Menteri Nadiem Sebut Ada Gap antara Permintaan Industri dengan Keterampilan Lulusan

Jum'at, 30 April 2021 - 07:30 WIB
loading...
Menteri Nadiem Sebut...
Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Makarim mengatakan Indonesia tidak hanya menjadi konsumen teknologi dan memahami cara menjalankan sebuah teknologi, namun juga perlu menjadi produsen teknologi . Dengan menjadi produsen teknologi maka akan berdampak pada perekonomian nasional.

Adanya kemampuan tersebut memungkinkan tidak hanya menciptakan platform yang akan digunakan di internal kementerian, namun juga mengubah filosofi cara kementerian mengeksekusi satu program. Dengan berbasiskan data, kementerian bisa menggunakan informasi yang ada untuk menentukan kebijakan pendidikan secara lebih dinamis sehingga bisa berkontribusi ke sektor industri.

Hal itu sampaikan Naiem dalam sesi Fireside Chat dengan Ilham Habibie, Co-Founder Orbit Future Academy di acara Indonesia Education Forum menggelar 2nd Annual Indonesia Education Forum 2021 dengan tema “TRANSFORMING EDUCATION: Fostering Creativity & Critical Thinking”.

Baca juga:Rehabilitasi Mangrove, BRGM Libatkan Nelayan dan Masyarakat Pesisir

"Menurut pemikiran saya, teknologi memainkan peranan pivotal dan membuktikan bahwa kita bisa mengukur banyak hal tanpa perlu menstandardisasinya. Saya rasa ini merupakan hal yang sangat kuat dalam mentransformasi apa yang terjadi di dalam kelas sepanjang waktu,” kata Nadiem dalam keterangan tertulisnya, Kamis (29/4/2021).

Selain itu, perlunya membangun talenta yang memiliki critical thinking mengingat besarnya gap antara permintaan industri dengan keterampilan yang dimiliki lulusan Indonesia saat ini. Sistem pendidikan Indonesia juga perlu menghasilkan lulusan yang bisa menjadi pengusaha mikro, mengingat Indonesia memiliki begitu banyak angkatan kerja yang belum siap pakai.

Sayangnya, di sistem pendidikan calon angkatan kerja tidak terbiasa atau tidak pernah memiliki simulasi terkait dunia kerja sesungguhnya.

“Mahasiswa atau pelajar kita tidak memiliki gambaran terkait kehidupan di lingkungan kantor karena di kampus atau sekolah, tidak pernah ada simulasi terkait seperti apa lingkungan kerja sesungguhnya,” tambah Nadiem.

Menteri Nadiem juga mengemukakan bahwa pihaknya ingin menerapkan kurikulum permainan dalam waktu dekat. Pendekatan berbasis permainan, proyek, builder ataupun maker dimaksudkan agar talenta memiliki pemikiran berbasis engineer.

“Setiap orang perlu memiliki engineering mindset, apakah dia penyanyi, aktris, filsuf, musisi, siapa pun. Anda perlu memiliki engineering mindset untuk menyikapi masalah dalam hidup Anda, atau menata karir dan untuk mengatasi masalah-masalah baru yang akan terus hadir dalam hidup,” kata Nadiem.

Baca juga:Syahganda Nainggolan Divonis 10 Bulan Penjara

Sementara itu, Gunawan Susanto selaku Country General Manager, AWS Indonesia mengatakan bahwa dalam 12 bulan terakhir, banyak pelaku usaha tidak hanya start-up tapi juga perusahaan tradisional dipaksa beralih ke digital. Ini menggambarkan adanya gap skill yang dihadapi para pelaku usaha tersebut. Salah satu gap skill terbesar adalah cloud computing.

AWS melalui program pendidikannya yang dipersonalisasi untuk Indonesia akan membantu pemerintah dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengatasi skill gap di bidang cloud computing.

“Salah satu program kami yang sudah berjalan adalah AWS Educate Academy dan sertifikasi untuk siswa K-12 ataupun pelajar berumur 14 tahun ke atas. Kami juga banyak bekerja sama dengan berbagai stakeholder termasuk Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Ketenagakerjaan, dan Kementerian Komunikasi dan Informatika,” kata Gunawan.
(uka)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1367 seconds (0.1#10.140)