Seperti ini Strategi Barito Mendongkrak Investasi Hijau di Indonesia

Kamis, 25 Maret 2021 - 21:57 WIB
loading...
Seperti ini Strategi Barito Mendongkrak Investasi Hijau di Indonesia
Investasi Hijau Mulai Dilirik Barito Pasific
A A A
JAKARTA -
Di balik berbagai kesulitan yang ditumbulkan oleh pandemi, kondisi seperti saat ini telah memberikan kesempatan beberapa sektor untuk semakin tumbuh. Salah satunya mulai diliriknya konsep ekonomi hijau.

Menurut Deputi Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, Amalia Adininggar Widyasanti, Ph.D, pandemi membuat pemerintah mereposisi kembali untuk langkah ke depan dengan mengutamakan prinsip-prinsip keberlanjutan dalam pembangunan Indonesia ke depan.

Amalia menjelaskan, prioritas ekonomi berkelanjutan itu menyasar sektor industry yang diarahkan untuk menggunakan Energi Baru Terbarukan. Selain itu pemerintah juga semakin membuka ruang bagi investor untuk berkiprah di investasi hijau. Investasi hijau diyakini akan dapat mendukung daya saing ekonomi yang lebih baik dan memberi kontribusi yang lebih berkelanjutan.

Sebagai negara yang memiliki sumberdaya alam yang melimpah, potensi investasi hijau di negeri ini cukup besar. Simak saja apa yang disampaikan oleh CEO Mandiri Capital Indonesia Eddi Danusaputro. Menurutnya potensi investasi hijau di sektor energi mencapai USD4,44 miliar atau setara hampir Rp 65 triliun.

Di sektor agri dan perikanan, potensi investasi berdampak mencapai USD3,15 miliar atau setara Rp 46 triliun. Sedangkan di sektor perairan, potensi investasinya mencapai USD 2,4 miliar atau Rp 31 triliun. Jika ditotal dari tiga sektor tersebut, potensi investasinya mencapai Rp 142 triliun.


Sayangnya, model investasi berdampak (impact investment) alias investasi berkelanjutan atau investasi hijau masih belum begitu diminati di Indonesia. Terlebih jika dibandingkan dengan modal yang masuk ke sektor digital dalam negeri.

Padahal potensi yang bisa digarap dari investasi berdampak di RI cukup besar. Namun sektor ini belum tergarap seutuhnya oleh investor. Impact investing merupakan skema investasi yang bertujuan memberikan dampak positif bagi masyarakat di samping mendatangkan keuntungan finansial

Saat ini investasi hijau atau Investasi berbasis Environmental, Social and Good Governance (ESG) mulai diminati investor (pelaku usaha). Salah satunya adalah perusahaan besar seperti PT Barito Pacific Tbk . Perusahaan sumber daya alam terdiversifikasi dan terintegrasi ini menyatakan komitmennya untuk meningkatkan dukungan di internal perusahaan terkait pengembangan energi hijau.


Presiden Direktur PT Barito Pacific Tbk Agus Salim Pangestu mengatakan, minat investasi hijau sudah terlihat beberapa tahun lalu. Dari dua kali penerbitan surat utang hijau (green bonds) milik anak usaha Barito di bidang penyedia energi, yakni Star Energy pun selalu mendapat sambutan posititif dari investor hingga mengalami kelebihan permintaan (oversubscribed) serta dilirik institusi besar.

Sekedar info, penerbitan green bond Star Energy Geothermal Salak dan Star Energy Geothermal Darajat II mendapat respons positif pasar. Permintaan green bond senilai US$ 1,11 miliar tersebut mengalami oversubscribed sebanyak 3,5 kali. Respons tersebut dapat menunjukkan investor mendukung sektor energi yang lebih ramah lingkungan.

“Investor dari segi EUM 5 tahun terakhir ini 5 kali lipat, growth nya cukup besar,” kata Agus Salim dalam sesi acara Katadata Indonesia Data and Economic Conference (IDE) 2021 bertajuk “The Momentum to Encourage Green Energy Investment”, Kamis (25/2).

Seiring besarnya potensi investasi hijau, Barito Pacific pun secara internal berkomitmen mendukung bisnis ramah lingkungan, meskipun disadari ada dari beberapa industri yang beroperasi di bawah grup tidak bisa sepenuhnya menerapkan prinsip berkelanjutan. Contohnya perusahaan petrokimia milik anak usaha, PT Chandra Asri Petrochemical Tbk.

Menurut Agus, Barito Pacific memiliki pemikiran sangat sederhana. Apakah yang dilakukan perusahaan berdampak lebih bagus untuk lingkungan. Salah satu cara mengukurnya dengan melakukan penghitungan efisiensi karbon di dalam grup internal.
Chandra asri memiliki emisi 2,5 juta to per tahun untuk fase 1 dan fase 2. Di lain sisi, Star Energy bisa memproduksi hingga 5 juta kredit. Ke depan, perusahaan merencanakan Chandra Asri dapat membeli karbon kredit Star Energy, dengan tujuan agar Barito Pacific bisa mencapai carbon neutral.

Adapun keuntungan yang didapat dari anak usaha yang memperdagangan karbon harus digunakan untuk berkekpansi dan berinevestasi di sektor hijau yang lain. Perusahaan juga tengah mempertimbangkan untuk membeli kredit karbon dari luar, apabila milik Star Energy habis dalam satu hingga dua tahun mendatang.

Strategi lain yang ingin dicapai Barito Pacific dalam bisnisnya dan komitmennya mendukung masalah lingkungan ialah dengan mendorong hadirnya mobil listrik (electric vehicle). Dengan lahirnya era mobil listrik, dia berharap impor bahan bakar minyak (BBM) menurun dan bisa mendorong serapan produk plastik dalam negeri.

Tahun ini, PT Barito Pacific telah menyiapkan belanja modal (capital expenditure/capex) senilai USD8,34 miliar, setara Rp 112 triliun. Belanja modal tersebut akumulasi untuk pembiayaan proyek perusahaan dalam kurun lima tahun mendatang.

Belanja modal tersebut akan digunakan untuk pengembangan tiga proyek strategis perseroan. Antara lain proyek pembangkit listrik Jawa 9 & 10, pengembangan kompleks petrokimia Chandra Asri Petrochemical II (CAP II), dan pengembangan unit eksplorasi baru Salak Binary.

Beberapa tahun ke depan, menurut Direktur PT Barito Pacific Tbk David Kosasih, perseroan memiliki target pertumbuhan yang jelas. Di antaranya adalah pengembangan unit eksplorasi baru dari Star Energy yaitu Salak Binary. Ini adalah kapasitas pengembangan sebesar 15 MW yang diharapkan rampung di Tahun 2022.

Adapun total pembiayaan proyek pembangkit listrik Jawa 9 & 10 sebesar USD 3,3 miliar. Sementara pengembangan CAP II USD 5 miliar, dan Salak Binary sebesar USD 40 juta.

Proyek Jawa 9 & 10 direncanakan selesai di 2025. Saat ini sedang dalam tahap persiapan untuk pabrik petrokimia kompleks yang kedua. Secara desain nanti kapasitasnya lebih besar dari kompleks yang pertama, kurang lebih 15 persen lebih besar. “Saat ini masih dalam tahap persiapan, secara timeline itu kita harapkan realisasi dan selesai di 2025,” kata David.
(eko)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1545 seconds (0.1#10.140)