Rumitnya Sistem Tarif Cukai Rokok Buka Celah Penghindaran Pajak
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sistem tarif cukai hasil tembakau (CHT) di Indonesia dinilai masih menimbulkan berbagai permasalahan khususnya dalam upaya pengendalian konsumsi tembakau di Indonesia. Itulah sebabnya penyederhanaannya perlu untuk dilakukan.
“Semua peneliti terutama pegiat tobacco control setuju bahwa struktur cukai rokok di Indonesia itu terlalu berlapis-lapis,” ujar Program Manager di Perkumpulan Prakarsa Herni Ramdlaningrum di Jakarta, Rabu (28/7/2021).
Inilah membuat prevalensi perokok di Indonesia selalu makin tinggi karena struktur cukai rokok yang berlapis memberikan akses untuk rokok murah. Selain menghambat pengendalian konsumsi, struktur yang rumit juga membuat penerimaan negara dari cukai rokok tidak optimal.
Herni juga menilai bahwa kerumitan stuktur CHT membuka peluang bagi pabrikan rokok untuk melakukan pengindaran pajak.
“Sangat bisa untuk melakukan penghindaran pajak dengan membayar tarif yang lebih murah, karena struktur yang terlalu rumit sehingga pengawasan oleh otoritas juga menjadi sulit,” katanya.
Selain itu, tambahnya, rumitnya struktur tarif memungkinkan pabrik rokok besar bisa mengklaim bahwa mereka memproduksi jumlah yang lebih kecil dari pada kenyataannya. Menurutnya hal ini juga memungkinkan pengusaha untuk memproduksi rokok tidak melebihi ketentuan agar bisa terhindar dari kewajiban membayar tarif cukai tertinggi.
Secara terpisah, Ekonom Tax Center Universitas Indonesia Vid Adrison mengatakan bahwa selama struktur tarif CHT masih 10 lapis belum menggambarkan kebijakan CHT yang baik. “Struktur cukai yang rumit bisa menyebabkan penghindaran pajak yang legal, sehingga menimbulkan tidak optimalnya penerimaan negara,” terangnya.
Dengan sistem yang rumit, kata Vid, perusahaan rokok mungkin akan memilih cukai yang lebih rendah sekalipun tidak bisa menjual produk sebanyak-banyaknya.
Vid mengatakan, fokus utama dari memperbaiki rumitnya struktur cukai ini harus diarahkan pada tujuan pengendalian konsumsi tembakau. Demi mencapai pengendalian konsumsi tembakau yang optimal, lanjutnya, struktur tarif CHT harus simpel alias tidak banyak tarif.
“Lebih baik disederhanakan. Penyederhanaan struktur CHT penting untuk mengoptimalkan pengendalian konsumsi tembakau dan mengoptimalkan revenue alias penerimaan negara,” ujarnya.
“Semua peneliti terutama pegiat tobacco control setuju bahwa struktur cukai rokok di Indonesia itu terlalu berlapis-lapis,” ujar Program Manager di Perkumpulan Prakarsa Herni Ramdlaningrum di Jakarta, Rabu (28/7/2021).
Inilah membuat prevalensi perokok di Indonesia selalu makin tinggi karena struktur cukai rokok yang berlapis memberikan akses untuk rokok murah. Selain menghambat pengendalian konsumsi, struktur yang rumit juga membuat penerimaan negara dari cukai rokok tidak optimal.
Herni juga menilai bahwa kerumitan stuktur CHT membuka peluang bagi pabrikan rokok untuk melakukan pengindaran pajak.
“Sangat bisa untuk melakukan penghindaran pajak dengan membayar tarif yang lebih murah, karena struktur yang terlalu rumit sehingga pengawasan oleh otoritas juga menjadi sulit,” katanya.
Selain itu, tambahnya, rumitnya struktur tarif memungkinkan pabrik rokok besar bisa mengklaim bahwa mereka memproduksi jumlah yang lebih kecil dari pada kenyataannya. Menurutnya hal ini juga memungkinkan pengusaha untuk memproduksi rokok tidak melebihi ketentuan agar bisa terhindar dari kewajiban membayar tarif cukai tertinggi.
Secara terpisah, Ekonom Tax Center Universitas Indonesia Vid Adrison mengatakan bahwa selama struktur tarif CHT masih 10 lapis belum menggambarkan kebijakan CHT yang baik. “Struktur cukai yang rumit bisa menyebabkan penghindaran pajak yang legal, sehingga menimbulkan tidak optimalnya penerimaan negara,” terangnya.
Dengan sistem yang rumit, kata Vid, perusahaan rokok mungkin akan memilih cukai yang lebih rendah sekalipun tidak bisa menjual produk sebanyak-banyaknya.
Vid mengatakan, fokus utama dari memperbaiki rumitnya struktur cukai ini harus diarahkan pada tujuan pengendalian konsumsi tembakau. Demi mencapai pengendalian konsumsi tembakau yang optimal, lanjutnya, struktur tarif CHT harus simpel alias tidak banyak tarif.
“Lebih baik disederhanakan. Penyederhanaan struktur CHT penting untuk mengoptimalkan pengendalian konsumsi tembakau dan mengoptimalkan revenue alias penerimaan negara,” ujarnya.
(akr)