Usai Pejabat Pertamina Dipecat Jokowi, Erick Thohir Disarankan buat Aturan Khusus TKDN BUMN
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir disarankan untuk merumuskan kebijakan baru ihwal tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) bagi BUMN. Masukan tersebut menyusul adanya pemecatan salah satu pejabat PT Pertamina (Persero) .
Pemberhentian secara tidak hormat itu langsung dilakukan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Alasannya, Pertamina memilih mengimpor pipa yang digunakan untuk pembangunan proyek perseroan. Langkah itu dinilai lalai dan menyalahi aturan TKDN yang diatur dalam PP No. 29 Tahun 2018 tentang Pemberdayaan Industri. ( Baca juga:Nah Loh! Ternyata Realisasi TKDN Pertamina Melebihi Target )
Merespons hal tersebut, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai, langkah pemecatan pejabat Pertamina tidak menjamin pemerintah menekan angka impor barang dan jasa yang dilakukan BUMN.
Seyogyanya diperlukan suatu aturan turunan berupa peraturan menteri (Permen) BUMN yang secara spesifik dan gamblang mengatur penggunaan dan peningkatan TKDN bagi masing-masing perseroan pelat merah.
"Tidak cukup hanya pecat petinggi BUMN yang pro terhadap barang impor, tapi juga harus dilakukan perubahan sistem di semua BUMN," ujar Bhima saat dihubungi MNC Portal Indonesia, Jumat (12/3/2021).
Regulasi baru dipandang penting untuk menilai dan mengevaluasi tingkat pemanfaatan produk dalam negeri yang dilakukan BUMN dan anak usahanya. Bhima menyebut, permen akan menjadi standar untuk mengukur seberapa patuhnya manajemen terhadap regulasi TKDN.
Tak hanya itu, beleid baru juga menjadi indikator atau acuan untuk mendata seberapa banyak produk substitusi impor yang masuk dalam pengadaan barang dan jasa yang dilakukan manajemen BUMN.
"Nah ini ada pengaturan tambahan biar jelas. (Kalau ada pelanggaran) itu kasih sanksinya, misalnya surat peringatan dulu, baru melakukan pemberhentian terhadap direksi yang tidak melakukan perbaikan porsi konten lokalnya," kata dia.
Dalam kasus Pertamina, sepanjang 2020 perseroan mencatat realisasi peningkatan TKDN mencapai 54%. Angka itu melebihi persentase yang ditetapkan pemerintah, yakni 25% dan target TKDN perseroan sebesar 30%. Realisasi itu terdiri dari serapan barang 43% dan jenis jasa 65%.
Bhima mencatat, meski nilai TKDN Pertamina cukup tinggi, namun, ada kemungkinan penggunaan barang impor juga tinggi. Pernyataan ini mengacu pada data base Badan Pusat Statistik (BPS). Sepanjang 2019 per Cost, Insurance and Freight (CIF) impor pipa besi baja sebesar USD1,15 miliar atau setara 16,5 triliun rupiah (kurs 14.400 per dolar AS). ( Baca juga:Inilah Karakter Buruk Manusia yang Disebutkan dalam Al Qur'an )
"Memang fluktuatif tapi sejak 2016 naiknya 116%. Artinya ada kenaikan signifikan meskipun belum bisa dipastikan ini karena pipa yang dibeli Pertamina atau gabungan dengan perusahaan lain," tutur dia
Pemberhentian secara tidak hormat itu langsung dilakukan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Alasannya, Pertamina memilih mengimpor pipa yang digunakan untuk pembangunan proyek perseroan. Langkah itu dinilai lalai dan menyalahi aturan TKDN yang diatur dalam PP No. 29 Tahun 2018 tentang Pemberdayaan Industri. ( Baca juga:Nah Loh! Ternyata Realisasi TKDN Pertamina Melebihi Target )
Merespons hal tersebut, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai, langkah pemecatan pejabat Pertamina tidak menjamin pemerintah menekan angka impor barang dan jasa yang dilakukan BUMN.
Seyogyanya diperlukan suatu aturan turunan berupa peraturan menteri (Permen) BUMN yang secara spesifik dan gamblang mengatur penggunaan dan peningkatan TKDN bagi masing-masing perseroan pelat merah.
"Tidak cukup hanya pecat petinggi BUMN yang pro terhadap barang impor, tapi juga harus dilakukan perubahan sistem di semua BUMN," ujar Bhima saat dihubungi MNC Portal Indonesia, Jumat (12/3/2021).
Regulasi baru dipandang penting untuk menilai dan mengevaluasi tingkat pemanfaatan produk dalam negeri yang dilakukan BUMN dan anak usahanya. Bhima menyebut, permen akan menjadi standar untuk mengukur seberapa patuhnya manajemen terhadap regulasi TKDN.
Tak hanya itu, beleid baru juga menjadi indikator atau acuan untuk mendata seberapa banyak produk substitusi impor yang masuk dalam pengadaan barang dan jasa yang dilakukan manajemen BUMN.
"Nah ini ada pengaturan tambahan biar jelas. (Kalau ada pelanggaran) itu kasih sanksinya, misalnya surat peringatan dulu, baru melakukan pemberhentian terhadap direksi yang tidak melakukan perbaikan porsi konten lokalnya," kata dia.
Dalam kasus Pertamina, sepanjang 2020 perseroan mencatat realisasi peningkatan TKDN mencapai 54%. Angka itu melebihi persentase yang ditetapkan pemerintah, yakni 25% dan target TKDN perseroan sebesar 30%. Realisasi itu terdiri dari serapan barang 43% dan jenis jasa 65%.
Bhima mencatat, meski nilai TKDN Pertamina cukup tinggi, namun, ada kemungkinan penggunaan barang impor juga tinggi. Pernyataan ini mengacu pada data base Badan Pusat Statistik (BPS). Sepanjang 2019 per Cost, Insurance and Freight (CIF) impor pipa besi baja sebesar USD1,15 miliar atau setara 16,5 triliun rupiah (kurs 14.400 per dolar AS). ( Baca juga:Inilah Karakter Buruk Manusia yang Disebutkan dalam Al Qur'an )
"Memang fluktuatif tapi sejak 2016 naiknya 116%. Artinya ada kenaikan signifikan meskipun belum bisa dipastikan ini karena pipa yang dibeli Pertamina atau gabungan dengan perusahaan lain," tutur dia
(uka)