Dikepung Pandemi, Industri Reksa Dana Tetap Sakti

Selasa, 11 Mei 2021 - 12:14 WIB
loading...
A A A
Di tahun 2016, jumlah pemegang akun reksa dana tidak sampai 450.000 nasabah. Saat itu memang marketplace reksa dana online memang baru mulai, dan belum running. Sementara di akhir Desember 2020 kemarin jumlah investor reksa dana itu sebanyak 3,1 juta.

"Kita lihat tentu kontribusi terbesar berasal dari Agen Penjual Efek Reksa Dana (APERD) Online, yang menjual reksa dana dengan lisensi OJK,” ujar Rini kepada MNC Portal di Jakarta, baru-baru ini.

Pertumbuhan investor reksa dana yang tumbuh signifikan juga dialami oleh Bibit sebuah startup aplikasi investasi reksa dana. CEO Bibit Sigit Kouwagam mengatakan, dalam dua tahun terakhir investor reksa dana di Bibit meningkat signifikan, bahkan kini bisa menjadi market leader. “Hal ini dikarenakan selain faktor bisnis model yang unik, kemunculan Bibit waktunya tepat sekali,” jelas Sigit.

Menurut dia, ada tiga alasan mengenai perihal timing ini. Pertama, Bibit muncul di saat disrupsi digital berlangsung begitu massif di semua sektor, termasuk industri jasa keuangan. Disrupsi memaksa pelaku bisnis untuk cepat beradaptasi agar tetap relevan dengan kebutuhan konsumen. Di sisi lain, konsumen semakin terbiasa dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari hari menggunakan teknologi. Termasuk kebutuhan berinvestasi.

“Puncaknya adalah saat pandemi Covid-19 sejak akhir 2019. Kebijakan social distancing, pemberlakuan protokoler kesehatan secara ketat, untuk memutus mata rantai penyebaran virus, telah mengakselerasi penggunaan teknologi digital secara lebih massif lagi,” paparnya.

Selain itu, lanjut dia, pandemi juga mengubah behaviour para milenial. Generasi suka plesiran ini memiliki ekses likuiditas karena mereka mengurangi kebiasaan traveling. Dana berlebih ini mereka gunakan sebagian untuk berinvestasi.

“Bibit menjadi pilihan utama karena kami membantu mereka untuk berinvestasi secara benar dan terjangkau. Hanya dengan Rp10.000, pengguna bisa beli reksadana. Saat ini, sebanyak 91% pengguna Bibit adalah generasi milenial,” tegas Sigit.

Alasan kedua, lanjut Sigit, suku bunga saat ini sangat rendah yang membuat deposito menjadi kurang menarik. Hal ini membuat reksa dana menjadi pilihan yang relatif aman. Ketiga, faktor regulator yang mengizinkan e-kyc. Menurut Sigit ini adalah faktor yang sangat signifikan dan menentukan eksistensi Bibit. Pasalnya, sebelumnya KYC dilakukan secara tatap muka, datang ke konter bank. “Begitu regulator mengizinkan e-kyc, dalam enam bulan, kita sudah mencover 450 kota dari total 520 kota di Indonesia,” tuturnya.

Sigit mengungkapkan, yang menjadi kelebihan dari Bibit yang disukai investor adalah pihaknya merancang teknologi, platform investasi, dan bisnis model yang memampukan investor pemula, tanpa pengetahuan yang cukup di capital market, bisa berinvestasi secara benar. Namun tetap memperhatikan tiga hal utama yakni risk tolerance, kondisi keuangan dan tujuan investasi.

Menurut Sigit, Bibit memiliki fitur sangat personal, bisa dicustomized sesuai karakter masing masing individu. Untuk pengukuran risiko, ada fitur Robo Advisor. Fungsi utamanya membantu pengguna untuk memahami batas toleransi atau risk profile. “Dengan fitur ini akan terlihat investor ini tipenya seperti apa moderat atau agresif,” kata Sigit.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0693 seconds (0.1#10.140)