Bank Indonesia Diprediksi Tahan Suku Bunga di Level 3,5%
loading...
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) akan mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada siang ini. Diperkirakan, Bank Sentral akan kembali mempertahankan suku bunganya di level 3,5% pada bulan ini.
Ekonom Bank Permata, Josua Pardede mengatakan, kebijakan tersebut sejalan dengan pertimbangan BI dalam menjaga stabilitas nilai tukar di tengah meningkatnya risiko di pasar keuangan global dalam jangka pendek-menengah.
Diantaranya seperti potensi tapering off program pembelian obligasi Amerika Serikat (AS) oleh Fed sesuai dengan notulensi FOMC April lalu. Meskipun, Fed masih mengonfirmasi bahwa akan tetap mempertahankan suku bunga acuan di level mendekati 0% saat ini.
"Selain itu, dari dalam negeri, terdapat potensi peningkatan inflasi apabila pemerintah menyesuaikan tarif listrik pada kuartal III/2021 meskipun ekspektasi inflasi akan tetap sesuai dengan target inflasi BI," kata Josua saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Selasa (25/5/2021).
Sementara dari kondisi keseimbangan eksternal menunjukkan bahwa neraca transaksi berjalan kembali tercatat defisit setelah sebelumnya tercatat surplus pada kuartal III dan IV tahun 2020. "Pada kuartal I/2021, transaksi berjalan kembali tercatat defisit sebesar USD997 juta atau setara dengan 0,4% PDB Indonesia," ungkapnya.
Dia menambahkan, meningkatnya defisitnya transaksi berjalan mengindikasikan bahwa terdapat potensi permintaan valas untuk pembayaran impor sejalan dengan kembalinya aktivitas ekonomi, di mana impor cenderung bertumbuh.
"Oleh karena itu, berdasarkan risiko dari nilai tukar, inflasi domestik dan keseimbangan eksternal, BI diperkirakan masih akan menjaga tingkat suku bunganya pada RDG mendatang," bebernya.
Di sisi lain, untuk mendukung upaya pemulihan ekonomi Indonesia, BI masih akan mengandalkan kebijakan quantitative easing untuk menjaga ketersediaan likuiditas kepada perbankan agar perbankan lebih agresif dalam menyalurkan kreditnya merespon pemulihan ekonomi, baik investasi dan konsumsi masyarakat.
Ekonom Bank Permata, Josua Pardede mengatakan, kebijakan tersebut sejalan dengan pertimbangan BI dalam menjaga stabilitas nilai tukar di tengah meningkatnya risiko di pasar keuangan global dalam jangka pendek-menengah.
Diantaranya seperti potensi tapering off program pembelian obligasi Amerika Serikat (AS) oleh Fed sesuai dengan notulensi FOMC April lalu. Meskipun, Fed masih mengonfirmasi bahwa akan tetap mempertahankan suku bunga acuan di level mendekati 0% saat ini.
"Selain itu, dari dalam negeri, terdapat potensi peningkatan inflasi apabila pemerintah menyesuaikan tarif listrik pada kuartal III/2021 meskipun ekspektasi inflasi akan tetap sesuai dengan target inflasi BI," kata Josua saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Selasa (25/5/2021).
Sementara dari kondisi keseimbangan eksternal menunjukkan bahwa neraca transaksi berjalan kembali tercatat defisit setelah sebelumnya tercatat surplus pada kuartal III dan IV tahun 2020. "Pada kuartal I/2021, transaksi berjalan kembali tercatat defisit sebesar USD997 juta atau setara dengan 0,4% PDB Indonesia," ungkapnya.
Dia menambahkan, meningkatnya defisitnya transaksi berjalan mengindikasikan bahwa terdapat potensi permintaan valas untuk pembayaran impor sejalan dengan kembalinya aktivitas ekonomi, di mana impor cenderung bertumbuh.
"Oleh karena itu, berdasarkan risiko dari nilai tukar, inflasi domestik dan keseimbangan eksternal, BI diperkirakan masih akan menjaga tingkat suku bunganya pada RDG mendatang," bebernya.
Di sisi lain, untuk mendukung upaya pemulihan ekonomi Indonesia, BI masih akan mengandalkan kebijakan quantitative easing untuk menjaga ketersediaan likuiditas kepada perbankan agar perbankan lebih agresif dalam menyalurkan kreditnya merespon pemulihan ekonomi, baik investasi dan konsumsi masyarakat.
(ind)