bursa Efek Jakarta, Jalan Merdeka Selatan, organisasi ini didirikan dengan landasan mulia. Founding fathers sangat ingin agar penilai Indonesia memberikan sumbangsih besar pada pembangunan nasional,” tuturnya.
Kedua, Firmansyah mengajak para penilai untuk berefleksi megevaluasi apa yang menjadi kekurangan dan mengoptimalkan apa yang menjadi kelebihan penilai. Dia mengibaratkan seperti berada di depan cermin. “Saat kita menatap sebuah cermin, akan terpampang bayangan diri kita apa adanya. Cermin selalu memberikan perspektif jujur kepada benda yang hadir di hadapannya,” kata dia.
Dalam refleksi ini, dia mengajak para penilai untuk menggaris bawahi apa yang telah disampaikan oleh Sekjen Munas XII MAPPI tahun lalu, yaitu: peningkatan responsivitas, meminimalkan isu internal yang mengancam public trust, dan mensetarakan posisi penilai.
“Ketiga hal ini tentunya bukan menjadi concern MAPPI sendiri. PPPK selaku pembina juga mengagendakan langkah langkah penanganan hal serupa agar permasalahan ini bisa segera teratasi. Komunikasi, koordinasi dan juga konsolidasi antara PPPK dan MAPPI perlu ditingkatkan intensitasnya,” kata dia.
Ketiga, Firmansyah mengajak penilai untuk konsen pada Volatility, Uncertainty, Complexity dan Ambiguity atau VUCA yang masih terus bergulir. Dalam hal ini ada tujuh hal yang harus diagendakan MAPPI ke depan.
Di antaranya: memperluas hubungan eksternal, penguatan kondisi internal, benchmanking perang dan inovasi profesi, meninjau Standar Penilaian Indonesia (SPI) secara rutin, SPI harus dikalibrasi terus-menerus, pemberian jasa penilai harus lebih prudent, dan menjaga kesetaraannya dengan peer di kancah regional dan global.
“Melalui Rakernas ini, kami harapkan MAPPI dapat mengakomodasi ketujuh hal ini. Sebagai organisasi yang menanungi 8.000 penilai profesional, MAPPI tentunya dihadapkan dengan banyak hal menyangkut masa depan anggotanya,” tambahnya.