Menko Airlangga: Peran RI dalam Perlindungan Lingkungan & Pembangunan Berkelanjutan Sangat Nyata
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sebagai agenda pendahuluan dari rangkaian kegiatan COP 26 Forest, Agriculture and Commodity Trade (FACT) Dialogue, pada Hari Kamis 15 April 2021, telah dilaksanakan pertemuan awal pejabat negara setingkat menteri (First Ministerial Roundtable) dari 26 negara.
Pertemuan ini bertujuan membahas dan menyetujui prinsip-prinsip umum dari kolaborasi yang akan dilakukan dalam kegiatan utama COP 26 di Glasgow, Inggris Raya (UK) pada Oktober 2021 mendatang. COP (Conference to The Parties) merupakan konferensi pengambilan keputusan tertinggi terkait konvensi kerangka perubahan iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nation Framework Convention on Climate Change - UNFCCC) dimana pada Tahun 2021 ini merupakan pertemuan yang ke - 26.
Adapun, pertemuan COP pada Oktober 2021 mendatang bertujuan tercapainya kesepakatan terkait visi dan peta jalan dari upaya pelestarian lingkungan serta mitigasi dan adaptasi dari perubahan iklim. Dalam First Ministerial Roundtable ini, pihak Indonesia dipilih sebagai Co-host oleh pihak Inggris Raya, diwakili oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang memberikan opening remarks-nya bersama Menteri Pasifik dan Lingkungan Inggris Raya Lord Zac Goldsmith of Richmond Park.
Hadir pula dalam pertemuan tersebut COP 26 President Designate UK, The Right Honourable Alok Sharma MP, wakil menteri
kehutanan dan lingkungan hidup Alue Dohong, serta para menteri, duta besar dan pejabat tinggi negara lainnya dari 26 negara. Lord Goldsmith, dalam sambutannya kepada seluruh peserta, menyampaikan perasaan senangnya karena Indonesia bersedia menjadi Co-Chair COP 26 FACT Dialog bersama dengan pihaknya.
Disampaikan Goldsmith bahwa kerja sama dan kolaborasi antara negara produsen dan konsumen sangat penting untuk dilakukan, dalam sebuah kesetaraan, untuk mencapai tujuan bersama. Dijelaskan oleh Goldsmith bahwa terdapat peluang bagi dunia untuk melakukan suatu pendekatan yang berkelanjutan antara pemanfaatan lahan dan produksi komoditas senilai tak kurang USD4,5 triliun setiap tahunnya hingga 2030, dimana pada sisi yang lain kelestarian lingkungan tetap dapat terjaga.
“Saya sangat antusias untuk mendengar aksi dari masing-masing negara peserta dalam meningkatkan market dari perdagangan yang berkelanjutan yang memberikan dukungan terhadap kehidupan sekaligus mahluk hidup di dunia, sementara pada saat yang sama melindungi alam dan lingkungan kita,” ujar Lord Goldsmith.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam sambutannya menegaskan kembali kesediaan dan kesiapan Indonesia sebagai Co-chair dari COP 26. Pemerintah Indonesia juga berkomitmen untuk mencapai Sustainable
Development Goals (SDGs) dan Paris Agreement.
Dijelaskan pula bahwa Indonesia, selalu berkomitmen dan mendukung serta turut aktif secara global dalam perlindungan alam dan keanekaragaman hayati, untuk menghentikan dampak buruk perubahan iklim dengan mengurangi tingkat emisi dan pada saat yang sama mempercepat program pengentasan kemiskinan yang juga penting untuk dilakukan.
Berbagai upaya yang dilakukan Pemerintah Indonesia dalam mewujudkan produksi dan perdagangan yang berkelanjutan juga dijelaskan diantaranya: penerapan sistem jaminan legalitas kayu dan minyak sawit berkelanjutan (ISPO), upaya mengurangi kayu illegal dan deforestasi, upaya restorasi dan rehabilitasi lahan gambut serta penetapan lahan konservasi. "Indonesia akan memimpin dengan memberikan contoh (leading by example)”, kata Menko Airlangga.
Indonesia telah mengambil langkah-langkah konkret sebagai negara pertama yang mengimplementasikan Voluntary Partnership Agreement (VPA) on Forest Law Enforcement, Governance and Trade (FLEGT) bersama Uni Eropa dan Inggris. Pada tahun 2020, Indonesia juga telah berhasil menurunkan 91,84% luas area kebakaran lahan dibandingkan tahun sebelumnya. Jika dibandingkan dengan negara-negara lain, kebakaran hutan di Indonesia pada tahun lalu adalah seluas 300.000 hektar, sementara itu di Amerika Serikat seluas 3,5 juta hektar, di Uni Eropa seluas 400.000 hektare, hutan amazon seluas 2,2 juta dan 18,6 juta hektar di Australia pada periode yang sama. Seluruh aksi-aksi ini dilakukan dalam upaya pengurangan 29% emisi di 2030 dan bahkan bukan tak mungkin dengan dukungan kerjasama Internasional diperkirakan dapat dikurangi hingga 41% emisi
di 2030.
Menko Airlangga menyampaikan perlunya kesamaan informasi, pengetahuan dan persepsi dari seluruh negara agar tindakan-tindakan yang bersifat diskriminasi terhadap upaya mewujudkan produksi dan perdagangan yang berkelanjutan harus dihilangkan.
“Kita semua tentunya sepakat bahwa isu ancaman perubahan iklim dan kelestarian lingkungan tak dapat diselesaikan tanpa kerjasama dan kolaborasi dari seluruh negara di dunia. Upaya ini tentunya dilakukan bersamaan dengan keinginan negara untuk mensejahterakan rakyatnya”, ujar Airlangga.
Setelah sesi sambutan, kegiatan dilanjutkan dengan diskusi group (group discussion) yang diikuti oleh seluruh peserta, dengan beberapa tema terpilih yaitu: (1) market and trade development, (2) dukungan untuk small holder, (3) traceability & transparency, dan (4) research, innovation and technology. Di akhir kegiatan First Ministerial Roundtable, pertemuan di oleh Wakil Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Alue Dohong.
Lihat Juga: Lewat AZEC, Indonesia akan Percepat Transisi Energi Sekaligus Dorong Pertumbuhan Ekonomi
Pertemuan ini bertujuan membahas dan menyetujui prinsip-prinsip umum dari kolaborasi yang akan dilakukan dalam kegiatan utama COP 26 di Glasgow, Inggris Raya (UK) pada Oktober 2021 mendatang. COP (Conference to The Parties) merupakan konferensi pengambilan keputusan tertinggi terkait konvensi kerangka perubahan iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nation Framework Convention on Climate Change - UNFCCC) dimana pada Tahun 2021 ini merupakan pertemuan yang ke - 26.
Adapun, pertemuan COP pada Oktober 2021 mendatang bertujuan tercapainya kesepakatan terkait visi dan peta jalan dari upaya pelestarian lingkungan serta mitigasi dan adaptasi dari perubahan iklim. Dalam First Ministerial Roundtable ini, pihak Indonesia dipilih sebagai Co-host oleh pihak Inggris Raya, diwakili oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang memberikan opening remarks-nya bersama Menteri Pasifik dan Lingkungan Inggris Raya Lord Zac Goldsmith of Richmond Park.
Hadir pula dalam pertemuan tersebut COP 26 President Designate UK, The Right Honourable Alok Sharma MP, wakil menteri
kehutanan dan lingkungan hidup Alue Dohong, serta para menteri, duta besar dan pejabat tinggi negara lainnya dari 26 negara. Lord Goldsmith, dalam sambutannya kepada seluruh peserta, menyampaikan perasaan senangnya karena Indonesia bersedia menjadi Co-Chair COP 26 FACT Dialog bersama dengan pihaknya.
Disampaikan Goldsmith bahwa kerja sama dan kolaborasi antara negara produsen dan konsumen sangat penting untuk dilakukan, dalam sebuah kesetaraan, untuk mencapai tujuan bersama. Dijelaskan oleh Goldsmith bahwa terdapat peluang bagi dunia untuk melakukan suatu pendekatan yang berkelanjutan antara pemanfaatan lahan dan produksi komoditas senilai tak kurang USD4,5 triliun setiap tahunnya hingga 2030, dimana pada sisi yang lain kelestarian lingkungan tetap dapat terjaga.
“Saya sangat antusias untuk mendengar aksi dari masing-masing negara peserta dalam meningkatkan market dari perdagangan yang berkelanjutan yang memberikan dukungan terhadap kehidupan sekaligus mahluk hidup di dunia, sementara pada saat yang sama melindungi alam dan lingkungan kita,” ujar Lord Goldsmith.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam sambutannya menegaskan kembali kesediaan dan kesiapan Indonesia sebagai Co-chair dari COP 26. Pemerintah Indonesia juga berkomitmen untuk mencapai Sustainable
Development Goals (SDGs) dan Paris Agreement.
Dijelaskan pula bahwa Indonesia, selalu berkomitmen dan mendukung serta turut aktif secara global dalam perlindungan alam dan keanekaragaman hayati, untuk menghentikan dampak buruk perubahan iklim dengan mengurangi tingkat emisi dan pada saat yang sama mempercepat program pengentasan kemiskinan yang juga penting untuk dilakukan.
Berbagai upaya yang dilakukan Pemerintah Indonesia dalam mewujudkan produksi dan perdagangan yang berkelanjutan juga dijelaskan diantaranya: penerapan sistem jaminan legalitas kayu dan minyak sawit berkelanjutan (ISPO), upaya mengurangi kayu illegal dan deforestasi, upaya restorasi dan rehabilitasi lahan gambut serta penetapan lahan konservasi. "Indonesia akan memimpin dengan memberikan contoh (leading by example)”, kata Menko Airlangga.
Indonesia telah mengambil langkah-langkah konkret sebagai negara pertama yang mengimplementasikan Voluntary Partnership Agreement (VPA) on Forest Law Enforcement, Governance and Trade (FLEGT) bersama Uni Eropa dan Inggris. Pada tahun 2020, Indonesia juga telah berhasil menurunkan 91,84% luas area kebakaran lahan dibandingkan tahun sebelumnya. Jika dibandingkan dengan negara-negara lain, kebakaran hutan di Indonesia pada tahun lalu adalah seluas 300.000 hektar, sementara itu di Amerika Serikat seluas 3,5 juta hektar, di Uni Eropa seluas 400.000 hektare, hutan amazon seluas 2,2 juta dan 18,6 juta hektar di Australia pada periode yang sama. Seluruh aksi-aksi ini dilakukan dalam upaya pengurangan 29% emisi di 2030 dan bahkan bukan tak mungkin dengan dukungan kerjasama Internasional diperkirakan dapat dikurangi hingga 41% emisi
di 2030.
Menko Airlangga menyampaikan perlunya kesamaan informasi, pengetahuan dan persepsi dari seluruh negara agar tindakan-tindakan yang bersifat diskriminasi terhadap upaya mewujudkan produksi dan perdagangan yang berkelanjutan harus dihilangkan.
“Kita semua tentunya sepakat bahwa isu ancaman perubahan iklim dan kelestarian lingkungan tak dapat diselesaikan tanpa kerjasama dan kolaborasi dari seluruh negara di dunia. Upaya ini tentunya dilakukan bersamaan dengan keinginan negara untuk mensejahterakan rakyatnya”, ujar Airlangga.
Setelah sesi sambutan, kegiatan dilanjutkan dengan diskusi group (group discussion) yang diikuti oleh seluruh peserta, dengan beberapa tema terpilih yaitu: (1) market and trade development, (2) dukungan untuk small holder, (3) traceability & transparency, dan (4) research, innovation and technology. Di akhir kegiatan First Ministerial Roundtable, pertemuan di oleh Wakil Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Alue Dohong.
Lihat Juga: Lewat AZEC, Indonesia akan Percepat Transisi Energi Sekaligus Dorong Pertumbuhan Ekonomi
(nng)