Kalah Dari Negara Non Muslim, Wapres Ungkap Upaya Dorong Ekonomi Syariah RI
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wakil Presiden (Wapres) Maruf Amin mengatakan bahwa Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan ekonomi dan keuangan syariah. Mulai dari sisi supply Indonesia mempunyai sumber daya untuk pengembangan ekonomi syariah.
“Sementara dari sisi demand kita adalah pasar potensial terhadap ekonomi syariah baik di sektor keuangan, produk dan makanan halal, fesyen Muslim, Dana Sosial Islam, usaha atau bisnis syariah, dan sebagainya,” ungkapnya, Minggu (4/7/2021).
Namun begitu dia mengatakan bahwa Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan negara lain, bahkan dengan negara-negara non muslim sekalipun. “Namun harus diakui bahwa kita masih tertinggal dalam hal ini, tidak hanya dari negara-negara Muslim tapi juga dari negara non Muslim, seperti Thailand dan Brazil dalam ekspor produk halal, serta Inggris yang lebih maju dalam pengembangan keuangan syariah,” ujarnya.
Dia mengatakan pemerintah berkeinginan mempercepat peran dan kontribusi ekonomi dan keuangan syariah di dalam perekonomian nasional melalui empat fokus.
Diantaranya pengembangan industri produk halal, pengembangan industri keuangan syariah, pengembangan dana sosial syariah, dan pengembangan dan perluasan kegiatan usaha syariah. “Melalui empat fokus ini diharapkan ekonomi dan keuangan syariah akan semakin maju,” ucapnya.
Lebih lanjut Maruf menyebutkan bahwa pemerintah dalam satu tahun ini telah melakukan beberapalangkah nyata untuk membangkitkan ekonomi dan keuangan syariah. Salah satunya pengembangan aspek kelembagaan dengan memperluas lingkup kerja KNKS menjadi KNEKS.
Kemudian dengan menggabungkan tiga bank Syariah milik pemerintah (BUMN), yakni Bank Syariah Mandiri (BSM), Bank BNI Syariah (BNIS), dan Bank BRI Syariah (BRIS) menjadi Bank Syariah Indonesia (BSI). Melalui penggabungan ini, diharapkan menjadi lokomotif sektor keuangan syariah di tanah air.
Lalu pada bidang pembiayaan, berbagai instrumen keuangan syariah juga telah diupayakan oleh pemerintah. Salah satunya adalah peluncuran surat berharga syariah atau sukuk, pengembangan filantropi Islam melalui Gerakan Nasional Wakaf Uang dan Cash Waqf Linked Sukuk (CWLS), dan hadirnya sejumlah aplikasi serta kanal-kanal keuangan syariah secara digital di marketplace.
Sementara di sektor riil, pemerintah juga terus berupaya mengembangkan rantai nilai produk halal atau halal value chain. Diantaranya dengan mendirikan Kawasan Industri Halal (KIH).
“Saat ini telah ditetapkan tiga KIH yaitu Modern Cikande Industrial Estate di Serang (Banten), Safe n Lock Halal Industrial Park di Sidoarjo (Jawa Timur), dan Bintan Inti Halal Hub di Kabupaten Bintan (Kepri). Sementara tiga KIH lainnya tengah disiapkan yaitu di Kawasan Industri Batamindo di Batam, di Kawasan Industri Jakarta Pulogadung, dan di Kawasan Industri Surya Borneo di Kalimantan Tengah,” bebernya.
“Melalui pembentukan KIH diharapkan akan tercipta ekosistem produk halal dalam satu kawasan. Selain membangun KIH, yang juga menjadi tantangan bagi kita adalah mengisi kawasan industri halal dan menarik pelaku usaha termasuk UMKM menjadi bagian dari ekosistem KIH,” lanjutnya.
“Sementara dari sisi demand kita adalah pasar potensial terhadap ekonomi syariah baik di sektor keuangan, produk dan makanan halal, fesyen Muslim, Dana Sosial Islam, usaha atau bisnis syariah, dan sebagainya,” ungkapnya, Minggu (4/7/2021).
Namun begitu dia mengatakan bahwa Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan negara lain, bahkan dengan negara-negara non muslim sekalipun. “Namun harus diakui bahwa kita masih tertinggal dalam hal ini, tidak hanya dari negara-negara Muslim tapi juga dari negara non Muslim, seperti Thailand dan Brazil dalam ekspor produk halal, serta Inggris yang lebih maju dalam pengembangan keuangan syariah,” ujarnya.
Dia mengatakan pemerintah berkeinginan mempercepat peran dan kontribusi ekonomi dan keuangan syariah di dalam perekonomian nasional melalui empat fokus.
Diantaranya pengembangan industri produk halal, pengembangan industri keuangan syariah, pengembangan dana sosial syariah, dan pengembangan dan perluasan kegiatan usaha syariah. “Melalui empat fokus ini diharapkan ekonomi dan keuangan syariah akan semakin maju,” ucapnya.
Lebih lanjut Maruf menyebutkan bahwa pemerintah dalam satu tahun ini telah melakukan beberapalangkah nyata untuk membangkitkan ekonomi dan keuangan syariah. Salah satunya pengembangan aspek kelembagaan dengan memperluas lingkup kerja KNKS menjadi KNEKS.
Kemudian dengan menggabungkan tiga bank Syariah milik pemerintah (BUMN), yakni Bank Syariah Mandiri (BSM), Bank BNI Syariah (BNIS), dan Bank BRI Syariah (BRIS) menjadi Bank Syariah Indonesia (BSI). Melalui penggabungan ini, diharapkan menjadi lokomotif sektor keuangan syariah di tanah air.
Lalu pada bidang pembiayaan, berbagai instrumen keuangan syariah juga telah diupayakan oleh pemerintah. Salah satunya adalah peluncuran surat berharga syariah atau sukuk, pengembangan filantropi Islam melalui Gerakan Nasional Wakaf Uang dan Cash Waqf Linked Sukuk (CWLS), dan hadirnya sejumlah aplikasi serta kanal-kanal keuangan syariah secara digital di marketplace.
Sementara di sektor riil, pemerintah juga terus berupaya mengembangkan rantai nilai produk halal atau halal value chain. Diantaranya dengan mendirikan Kawasan Industri Halal (KIH).
“Saat ini telah ditetapkan tiga KIH yaitu Modern Cikande Industrial Estate di Serang (Banten), Safe n Lock Halal Industrial Park di Sidoarjo (Jawa Timur), dan Bintan Inti Halal Hub di Kabupaten Bintan (Kepri). Sementara tiga KIH lainnya tengah disiapkan yaitu di Kawasan Industri Batamindo di Batam, di Kawasan Industri Jakarta Pulogadung, dan di Kawasan Industri Surya Borneo di Kalimantan Tengah,” bebernya.
“Melalui pembentukan KIH diharapkan akan tercipta ekosistem produk halal dalam satu kawasan. Selain membangun KIH, yang juga menjadi tantangan bagi kita adalah mengisi kawasan industri halal dan menarik pelaku usaha termasuk UMKM menjadi bagian dari ekosistem KIH,” lanjutnya.
(ind)