OJK Terus Cicil Persiapan Ekonomi Hijau Indonesia Hingga 2025
loading...
A
A
A
JAKARTA - Analis Eksekutif Senior Departemen Internasional Otoritas Jasa Keuangan (OJK) , Ahmad Rifqi mengatakan pemerintah terus mendorong penerapan ekonomi hijau dalam industri keuangan. Tantangannya adalah mengubah pola pikir para pelaku industri untuk menjalankan ekonomi berkelanjutan yang tidak mudah.
Dirinya mengakui untuk mengembangkan ekonomi berkelanjutan sangat butuh kesadaran. "Hal ini yang masih rendah dari para pelaku industri. Selain itu juga belum ada standarisasi yang jelas untuk para pelakunya. Ditambah juga dengan masih sedikitnya peluang bisnis yang bisa diraih pelaku industri jasa keuangan yang menerapkan," ujar Rifqi dalam webinar di Jakarta, Selasa (23/3/2021).
Dia menilai ada berbagai respon cukup bagus, termasuk juga dari dunia internasional memberi sambutan yang positif. Berbagai evaluasi masih ada yang harus disempurnakan.
"Kami tetap berharap sektor sektor jasa keuangan mau terus mengadaptasi keuangan berkelanjutan dengan tetap memperhatikan risiko dari perubahan iklim," jelasnya.
Pemerintah melalui OJK sebagai regulator mendukung sepenuhnya sektor jasa keuangan yang menggabungkan aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola dengan industri keuangan.
Terkait pelaksanaan perekonomian hijau, pemerintah melalui OJK telah mengeluarkan Roadmap Keuangan Berkelanjutan di tahun 2014. Ini petunjuk bagi keuangan berkelanjutan yang ingin dicapai dalam jangka pendek, menengah, dan panjang melalui OJK.
Selain itu, kerangka tersebut dapat menjadi acuan bagi lembaga keuangan untuk berperan aktif dan berkontribusi positif dalam proses pembangunan yang berkelanjutan.
Komitmen pemerintah untuk menciptakan perekonomian yang berkelanjutan semakin kuat dengan dikeluarkannya Peraturan OJK (POJK) No.60/POJK.04/2017 tentang penerbitan dan persyaratan efek bersifat utang berwawasan lingkungan (green bond).
Setidaknya sudah ada dua roadmap yang sedang dijalankan saat ini, di mana roadmap tahap kedua baru diresmikan pada awal Januari tahun ini oleh Presiden Joko Widodo.
Regulator setidaknya sudah menyiapkan beberapa sub ekosistem pada roadmap tahap kedua ini yang akan dijalankan sampai 2025. "Kami sudah menyiapkan regulasi produk, market infrastructure, kemudian koordinasi antara kementerian dan lembaga. Sektor yang menjadi arah OJK juga mengikuti sektor yang sudah menjadi prioritas oleh pemerintah," tambahnya.
Lebih lanjut, Ahmad Rifqi juga menambahkan bahwa pemerintah telah menyusun green taxonomy sebagai acuan dan kriteria bagi pihak di jasa finansial untuk mendukung ekonomi hijau di Indonesia.
Presiden Direktur Bank DBS Indonesia, Paulus Sutisna mengatakan Indonesia tetap membutuhkan perencanaan ekonomi secara jangka panjang di tengah vaksinasi ini.
“Walaupun Indonesia belum sepenuhnya dapat keluar dari ekonomi berbasis sumber daya alam, namun alangkah baiknya kita sudah dapat memulai memikirkan, merencanakan, dan melakukan transisi hingga pengembangan atas agenda keberlanjutan untuk masa depan Indonesia,” ujar Paulus menambahkan.
Kepala Studi Lingkungan LPEM FEB UI, Alin Halimatussadiah, mengatakan kondisi pandemi seperti yang terjadi sekarang justru membuat regulator dan para pelaku industri semakin gencar untuk melakukan transisi ke ekonomi berkelanjutan. Beberapa negara sudah memulai untuk menjalankan ekonomi hijau, seperti Korea Selatan dan Uni Eropa.
"Kita harus mengarah ke pathway yang lebih green dan sustain. Bukan hanya untuk mendapatkan manfaat lingkungan tapi juga ekonomi yang nantinya bisa menurunkan poverty di Indonesia," kata Alin.
Menurut dia, langkah green recovery ini akan memberikan keuntungan yang berlipat ganda. Untuk itu, setiap pelaku harus lebih jeli melihat sektor apa saja yang bisa dikembangkan termasuk juga dengan caranya. Tentunya ini harus dilakukan dengan studi yang lebih komprehensif.
Dirinya mengakui untuk mengembangkan ekonomi berkelanjutan sangat butuh kesadaran. "Hal ini yang masih rendah dari para pelaku industri. Selain itu juga belum ada standarisasi yang jelas untuk para pelakunya. Ditambah juga dengan masih sedikitnya peluang bisnis yang bisa diraih pelaku industri jasa keuangan yang menerapkan," ujar Rifqi dalam webinar di Jakarta, Selasa (23/3/2021).
Dia menilai ada berbagai respon cukup bagus, termasuk juga dari dunia internasional memberi sambutan yang positif. Berbagai evaluasi masih ada yang harus disempurnakan.
"Kami tetap berharap sektor sektor jasa keuangan mau terus mengadaptasi keuangan berkelanjutan dengan tetap memperhatikan risiko dari perubahan iklim," jelasnya.
Pemerintah melalui OJK sebagai regulator mendukung sepenuhnya sektor jasa keuangan yang menggabungkan aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola dengan industri keuangan.
Terkait pelaksanaan perekonomian hijau, pemerintah melalui OJK telah mengeluarkan Roadmap Keuangan Berkelanjutan di tahun 2014. Ini petunjuk bagi keuangan berkelanjutan yang ingin dicapai dalam jangka pendek, menengah, dan panjang melalui OJK.
Selain itu, kerangka tersebut dapat menjadi acuan bagi lembaga keuangan untuk berperan aktif dan berkontribusi positif dalam proses pembangunan yang berkelanjutan.
Komitmen pemerintah untuk menciptakan perekonomian yang berkelanjutan semakin kuat dengan dikeluarkannya Peraturan OJK (POJK) No.60/POJK.04/2017 tentang penerbitan dan persyaratan efek bersifat utang berwawasan lingkungan (green bond).
Setidaknya sudah ada dua roadmap yang sedang dijalankan saat ini, di mana roadmap tahap kedua baru diresmikan pada awal Januari tahun ini oleh Presiden Joko Widodo.
Regulator setidaknya sudah menyiapkan beberapa sub ekosistem pada roadmap tahap kedua ini yang akan dijalankan sampai 2025. "Kami sudah menyiapkan regulasi produk, market infrastructure, kemudian koordinasi antara kementerian dan lembaga. Sektor yang menjadi arah OJK juga mengikuti sektor yang sudah menjadi prioritas oleh pemerintah," tambahnya.
Lebih lanjut, Ahmad Rifqi juga menambahkan bahwa pemerintah telah menyusun green taxonomy sebagai acuan dan kriteria bagi pihak di jasa finansial untuk mendukung ekonomi hijau di Indonesia.
Presiden Direktur Bank DBS Indonesia, Paulus Sutisna mengatakan Indonesia tetap membutuhkan perencanaan ekonomi secara jangka panjang di tengah vaksinasi ini.
“Walaupun Indonesia belum sepenuhnya dapat keluar dari ekonomi berbasis sumber daya alam, namun alangkah baiknya kita sudah dapat memulai memikirkan, merencanakan, dan melakukan transisi hingga pengembangan atas agenda keberlanjutan untuk masa depan Indonesia,” ujar Paulus menambahkan.
Kepala Studi Lingkungan LPEM FEB UI, Alin Halimatussadiah, mengatakan kondisi pandemi seperti yang terjadi sekarang justru membuat regulator dan para pelaku industri semakin gencar untuk melakukan transisi ke ekonomi berkelanjutan. Beberapa negara sudah memulai untuk menjalankan ekonomi hijau, seperti Korea Selatan dan Uni Eropa.
"Kita harus mengarah ke pathway yang lebih green dan sustain. Bukan hanya untuk mendapatkan manfaat lingkungan tapi juga ekonomi yang nantinya bisa menurunkan poverty di Indonesia," kata Alin.
Menurut dia, langkah green recovery ini akan memberikan keuntungan yang berlipat ganda. Untuk itu, setiap pelaku harus lebih jeli melihat sektor apa saja yang bisa dikembangkan termasuk juga dengan caranya. Tentunya ini harus dilakukan dengan studi yang lebih komprehensif.
(ind)