Pemerintah Diminta Permudah Izin Penggunaan Energi Terbarukan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah diminta untuk mempermudah izin penggunaan energi baru terbarukan (EBT) . Untuk meningkatkan bauran listrik dari sumber EBT, Anggota Komisi VII DPR Mulyanto meminta pemerintah mempermudah izin bagi masyarakat yang menggunakannya.
Kata dia, pemerintah harus mendukung masyarakat, apalagi pihak swasta, yang proaktif berpartisipasi dalam program penggunaan listrik dari sumber EBT ini. Sebab, hal tersebut diyakini akan mempercepat target pemenuhan bauran energi dari sumber EBT Yang sebesar 23% di tahun 2025, yang tinggal 4 tahun lagi.
"Dalam jangka pendek mestinya Pemerintah melonggarkan alur dan syarat perizinan, sehingga menarik bagi pihak swasta untuk menggunakan EBT. Jangan sampai izin berlarut-larut bahkan sampai lebih dari 6 bulan. Ini bisa membuat swasta maju-mundur," ujar Mulyanto, Kamis (4/3/2021).
Selanjutnya, Mulyanto mengatakan terkait mekanisme dan biaya ekspor listrik, harusnya PLN dapat menegosiasikan dengan baik sesuai semangat akselerasi kontribusi listrik dari sumber EBT.
"Kalau Pemerintah masih bertindak bisnis as usual atau terkesan ogah-ogahan dalam akselerasi program EBT ini, maka dapat dipastikan target bauran EBT di tahun 2025 akan meleset. Perlu gebrakan dan progam-program inovatif dalam mendorong partisipasi sektor swasta dalam penerapan EBT ini," kata Mulyanto.
Dirinya menegaskan PLTS ini sangat prospektif, selain harganya kompetitif juga sangat fleksibel untuk dipasang di atap rumah-rumah masyarakat. Apalagi untuk daerah-daerah yang masih belum teraliri listrik, karena jauh dari transmisi listrik.
"Program ini dapat meningkatkan pemerataan listrik masyarakat menuju 100% tingkat elektrifikasi," pungkas Mulyanto, Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI ini.
Sebelumnya diberitakan bahwa PT. Coca Cola Amatil (CCA) Indonesia mengalami kesulitan mengembangkan teknologi EBT sebagai sumber energi alternatif. CCA menyebut masih ada sederet kendala yang dihadapi dalam penggunaan EBT, khususnya PLTS Atap di pabriknya tersebut.
Public Affairs, Communication and Sustainability Director Coca-Cola Amatil Indonesia, Lucia Karina, menyebut ada ada empat tantangan dalam mengembangkan EBT. Pertama, keterbatasan pilihan dan ketersediaan EBT. Kedua, regulasi yang kurang menunjang investasi EBT untuk institusi non pemerintah.
Ketiga, investasi yang tinggi dengan periode pengembalian modal (payback period) yang panjang. Dan terakhir, tidak adanya stimulus atau insentif guna mendorong penerapan EBT oleh industri.
Kata dia, pemerintah harus mendukung masyarakat, apalagi pihak swasta, yang proaktif berpartisipasi dalam program penggunaan listrik dari sumber EBT ini. Sebab, hal tersebut diyakini akan mempercepat target pemenuhan bauran energi dari sumber EBT Yang sebesar 23% di tahun 2025, yang tinggal 4 tahun lagi.
"Dalam jangka pendek mestinya Pemerintah melonggarkan alur dan syarat perizinan, sehingga menarik bagi pihak swasta untuk menggunakan EBT. Jangan sampai izin berlarut-larut bahkan sampai lebih dari 6 bulan. Ini bisa membuat swasta maju-mundur," ujar Mulyanto, Kamis (4/3/2021).
Selanjutnya, Mulyanto mengatakan terkait mekanisme dan biaya ekspor listrik, harusnya PLN dapat menegosiasikan dengan baik sesuai semangat akselerasi kontribusi listrik dari sumber EBT.
"Kalau Pemerintah masih bertindak bisnis as usual atau terkesan ogah-ogahan dalam akselerasi program EBT ini, maka dapat dipastikan target bauran EBT di tahun 2025 akan meleset. Perlu gebrakan dan progam-program inovatif dalam mendorong partisipasi sektor swasta dalam penerapan EBT ini," kata Mulyanto.
Dirinya menegaskan PLTS ini sangat prospektif, selain harganya kompetitif juga sangat fleksibel untuk dipasang di atap rumah-rumah masyarakat. Apalagi untuk daerah-daerah yang masih belum teraliri listrik, karena jauh dari transmisi listrik.
"Program ini dapat meningkatkan pemerataan listrik masyarakat menuju 100% tingkat elektrifikasi," pungkas Mulyanto, Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI ini.
Sebelumnya diberitakan bahwa PT. Coca Cola Amatil (CCA) Indonesia mengalami kesulitan mengembangkan teknologi EBT sebagai sumber energi alternatif. CCA menyebut masih ada sederet kendala yang dihadapi dalam penggunaan EBT, khususnya PLTS Atap di pabriknya tersebut.
Public Affairs, Communication and Sustainability Director Coca-Cola Amatil Indonesia, Lucia Karina, menyebut ada ada empat tantangan dalam mengembangkan EBT. Pertama, keterbatasan pilihan dan ketersediaan EBT. Kedua, regulasi yang kurang menunjang investasi EBT untuk institusi non pemerintah.
Ketiga, investasi yang tinggi dengan periode pengembalian modal (payback period) yang panjang. Dan terakhir, tidak adanya stimulus atau insentif guna mendorong penerapan EBT oleh industri.
(ind)