Green Surfactant Petrokimia Gresik Jadi Incaran Industri Migas
loading...
A
A
A
JAKARTA - Petrokimia Gresik , perusahaan solusi agroindustri anggota holding Pupuk Indonesia melakukan penjualan perdana green surfactant sebanyak 7.000 liter kepada KSO Pertamina EP-Samudra Energy BWP Meruap di Sarolangun, Jambi, Selasa (4/5/2021).
Direktur Utama Petrokimia Gresik Dwi Satriyo Annurogo menjelaskan bahwa green surfactant produksi Petrokimia Gresik bekerja sama dengan Surfactant and Bioenergy Research Center (SBRC) Institut Pertanian Bogor (IPB) ini merupakan satu-satunya produk surfaktan dalam negeri.
(Baca juga:Petrokimia Gresik Dampingi Petani dari Hulu sampai Hilir)
Surfaktan merupakan molekul yang memiliki gugus hidrofilik (suka air) dan lipofilik (suka minyak/lemak) sehingga dapat menyatukan campuran yang terdiri dari air dan minyak. Selain digunakan untuk bidang farmasi dan industri pembersih seperti detergen, surfaktan juga digunakan untuk keperluan eksplorasi minyak bumi dengan metode Improved Oil Recovery (IOR) dan Enhanced Oil Recovery (EOR).
“Green surfactant merupakan terobosan penting yang dapat mendukung industri minyak dan gas (migas) di tanah air agar semakin efisien dan ramah lingkungan,” ujar Dwi Satriyo dalam keterangan tertulisnya.
(Baca juga:Perangi Covid-19, Petrokimia Gresik Borong GeNose C19)
Secara teknis, surfaktan akan diinjeksikan ke dalam bumi. Minyak bumi yang masih menempel di bebatuan akan terlepas dan lebih mudah disedot dengan pompa. Sehingga surfaktan ini mampu meningkatkan produktivitas sumur minyak bumi, bahkan mampu mengeluarkan minyak mentah dari lapangan atau sumur minyak tua yang sudah tidak berproduksi lagi.
“Pengeboran minyak suatu saat akan turun produktivitasnya, meskipun cadangan yang ada di dalam sumur masih banyak. Ini terjadi karena minyak menempel pada bebatuan atau lainnya. Dengan menggunakan green surfactant akan ada biliunan barel minyak yang awalnya ditinggal karena susah disedot sekarang bisa dioptamilasisasi,” ujarnya.
(Baca juga:Dukung Riset, Petrokimia Gresik Gunakan 10 Unit GeNose UGM)
Green surfactant akan menggantikan penggunaan surfaktan berbasis hydrocarbon yang umum digunakan industri migas di Indonesia. Di mana surfaktan berbasis hydrocarbon ini harus diimpor dari luar negeri dengan harga yang lebih mahal dan fluktuatif karena dipengaruhi harga crude oil dunia.
Direktur Utama Petrokimia Gresik Dwi Satriyo Annurogo menjelaskan bahwa green surfactant produksi Petrokimia Gresik bekerja sama dengan Surfactant and Bioenergy Research Center (SBRC) Institut Pertanian Bogor (IPB) ini merupakan satu-satunya produk surfaktan dalam negeri.
(Baca juga:Petrokimia Gresik Dampingi Petani dari Hulu sampai Hilir)
Surfaktan merupakan molekul yang memiliki gugus hidrofilik (suka air) dan lipofilik (suka minyak/lemak) sehingga dapat menyatukan campuran yang terdiri dari air dan minyak. Selain digunakan untuk bidang farmasi dan industri pembersih seperti detergen, surfaktan juga digunakan untuk keperluan eksplorasi minyak bumi dengan metode Improved Oil Recovery (IOR) dan Enhanced Oil Recovery (EOR).
“Green surfactant merupakan terobosan penting yang dapat mendukung industri minyak dan gas (migas) di tanah air agar semakin efisien dan ramah lingkungan,” ujar Dwi Satriyo dalam keterangan tertulisnya.
(Baca juga:Perangi Covid-19, Petrokimia Gresik Borong GeNose C19)
Secara teknis, surfaktan akan diinjeksikan ke dalam bumi. Minyak bumi yang masih menempel di bebatuan akan terlepas dan lebih mudah disedot dengan pompa. Sehingga surfaktan ini mampu meningkatkan produktivitas sumur minyak bumi, bahkan mampu mengeluarkan minyak mentah dari lapangan atau sumur minyak tua yang sudah tidak berproduksi lagi.
“Pengeboran minyak suatu saat akan turun produktivitasnya, meskipun cadangan yang ada di dalam sumur masih banyak. Ini terjadi karena minyak menempel pada bebatuan atau lainnya. Dengan menggunakan green surfactant akan ada biliunan barel minyak yang awalnya ditinggal karena susah disedot sekarang bisa dioptamilasisasi,” ujarnya.
(Baca juga:Dukung Riset, Petrokimia Gresik Gunakan 10 Unit GeNose UGM)
Green surfactant akan menggantikan penggunaan surfaktan berbasis hydrocarbon yang umum digunakan industri migas di Indonesia. Di mana surfaktan berbasis hydrocarbon ini harus diimpor dari luar negeri dengan harga yang lebih mahal dan fluktuatif karena dipengaruhi harga crude oil dunia.