Kisah Agusta Membuka Usaha Tie Dye Berkat Kursus Prakerja
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pandemi yang memaksa sebagian besar kalangan untuk diam di rumah membuat industri fashion beradaptasi. Kondisi ini membuka peluang bagi munculnya pakaian santai yang tetap fashionable saat dipakai Work From Home atau WFH. Pelaku usaha pakaian kemudian ramai-ramai memunculkan kembali tren motif jumputan atau tie dye dengan corak dan warna yang beragam, di atas kain rayon yang ringan dan nyaman digunakan.
Lihat saja dalam sebuah platform e-commerce, ketika diketik ‘tie dye set’ hampir 44 ribu item bisa dipilih. Belum lagi kata kunci serupa yang berhubungan dengan pakaian WFH, pakaian santai, atau piyama tie dye dan semacamnya.
Harpers Bazaar melansir tren tie dye masih akan terus eksis di tahun 2021 ini. Bahkan banyak desainer fashion dunia membuat koleksi tie dye untuk koleksi musim semi 2021. Sebut saja Christoper Kane, Tom Ford hingga Christian Dior.
Keunikan motif tie dye ada pada coraknya yang tidak akan sama satu sama lain, karena proses pembuatannya sangatlah bergantung pada cat dan ikatan pada kain yang melibatkan kreativitas pembuatnya.
Tren tie dye di Indonesia menarik banyak pelaku usaha kecil dan menengah. Tak terkecuali bagi Agusta. Perempuan yang sebelumnya berjualan minuman di sebuah kampus di Semarang ini tak bisa lagi melakukan kegiatannya sejak perkuliahan dilakukan secara online.
Agusta mencari cara untuk tetap mendapatkan pendapatan dengan berjualan masker melalui platform e-commerce. Seiring waktu, Agusta melihat potensi kain motif tie dye menjadi tren yang banyak dicari. “Saya ikuti apa yang sedang tren, soalnya kalau gak begitu saya gak ada pemasukan,” ujarnya.
Berbekal keinginan untuk belajar, Agusta menemukan kursus membuat tie dye yang bersertifikat di Pintaria, sebuah platform kursus online yang juga merupakan mitra Kartu Prakerja. Agusta beruntung karena dirinya bisa memenuhi syarat mendaftar sebagai penerima kartu Prakerja dan lolos di gelombang ke-14.
Ia menggunakan saldo Kartu Prakerja di Pintaria untuk belajar membuat kain tie dye. Kini, Agusta tak hanya berjualan masker di platform e-commerce, tapi juga kain tie dye yang ia akui cukup laris. Kain tie dye ia jual rata-rata seharga Rp100 ribu.
Novistiar Rustandi, CEO Pintaria mengatakan, apresiasinya kepada para peserta Prakerja yang membuka usaha kreatif di bidang fashion. “Kami senang jika kursus yang kami tawarkan bisa meningkatkan jumlah pelaku usaha kreatif di Indonesia. Pintaria memiliki kelas yang beragam bagi peserta yang ingin membuka usaha kreatif di bidang fashion, diantaranya membuat kain shibori, tie dye, dan membuat masker kain,” tutupnya.
Lihat saja dalam sebuah platform e-commerce, ketika diketik ‘tie dye set’ hampir 44 ribu item bisa dipilih. Belum lagi kata kunci serupa yang berhubungan dengan pakaian WFH, pakaian santai, atau piyama tie dye dan semacamnya.
Harpers Bazaar melansir tren tie dye masih akan terus eksis di tahun 2021 ini. Bahkan banyak desainer fashion dunia membuat koleksi tie dye untuk koleksi musim semi 2021. Sebut saja Christoper Kane, Tom Ford hingga Christian Dior.
Keunikan motif tie dye ada pada coraknya yang tidak akan sama satu sama lain, karena proses pembuatannya sangatlah bergantung pada cat dan ikatan pada kain yang melibatkan kreativitas pembuatnya.
Tren tie dye di Indonesia menarik banyak pelaku usaha kecil dan menengah. Tak terkecuali bagi Agusta. Perempuan yang sebelumnya berjualan minuman di sebuah kampus di Semarang ini tak bisa lagi melakukan kegiatannya sejak perkuliahan dilakukan secara online.
Agusta mencari cara untuk tetap mendapatkan pendapatan dengan berjualan masker melalui platform e-commerce. Seiring waktu, Agusta melihat potensi kain motif tie dye menjadi tren yang banyak dicari. “Saya ikuti apa yang sedang tren, soalnya kalau gak begitu saya gak ada pemasukan,” ujarnya.
Berbekal keinginan untuk belajar, Agusta menemukan kursus membuat tie dye yang bersertifikat di Pintaria, sebuah platform kursus online yang juga merupakan mitra Kartu Prakerja. Agusta beruntung karena dirinya bisa memenuhi syarat mendaftar sebagai penerima kartu Prakerja dan lolos di gelombang ke-14.
Ia menggunakan saldo Kartu Prakerja di Pintaria untuk belajar membuat kain tie dye. Kini, Agusta tak hanya berjualan masker di platform e-commerce, tapi juga kain tie dye yang ia akui cukup laris. Kain tie dye ia jual rata-rata seharga Rp100 ribu.
Novistiar Rustandi, CEO Pintaria mengatakan, apresiasinya kepada para peserta Prakerja yang membuka usaha kreatif di bidang fashion. “Kami senang jika kursus yang kami tawarkan bisa meningkatkan jumlah pelaku usaha kreatif di Indonesia. Pintaria memiliki kelas yang beragam bagi peserta yang ingin membuka usaha kreatif di bidang fashion, diantaranya membuat kain shibori, tie dye, dan membuat masker kain,” tutupnya.
(akr)