Bos Pelindo II Buka-bukaan Soal Kenapa Biaya Logistik di Indonesia Mahal

Rabu, 04 Agustus 2021 - 16:03 WIB
loading...
Bos Pelindo II Buka-bukaan...
Bos Pelindo II Arif Suhartono angkat bicara soal biaya logistik di Indonesia yang masih tergolong mahal dibandingkan negara-negara lain. Foto/Dok Okezone
A A A
JAKARTA - Bos Pelindo II , Arif Suhartono angkat bicara soal biaya logistik di Indonesia yang masih tergolong mahal dibandingkan negara-negara lain. Data Kementerian Keuangan tahun 2019 mencatat bahwa biaya logistik di Indonesia masih tergolong mahal yaitu mencapai 23,5% dari produk domestik bruto (PDB).



Dari persentase tersebut terdapat rincian yaitu 8,9% biaya inventori, 8,5% transportasi darat, 2,8% laut, 2,7% administrasi, dan 0,8% biaya lainnya. Menurut studi konsolidasi Pelindo I-IV, angka tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan negara-negara lain yakni: Singapura (8%), Amerika Serikat (8%), Uni Eropa (9%), Jepang (9%), Korea Selatan (9%), India (13%), Malaysia (13%), dan China (15%).

"Kalau kita bandingkan dengan negara lain tentunya kita masih cukup besar. Tentunya kita tidak bisa membandingkan angka dengan angka tanpa mempertimbangkan kondisi negara kita. Tentunya Singapura yang negaranya relatif kecil dan pastinya terkonek semua, dibandingkan dengan negara kita, tentunya berbeda," kata Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II Arif Suhartono, dalam Diskusi Logistik Nasional secara virtual, Rabu (4/8/2021).

Arif membeberkan, bahwa mahalnya ongkos logistik dipengaruhi oleh sejumlah isu utama. Seperti, regulasi pemerintah yang tidak kondusif, efisiensi value chain darat dan maritim yang rendah, operasi dan infrastruktur pelabuhan yang tidak optimal, dan supply-demand tidak seimbang.

Terkait regulasi pemerintah, Arif mengatakan, negara perlu melakukan adjustment dan efisiensi aturan. Ia juga menyoroti persoalan biaya logistik sektor kelautan dengan menekankan bahwa jaringan/networking merupakan hal utama dalam pelabuhan . Inilah yang kemudian menyebabkan perbedaan di masing-masing pelabuhan.

"Bicara logistik cost sektor laut, bicara pelabuhan itu bicara network, tidak bicara single port, pelabuhan A mungkin bagus, pelabuhan B tidak bagus, A bongkar muat 1 hari, B bongkar muat 3 menunggu 3 hari, artinya secara overall cost dari A ke B tinggi. Perfoma di pelabuhan masih disparitas, dari banyak pelabuhan di timur maupun di barat," terangnya.

Memperpendek Port Stay

Menurut Arif, strategi untuk menekan biaya logistik pelabuhan adalah dengan cara memperpendek port stay atau waktu berlabuhnya kapal di pelabuhan. Artinya, semakin lama kapal parkir di pelabuhan, semakin mahal juga ongkos yang dikeluarkan, serta mengakibatkan terganggunya aktivitas kapal lain yang akan berlabuh.

"Jadi dari sektor pelabuhan untuk membantu logistik cost adalah memperpendek port stay," tegasnya.

Arif menganalogikan: Suatu bus akan banyak mendapatkan uang banyak, apabila bus itu berjalan, kalau bus nongkrong di terminal kelamaan, paling hanya tempat main gitar, dan tidak dapat uang.



Langkah itu dinilai juga dapat menjawab tiga isu utama yang saat ini sedang terjadi di sejumlah pelabuhan yaitu: performa yang rendah, network dari shipping yang tidak optimal, dan inefisiensi land transportation.

Di sisi lain, terdapat faktor yang perlu dipertimbangkan untuk mewujudkan hal itu yaitu: terminal, akses menuju dan dari terminal, dan fasilitas pendukung. Ketiga hal itu menurut Arif perlu seimbang.

"Apa yang bisa dilakukan pelabuhan untuk perbaikan logistik cost? memperpendek port stay dari suatu kapal. Artinya efisiensi bisa dilakukan melalui perbaikan layanan dengan mudah, service charge pelabuhan juga transparan. Jadi salah satu hal penting bagi pelabuhan untuk memperbaiki logistik cost adalah perbaikan layanan yang artinya port stay suatu kapal bisa lebih pendek," ungkapnya.
(akr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2222 seconds (0.1#10.140)