SNI Minta Kebijakan Serap Hasil Tangkapan Nelayan Dilakukan Tepat Sasaran
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sekretaris Jenderal Serikat Nelayan Indonesia (SNI)Budi Laksana menyambut baik kebijakan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir yang memerintahkan Perum Perikanan Indonesia dan PT Perikanan Nusantara menyerap produk perikanan dari hasil tangkap nelayan dan budi daya sebanyak 3.000 ton setiap bulan.
SNI berharap penyerapan hasil tangkapan nelayan ini bisa diimplentasikan secara efektif dan efisien. Sehingga bisa membantu mensejahterakan nelayan di saat pandemi Covid-19.
Budi meminta Perum Perindo melakukan pendekatan langsung kepada nelayan dan mendata kelompok-kelompok nelayan yang ada di Indonesia, termasuk organisasi nelayan untuk melakukan kerja sama, agar proses berjalan efektif dan tepat sasaran.
Untuk bisa membeli ikan langsung ke nelayan, kata dia, perlu melibatkan kelompok-kelompok nelayan yang tentunya bersentuhan langsung dengan anggota-anggotanya.
"Nelayan kecil rata-rata penjualan mata rantainya kan panjang, jadi hanya jual ke tengkulak, nanti tengkulak kemana lagi. Jadi itu tadi harus langsung bekerja sama dengan kelompok-kelompok nelayan yang ada di Indonesia, saya kira itu lebih efektif," ujar Budi di Jakarta, Kamis (28/5/2020).
Menurut dia, permasalahan hasil produksi ikan nelayan yang dibawah gross tonnase (GT), penjualannya tidak masuk langsung ke perusahaan. Karena selama ini, nelayan kecil menjual ikannya kepada pengepul.
Lanjut Budi, jumlah nelayan kecil ini sangat banyak dan mayoritas nelayan di Indonesia adalah nelayan kecil. Jadi ia berharap kedua BUMN itu melakukan skema pembelian langsung kepada nelayan. "Melibatkan kelompok-kelompok nelayan yang tentu bersentuhan langsung dengan anggotanya. Saya kira itu yang lebih pas," kata Budi.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Susan Herawati menilai perlunya keterbukaan dan transparansi dari BUMN Perikanan yang ditugaskan, yakni PT Perinus dan Perum Perindo, khususnya mengenai penggunaan dana sebesar Rp30 miliar tersebut sekaligus transparansi mengenai asal usul produksi perikanan yang diserap.
"Baik PT Perinus dan Perum Perindo, keduanya harus terbuka dan dapat mempertanggungjawabkan kepada publik implementasi dana sebesar itu. Tak hanya itu, informasi kelompok atau organisasi nelayan mana saja yang menjadi target penyerapan perikanan harus dibuka kepada publik seluas-luasnya," kata Susan.
SNI berharap penyerapan hasil tangkapan nelayan ini bisa diimplentasikan secara efektif dan efisien. Sehingga bisa membantu mensejahterakan nelayan di saat pandemi Covid-19.
Budi meminta Perum Perindo melakukan pendekatan langsung kepada nelayan dan mendata kelompok-kelompok nelayan yang ada di Indonesia, termasuk organisasi nelayan untuk melakukan kerja sama, agar proses berjalan efektif dan tepat sasaran.
Untuk bisa membeli ikan langsung ke nelayan, kata dia, perlu melibatkan kelompok-kelompok nelayan yang tentunya bersentuhan langsung dengan anggota-anggotanya.
"Nelayan kecil rata-rata penjualan mata rantainya kan panjang, jadi hanya jual ke tengkulak, nanti tengkulak kemana lagi. Jadi itu tadi harus langsung bekerja sama dengan kelompok-kelompok nelayan yang ada di Indonesia, saya kira itu lebih efektif," ujar Budi di Jakarta, Kamis (28/5/2020).
Menurut dia, permasalahan hasil produksi ikan nelayan yang dibawah gross tonnase (GT), penjualannya tidak masuk langsung ke perusahaan. Karena selama ini, nelayan kecil menjual ikannya kepada pengepul.
Lanjut Budi, jumlah nelayan kecil ini sangat banyak dan mayoritas nelayan di Indonesia adalah nelayan kecil. Jadi ia berharap kedua BUMN itu melakukan skema pembelian langsung kepada nelayan. "Melibatkan kelompok-kelompok nelayan yang tentu bersentuhan langsung dengan anggotanya. Saya kira itu yang lebih pas," kata Budi.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Susan Herawati menilai perlunya keterbukaan dan transparansi dari BUMN Perikanan yang ditugaskan, yakni PT Perinus dan Perum Perindo, khususnya mengenai penggunaan dana sebesar Rp30 miliar tersebut sekaligus transparansi mengenai asal usul produksi perikanan yang diserap.
"Baik PT Perinus dan Perum Perindo, keduanya harus terbuka dan dapat mempertanggungjawabkan kepada publik implementasi dana sebesar itu. Tak hanya itu, informasi kelompok atau organisasi nelayan mana saja yang menjadi target penyerapan perikanan harus dibuka kepada publik seluas-luasnya," kata Susan.