Aset Kripto Bakal Kena PPh Final, Mendag dan Menkeu Rundingan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengusulkan agar investasi aset digital atau mata uang kripto di Indonesia dikenakan Pajak Penghasilan Final (PPh Final).
Saat ini Bappebti dan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah membahas skema pajak yang dikenakan dengan tarif dan dasar pengenaan pajak tertentu atas penghasilan yang diterima atau diperoleh selama tahun berjalan untuk aset digital.
Kepala Bappebti, Indrasari Wisnu Wardhana menyebut, pengenaan pajak bermaksud untuk menggairahkan masyarakat saat melakukan investasi. Saat ini, pajak mata uang kripto masih berupa PPh Badan Pasal 22.
"Sekarang masih PPh Badan Pasal 22. Kita mau usulkan ini, kita lagi bicara dengan Kemenkeu soal pajak, sehingga nanti diharapkan lebih menggairahkan masyarakat. Kita masih diskusi di Dirjen Pajak Kemenkeu," ujarnya dalam diskusi virtual, Kamis (17/6/2021).
Dalam hitungan Bappebti, jika bisnis kripto tidak dikenakan PPh Final dikhawatirkan pelanggan akan memilih pasar digital luar negeri. Jika itu terjadi, pelanggan dinilai akan berburu dolar Amerika Serikat (AS) dan akan mempengaruhi nilai tukar Rupiah (Rp).
Oleh karena itu, pengenaan pajak merupakan upaya insentif yang diberikan pemerintah untuk memperkuat posisi rupiah terhadap dolar. "Harapannya pajak tetap menjadi insentif karena kalau nggak para pelanggan akan lari keluar, sudah begitu Rp300 triliun bagaimana kalau itu lari keluar, berapa banyak dolar AS yang harus dibeli dan gimana pengaruh nilai tukar rupiah," bebernya.
Untuk besaran PPh Final, Bappebti bersama DJP Kemenkeu masih membahasnya. "Besaran masih bicara, caranya agar ekosistem tumbuh dengan baik agar masyarakat juga nggak perlu nyari keluar negeri, cukup dengan pedagang-pedagang di dalam negeri," tuturnya.
Saat ini Bappebti dan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah membahas skema pajak yang dikenakan dengan tarif dan dasar pengenaan pajak tertentu atas penghasilan yang diterima atau diperoleh selama tahun berjalan untuk aset digital.
Kepala Bappebti, Indrasari Wisnu Wardhana menyebut, pengenaan pajak bermaksud untuk menggairahkan masyarakat saat melakukan investasi. Saat ini, pajak mata uang kripto masih berupa PPh Badan Pasal 22.
"Sekarang masih PPh Badan Pasal 22. Kita mau usulkan ini, kita lagi bicara dengan Kemenkeu soal pajak, sehingga nanti diharapkan lebih menggairahkan masyarakat. Kita masih diskusi di Dirjen Pajak Kemenkeu," ujarnya dalam diskusi virtual, Kamis (17/6/2021).
Dalam hitungan Bappebti, jika bisnis kripto tidak dikenakan PPh Final dikhawatirkan pelanggan akan memilih pasar digital luar negeri. Jika itu terjadi, pelanggan dinilai akan berburu dolar Amerika Serikat (AS) dan akan mempengaruhi nilai tukar Rupiah (Rp).
Oleh karena itu, pengenaan pajak merupakan upaya insentif yang diberikan pemerintah untuk memperkuat posisi rupiah terhadap dolar. "Harapannya pajak tetap menjadi insentif karena kalau nggak para pelanggan akan lari keluar, sudah begitu Rp300 triliun bagaimana kalau itu lari keluar, berapa banyak dolar AS yang harus dibeli dan gimana pengaruh nilai tukar rupiah," bebernya.
Untuk besaran PPh Final, Bappebti bersama DJP Kemenkeu masih membahasnya. "Besaran masih bicara, caranya agar ekosistem tumbuh dengan baik agar masyarakat juga nggak perlu nyari keluar negeri, cukup dengan pedagang-pedagang di dalam negeri," tuturnya.
(ind)