Dari Desa Membangun Ekonomi Indonesia

Selasa, 25 Mei 2021 - 06:32 WIB
loading...
Dari Desa Membangun Ekonomi Indonesia
Mendes PDTT Abdul Halim Iskandar. Foto/Yulianto/SINDONews
A A A
JAKARTA- Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) saat ini sedang menggenjot pemutakhiran data kependudukan, mulai dari jumlah warga, kesehatan, pendidikan, hingga kondisi ekonomi. Mendes PDTT Abdul Halim Iskandar mengatakan dengan data yang update dan valid, pemerintah daerah dan pusat, akan mudah dalam merancang kebijakan, program pembangunan, dan intervensi dalam menyelesaikan berbagai masalah.

Data yang dikumpulkan dari desa dianggap lebih detail dibandingkan yang selama dimiliki berbagai lembaga. “Tentu ini akan menjadi sumber utama dalam pengambilan kebijakan oleh semua kementerian, termasuk kementerian sosial. Mau enggak mau, dia harus mengambil dari sini karena desa lebih tahu daripada, mohon maaf, orang kecamatan, apalagi orang kabupaten, apalagi pusat,” ujar Gus Menteri, sapaan akrabnya, kepada KORAN SINDO, pekan lalu.

Baca juga:Berdayakan Masyarakat Desa, Kemnaker dan Kemendes Jalin Kerja Sama dengan UINSA

Berikut petikan wawancara KORAN SINDO dengan pria periah gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).

Apa kekuatan desa, sehingga Anda yakin desa bisa membantu pemerintah memulihkan ekonomi nasional?
Pak Presiden memiliki visi untuk membangun dari pinggiran telah melalui tela’ah panjang tentang posisi strategis desa untuk pembangunan, utamanya ekonomi dan sosial. Karena enggak ada pilihan kalau tidak dari desa. Bayangkan, seandainya desa-desa tidak diproteksi sedemikian rupa oleh mereka (masyarakat) terkait akar budaya.

Apa yang diproteksi?
Ada upaya menghidupkan tradisi-tradisi baik yang masih memberikan kontribusi pembangunan ekonomi dan SDM. Dengan kondisi medsos yang kayak gini, pertahanan kita tinggal di desa. Makanya, di SDGs desa, sebagai arah pembangunan desa itu ada tambahan goals ke 18. Kalau SDGs 17 itu tujuan pembangunan.

Apa tambahannya?
Kita memasukkan kelembagaan desa yang dinamis dan budaya desa yang adaptif. Saya selalu menekankan jangan sekali-sekali bangun desa tidak bertumpu pada akar budaya. Cuma harus adaptif. Artinya, tetap menerima perubahan-perubahan. Tidak kemudian antimedsos. Malah kita harus memanfaatkan secara positif penggunaan TI.

Apa untungnya digitalisasi desa?
Kita punya desa digital. Perjalanan ini menuju ke pengelolaan atau manajemen desa dengan digitalisasi penuh, termasuk didalamnya penggunaan dana desa. Selalu saya sebut dengan cashless. Kalau dana desa dikelola dengan cashless pasti saya jamin kepala desa selamat karena jejak duitnya jelas (untuk) belanja barang.

Skala desa itu kecil, bagaimana bisa diandalkan dalam pembangunan?
Kalau mengelola pembangunan di level mikro itu lebih sederhana, datanya lebih sederhana. Datanya mikro, misalnya yang sekarang kita lakukan pemutakhiran data berbasis SDGs desa. Berapa sih warga miskin, (berapa) di bawah garis kemiskinan dan di atas. Ini harus by name, by address, dan Nik. Tentu ini akan menjadi sumber utama dalam pengambilan kebijakan oleh semua kementerian, termasuk sosial.

Apa bedanya dengan data dari pemerintah daerah (pemda), kementerian, atau lembaga lainnya?
Desa lebih tahu daripada, mohon maaf, orang kecamatan apalagi orang kabupaten dan pusat. Itulah kenapa data kita tidak pernah selesai karena tidak diambil dari induknya. Induknya siapa? Pemilik data ya desa
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2620 seconds (0.1#10.140)