Rangkap Jabatan Komisaris dan Direksi BUMN Bisa Jadi Potensi Pasar

Selasa, 23 Maret 2021 - 17:04 WIB
loading...
Rangkap Jabatan Komisaris dan Direksi BUMN Bisa Jadi Potensi Pasar
Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Rangkap jabatan yang dilakukan dewan komisaris dan dewan direksi BUMN tidak melulu dipahami sebagai bentuk monopoli pasar atau berdampak pada persaingan tidak sehat. Justru, dualisme kepemimpinan petinggi perseroan negara di perusahaan non BUMN menjadi potensi bagi pasar itu sendiri.

Pernyataan itu diutarakan pengamat BUMN dari Universitas Indonesia (UI) Toto Pranoto. Dia menilai, praktik usaha tidak sehat bisa bermacam cara. Namun, rangkap jabatan komisaris dan direksi BUMN, tidak harus dipahami sebagai upaya monopoli pasar.

Rangkap jabatan akan menjadi potensi pasar, bila Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sebagai lembaga pengawas dapat memainkan perannya secara maksimal.

"Praktek persaingan usaha tidak sehat bisa bermacam cara. Potensi rangkap dewan komisaris di dunia bisnis serupa bisa juga menjadi potensi. Tapi sepanjang otoritas KPPU sebagai pengawas dan stakeholder lainnya berfungsi baik, maka soal ini bisa dimonitor dengan baik," ujar Toto saat dihubungi MNC Portal Indonesia, Selasa (23/3/2021).



Meski begitu, dia tak menafikkan bahwa dampak monopoli perusahaan yang memiliki kekuatan pasar bisa mendikte pasar baik dari sisi supply maupun harga.

Monopoli juga bisa dihindari dari pemaksimalan kontrol yang dilakukan manajemen di internal perusahaan. Untuk menghindari praktik melanggar regulasi itu, pengawasan di internal korporasi dan perseroan pelat merah harus dimaksimalkan.

Toto menyebut, setiap korporasi memiliki hak kontrol bagi kepentingan mereka sendiri. Langkah itu, bisa dilakukan lewat mekanisme transparansi dan praktek good governance.

"Bagi korporasi atau BUMN mereka punya hak kontrol kepentingan mereka di anak perusahaan sebagai hal yang tidak terhindarkan. Jadi internal control mereka lewat mekanisme transparansi dan praktek good governance bisa menjadi alat kontrol mencegah praktek yang dianggap melanggar ketentuan persaingan sehat," tuturnya.

Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1996 seconds (0.1#10.140)