Revitalisasi Bulog sebagai Benteng Ketahanan Pangan Nasional

Selasa, 13 April 2021 - 10:45 WIB
loading...
A A A
Distribusi jagung dan kedelai secara nasional selama ini juga masih diserahkan pada mekanisme pasar. Artinya pemerintah tidak banyak melakukan intervensi pasar pada pasar jagung dan kedelai nasional. Hal ini berbeda dengan komoditas beras dimana Bulog bisa melakukan intervensi.

Kalau pun ada intervensi tata niaga jagung dan kedelai melalui Bulog, sifatnya ad hoc dan tidak berkelanjutan, sebagaimana pada komoditas beras. Kondisi tersebut tercermin dengan belum adanya turunan kebijakan dari Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2016 yang secara teknis mengatur dan menugaskan Bulog untuk menjaga ketersediaan pasokan dan harga komoditas jagung dan kedelai.

Selain tugas pelayanan publik, Bulog juga melaksanakan usaha-usaha lain berupa kegiatan komersial. Berdasarkan cakupan kegiatannya, Komersial terbagi menjadi 3, yaitu: Perdagangan, Unit Bisnis dan Anak Perusahaan. Meski komersial, kegiatan perdagangan komoditi oleh Bulog dilaksanakan bukan semata untuk menghasilkan laba namun juga mengemban misi mulia dalam kerangka stabilitas harga pangan pokok.

Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2016 tentang Penugasan kepada Perusahaan Umum (Perum) Bulog dalam Rangka Ketahanan Pangan Nasional di mana Bulog mengemban tugas menjaga ketersediaan pangan dan stabilisasi harga pangan pada tingkat konsumen dan produsen untuk jenis pangan pokok beras, jagung, dan kedelai.

Sedangkan merujuk UU No 18/2012 tentang Pangan, konsep ketahanan pangan di mana Bulog menjadi bagian penting dari misi tersebut terbagi dalam 3 pilar. Pertama, pilar ketersediaan berfungsi menjamin pasokan pangan untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk dari segi kualitas, kuantitas, keragaman dan keamanannya.

Kedua, pilar keterjangkauan berfungsi menjamin masyarakat memiliki akses secara fisik dan ekonomi terhadap pangan yang merata. Dan ketiga, pilar stabilitas berfungsi menjamin masyarakat mendapatkan bahan pangan kapan pun dan dimana pun.

Dari segi ketersediaan, Bulog mengutamakan produksi dalam negeri dalam hal pengadaan. Namun, apabila produksi dalam negeri tidak mencukupi maka akan dipenuhi dari produksi luar negeri (impor).

Dalam melakukan penyerapan gabah/beras hasil produksi petani Bulog tidak melakukan semaunya dan mengacu pada Permendag 24/2020, terutama pada panen raya saat harga gabah/beras cenderung jatuh akibat tingginya pasokan.
Dalam tugasnya menjaga stabilisasi harga di tingkat produsen, Bulog selama ini telah melakukan penyerapan gabah/beras produksi dalam negeri secara maksimal terutama pada daerah-daerah produsen. Menurut data, rata-rata penyerapan gabah/beras dalam lima tahun terakhir oleh Bulog sekitar 1,9 juta ton setara beras.

Kemudian dalam kurun lima tahun terakhir, realisasi pengadaan dalam negeri Bulog terbesar terjadi pada 2016 yakni sebesar 2,96 juta ton setara beras dan terendah adalah pada 2019 yakni sekitar sebesar 1,2 juta ton setara beras. Sementara terkait stok beras, pada 2018 BPS menghitung bahwa stok Bulog dapat memenuhi sekitar 8% dari total kebutuhan konsumsi beras sebesar 29,57 juta ton. Sedangkan kapasitas daya tampung Gudang Bulog mencapai 4 juta ton.

Kemudian dari sisi keterjangkauan, Bulog juga ditugaskan mengelola volume CBP (cadangan beras pemerintah) sebesar 1–1,5 juta ton yang tersebar di seluruh Indonesia, melaksanakan pemerataan stok, penyaluran Bansos Rastra (Bantuan Sosial Beras Sejahtera), Ketersediaan Pasokan dan Stabilisasi Harga (KPSH), dan Penanggulangan Bencana Alam.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1523 seconds (0.1#10.140)