Beli Klub Bola, Raffi Ahmad Cs Diingatkan Siap Hadapi Hukum Alam
loading...
A
A
A
Pengamat sepakbola Weshley Hutagalung menyambut hangat keterlibatan anak-anak muda yang masuk menjadi investor atau pemilik klub-klub sepakbola tanah air. Menurut dia, keterlibatan anak-anak muda itu mungkin saja bisa membawa gaya baru dan perubahan dalam cara pengelolaan sepakbola di Indonesia.
Di sisi lain, jika fenomena keterlibatan anak-anak muda itu dikomparasikan dengan negara-negara tentu agak susah, misalnya dikomparasikan dengan Thailand. Musababnya, kata Weshley, selama orang Indonesia maupun pemilik-pemilik klub sepakbola di tanah air tidak memahami secara utuh posisi dan nilai sepakbola, maka makna dan tujuan sepakbola sesungguhnya tidak tercapai.
"Saya berkali-kali katakan begini, selama kita tidak tahu posisi sepakbola dalam kehidupan kita berbangsa, dan bernegara, selama itu pula sepakbola diartikan berbeda oleh orang-orang yang punya kepentingan. Karena bagi orang yang punya kepentingan, belum tentu sepakbola itu menjadi tujuan dan malah jadi alat. Apakah sepakbola itu untuk menuju tujuan dan meraih prestasi atau ada strategi yang lain? Ini yang enggak enak di negara kita," tegas Weshley saat dihubungi KORAN SINDO, di Jakarta, Kamis (10/6) sore.
Mantan pemimpin redaksi Tabloid Bola ini membeberkan, di negara-negara lain sepakbola bertujuan di antaranya untuk mendulang prestasi dan hiburan bagi masyarakat. Ketika prestasi menjadi tujuan, tutur Weshley, maka ada banyak aspek diperhatikan dan berbagai strategi disusun. Mulai dari sekolah sepakbola berjenjang, kurikulum, standarisasi, hingga peningkatan kualitas para pemain. Menurut Weshley, kalau bicara bernegara misalnya maka negara memiliki garis besar haluan negaranya sangat jelas hingga tingkat daerah.
"Nah, sepakbola kita belum dapat memainkan peranan itu. Kalau pun nanti sudah ada, kembali lagi para pemilik klub ini dalam mengelolanya apakah melihat itu atau nggak. Atau para pemilik klub termasuk anak-anak muda yang jadi investor itu hanya menjadikan sepakbola ini sebagai bisnis sampingan, atau hanya ikut trending demi konten," bebernya.
Weshley berpandangan, saat ini ada tudingan banyak orang bahwa masuknya anak-anak muda seleb media sosial yang menjadi investor/pemilik klub sepakbola adalah demi konten. Meski demikian Weshley mengaku tidak menuduh seperti itu. Bagi dia, tidak ada yang salah anak-anak muda seleb media sosial menjadi investor/pemilik klub sepakbola. Apalagi irisannya nanti juga berkaitan erat dengan gaji maupun kualitas pemain.
"Selama mereka bisa menggaji pemain dengan baik dibandingkan dengan klub lain yang tidak peduli dengan konten tapi tidak bisa menggaji pemain, pilih mana? Kan banyak kehidupan orang juga tergantung sama mereka," paparnya.
Di sisi lain, jika fenomena keterlibatan anak-anak muda itu dikomparasikan dengan negara-negara tentu agak susah, misalnya dikomparasikan dengan Thailand. Musababnya, kata Weshley, selama orang Indonesia maupun pemilik-pemilik klub sepakbola di tanah air tidak memahami secara utuh posisi dan nilai sepakbola, maka makna dan tujuan sepakbola sesungguhnya tidak tercapai.
Baca Juga
"Saya berkali-kali katakan begini, selama kita tidak tahu posisi sepakbola dalam kehidupan kita berbangsa, dan bernegara, selama itu pula sepakbola diartikan berbeda oleh orang-orang yang punya kepentingan. Karena bagi orang yang punya kepentingan, belum tentu sepakbola itu menjadi tujuan dan malah jadi alat. Apakah sepakbola itu untuk menuju tujuan dan meraih prestasi atau ada strategi yang lain? Ini yang enggak enak di negara kita," tegas Weshley saat dihubungi KORAN SINDO, di Jakarta, Kamis (10/6) sore.
Mantan pemimpin redaksi Tabloid Bola ini membeberkan, di negara-negara lain sepakbola bertujuan di antaranya untuk mendulang prestasi dan hiburan bagi masyarakat. Ketika prestasi menjadi tujuan, tutur Weshley, maka ada banyak aspek diperhatikan dan berbagai strategi disusun. Mulai dari sekolah sepakbola berjenjang, kurikulum, standarisasi, hingga peningkatan kualitas para pemain. Menurut Weshley, kalau bicara bernegara misalnya maka negara memiliki garis besar haluan negaranya sangat jelas hingga tingkat daerah.
"Nah, sepakbola kita belum dapat memainkan peranan itu. Kalau pun nanti sudah ada, kembali lagi para pemilik klub ini dalam mengelolanya apakah melihat itu atau nggak. Atau para pemilik klub termasuk anak-anak muda yang jadi investor itu hanya menjadikan sepakbola ini sebagai bisnis sampingan, atau hanya ikut trending demi konten," bebernya.
Weshley berpandangan, saat ini ada tudingan banyak orang bahwa masuknya anak-anak muda seleb media sosial yang menjadi investor/pemilik klub sepakbola adalah demi konten. Meski demikian Weshley mengaku tidak menuduh seperti itu. Bagi dia, tidak ada yang salah anak-anak muda seleb media sosial menjadi investor/pemilik klub sepakbola. Apalagi irisannya nanti juga berkaitan erat dengan gaji maupun kualitas pemain.
"Selama mereka bisa menggaji pemain dengan baik dibandingkan dengan klub lain yang tidak peduli dengan konten tapi tidak bisa menggaji pemain, pilih mana? Kan banyak kehidupan orang juga tergantung sama mereka," paparnya.
(ynt)