BBM Ramah Lingkungan Kian Diminati, Pengguna Premium Menyusut
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah terus berupaya mendorong masyarakat menggunakan bahan bakar minyak (BBM) yang ramah lingkungan karena berdampak besar pada emisi gas rumah kaca dan kesehatan masyarakat. Upaya ini menampakkan hasil karena semakin banyak masyarakat yang menyadari manfaatnya bagi masa depan.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji mengungkapkan, masyarakat terutama yang tinggal di Jawa, Madura dan Bali (Jamali) lambat laun menyadari manfaat BBM ramah lingkungan.
"Arahnya sudah ke sana. Hal ini terbukti dengan penjualan BBM Pertalite yang mencapai 70%, dibanding jenis lainnya. Tinggal sedikit yang pakai Premium," ujarnya dalam siaran pers, Jumat (9/7/2021).
Dampak lingkungan udara yang buruk memang baru dapat dirasakan dalam jangka panjang. Meski demikian, tegas Tutuka, bukan berarti boleh dibiarkan begitu saja. Keadaan ini harus terus diperbaiki agar masyarakat memperoleh kualitas hidup yang lebih baik.
"Kebijakan Pemerintah mendorong penggunaan BBM ramah lingkungan adalah untuk masyarakat masa kini dan masa depan. Diharapkan generasi muda ke depan adalah generasi yang lebih sehat karena udara adalah faktor penting bagi kesehatan," tuturnya.
Upaya menekan emisi gas rumah kaca melalui penggunaan BBM ramah lingkungan memerlukan kerja sama berbagai pihak, antara lain Kementerian ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perhubungan.
Sebagai bentuk komitmen Kementerian ESDM mendukung implementasi BBM ramah lingkungan, telah ditetapkan SK Dirjen Migas No. 177K Tahun 2018 tanggal 6 Juni 2018 tentang Standar dan Mutu BBM jenis Bensin RON 98 yang dipasarkan di Dalam Negeri.
Bensin RON 98 ini telah memenuhi persyaratan sesuai Permen LHK No. P.20 Tahun 2017 yakni RON 98 dan kandungan sulfur maksimal 50 ppm, dapat dikatakan spesifikasi ini setara dengan Euro 4.
Adapun untuk Solar setara Euro 4 implementasinya ditunda hingga ke tahun 2022 berdasarkan Surat Menteri LHK Nomor S-786/MENLHK-PPKL/SET/PKL-3/5/2020 tanggal 20 Mei 2020 hal Penundaan Penerapan Emisi Gas Buang Motor Diesel.
Pada SK Dirjen Migas No. 146.K/10/DJM/2020 tentang Standar dan Mutu (Spesifikasi) BBM Jenis Solar yang Dipasarkan di Dalam Negeri, juga sudah terdapat pentahapan pengurangan kandungan sulfur untuk Solar, di mana Solar dengan cetane number (CN) 51 kandungan sulfur 50 ppm akan diterapkan mulai April 2022. Aturan ini diberlakukan pada kendaraan baru berbahan bakar Solar.
"Untuk pelaksanaan aturan tersebut, kita sudah berkomunikasi dengan Gaikindo bahwa ke depan yaitu tahun 2022, 2023, peraturan kita (terkait BBM jenis Solar) seperti apa dan mereka saat ini bisa menerima. Memang dampak menggunakan BBM ramah lingkungan itu besar sekali bagi pengurangan emisi gas rumah kaca," paparnya.
Selain itu, Kementerian ESDM telah melaksanakan proyek langit biru pada fasilitas pengolahan minyak yang saat ini dilakukan pada RU Cilacap. Pemerintah mendorong RDMP Balikpapan dan NGRR Tuban terkait pemilihan katalis agar bisa mencapai kadar sulfur 50 ppm. "Beberapa kilang kita perbaiki fasilitasnya sehingga kualitas produknya bisa ditingkatkan," imbuhnya.
Sementara PT Pertamina juga menyiapkan pasokan BBM ramah lingkungan (CN 51 sulfur 50 ppm) dengan brand Pertamina Dex dari 4 kilang yaitu dari RU II Dumai, RU V Balikpapan, RU VI Balongan dan RU IV Cilacap.
Sebaran ketersediaan Pertamina Dex di kabupaten/kota masing-masing provinsi dengan target 2.055 outlet pada 31 Desember 2021 dan siap ditambah outlet jika terdapat permintaan yang meningkat.
Lebih lanjut, untuk mengurangi emisi CO2 dari kegiatan industri migas, antara lain melalui penerapan Carbon Capture Storage (CCS)/Carbon Capture, Utilization and Storage (CCUS). "Jadi CO2 ditangkap, dipisahkan dari gasnya dan dimasukkan ke dalam tanah. Disimpan di air atau reservoar," jelas Tutuka.
CCS/CCUS telah diuji coba di Lapangan Gundih di Cepu, sejak tahun 2012. Saat ini BP Tangguh juga tengah melakukan hal serupa. Bahkan, studi CCUS yang terhubung ke industri hilir akan segera dimulai, seperti bagaimana memisahkan CO2 dari pabrik amoniak di Sulawesi Tengah.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji mengungkapkan, masyarakat terutama yang tinggal di Jawa, Madura dan Bali (Jamali) lambat laun menyadari manfaat BBM ramah lingkungan.
"Arahnya sudah ke sana. Hal ini terbukti dengan penjualan BBM Pertalite yang mencapai 70%, dibanding jenis lainnya. Tinggal sedikit yang pakai Premium," ujarnya dalam siaran pers, Jumat (9/7/2021).
Dampak lingkungan udara yang buruk memang baru dapat dirasakan dalam jangka panjang. Meski demikian, tegas Tutuka, bukan berarti boleh dibiarkan begitu saja. Keadaan ini harus terus diperbaiki agar masyarakat memperoleh kualitas hidup yang lebih baik.
"Kebijakan Pemerintah mendorong penggunaan BBM ramah lingkungan adalah untuk masyarakat masa kini dan masa depan. Diharapkan generasi muda ke depan adalah generasi yang lebih sehat karena udara adalah faktor penting bagi kesehatan," tuturnya.
Upaya menekan emisi gas rumah kaca melalui penggunaan BBM ramah lingkungan memerlukan kerja sama berbagai pihak, antara lain Kementerian ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perhubungan.
Sebagai bentuk komitmen Kementerian ESDM mendukung implementasi BBM ramah lingkungan, telah ditetapkan SK Dirjen Migas No. 177K Tahun 2018 tanggal 6 Juni 2018 tentang Standar dan Mutu BBM jenis Bensin RON 98 yang dipasarkan di Dalam Negeri.
Bensin RON 98 ini telah memenuhi persyaratan sesuai Permen LHK No. P.20 Tahun 2017 yakni RON 98 dan kandungan sulfur maksimal 50 ppm, dapat dikatakan spesifikasi ini setara dengan Euro 4.
Adapun untuk Solar setara Euro 4 implementasinya ditunda hingga ke tahun 2022 berdasarkan Surat Menteri LHK Nomor S-786/MENLHK-PPKL/SET/PKL-3/5/2020 tanggal 20 Mei 2020 hal Penundaan Penerapan Emisi Gas Buang Motor Diesel.
Pada SK Dirjen Migas No. 146.K/10/DJM/2020 tentang Standar dan Mutu (Spesifikasi) BBM Jenis Solar yang Dipasarkan di Dalam Negeri, juga sudah terdapat pentahapan pengurangan kandungan sulfur untuk Solar, di mana Solar dengan cetane number (CN) 51 kandungan sulfur 50 ppm akan diterapkan mulai April 2022. Aturan ini diberlakukan pada kendaraan baru berbahan bakar Solar.
"Untuk pelaksanaan aturan tersebut, kita sudah berkomunikasi dengan Gaikindo bahwa ke depan yaitu tahun 2022, 2023, peraturan kita (terkait BBM jenis Solar) seperti apa dan mereka saat ini bisa menerima. Memang dampak menggunakan BBM ramah lingkungan itu besar sekali bagi pengurangan emisi gas rumah kaca," paparnya.
Selain itu, Kementerian ESDM telah melaksanakan proyek langit biru pada fasilitas pengolahan minyak yang saat ini dilakukan pada RU Cilacap. Pemerintah mendorong RDMP Balikpapan dan NGRR Tuban terkait pemilihan katalis agar bisa mencapai kadar sulfur 50 ppm. "Beberapa kilang kita perbaiki fasilitasnya sehingga kualitas produknya bisa ditingkatkan," imbuhnya.
Sementara PT Pertamina juga menyiapkan pasokan BBM ramah lingkungan (CN 51 sulfur 50 ppm) dengan brand Pertamina Dex dari 4 kilang yaitu dari RU II Dumai, RU V Balikpapan, RU VI Balongan dan RU IV Cilacap.
Sebaran ketersediaan Pertamina Dex di kabupaten/kota masing-masing provinsi dengan target 2.055 outlet pada 31 Desember 2021 dan siap ditambah outlet jika terdapat permintaan yang meningkat.
Lebih lanjut, untuk mengurangi emisi CO2 dari kegiatan industri migas, antara lain melalui penerapan Carbon Capture Storage (CCS)/Carbon Capture, Utilization and Storage (CCUS). "Jadi CO2 ditangkap, dipisahkan dari gasnya dan dimasukkan ke dalam tanah. Disimpan di air atau reservoar," jelas Tutuka.
CCS/CCUS telah diuji coba di Lapangan Gundih di Cepu, sejak tahun 2012. Saat ini BP Tangguh juga tengah melakukan hal serupa. Bahkan, studi CCUS yang terhubung ke industri hilir akan segera dimulai, seperti bagaimana memisahkan CO2 dari pabrik amoniak di Sulawesi Tengah.
(ind)