DPR: Menaikkan Tarif Cukai Rokok Mematikan Ekonomi Rakyat

Senin, 23 Agustus 2021 - 12:44 WIB
loading...
DPR: Menaikkan Tarif...
Anggota Komisi XI DPR-RI M. Misbakhun. Foto/Ist
A A A
JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR-RI M. Misbakhun mengatakan wacana pemerintah menaikkan cukai dengan tujuan untuk mengurangi konsumsi, baik itu membuat industri rumahan, dan menengah, itu bukan sebuah prestasi. Itu mematikan unsur ekonomi rakyat, dan yang berkembang malah industri besar. “Berbahaya bila penerimaan cukai hanya bergantung kepada 4 perusahaan,” kata Misbakhun kepada sejumlah media di Jakarta, Senin (23/8/2021).

Dia juga menilai wacana simplifikasi (penyederhanaan golongan) dan kontribusi Industri Hasil Tembakau (IHT) bersifat paradoksal. “Selalu ada pertentangan antara kelompok anti tembakau dengan kelompok yang realistis melihat bahwa IHT ini memberikan dampak kesejahteraan kepada masyarakat, mengangkat kemiskinan masyarakat,” jelasnya.

Misbakhun tidak memungkiri efek buruk dari rokok, namun manfaatnya juga harus dilihat. Terhadap ekonomi, dari segi pajak dan cukai, IHT memberikan penerimaan negara hampir Rp300 triliun. Ada pajak daerah yang dibayarkan ke Pemda. “Ini harus secara nyata disampaikan, jangan hanya pembatasan rokok semata,” tegasnya.


Soal dampak simplifikasi terhadap penerimaan negara, menurut Misbakhun, sangat jelas. Simplifikasi ini sangat mengganggu perkembangan IHT kecil untuk menjadi IHT menengah, IHT menengah menjadi besar. “IHT selalu dihadang dengan tarif cukai yang sangat memberatkan mereka. Penjualan belum mereka dapatkan namun uang penebusan cukai harus dibayar di depan,” lanjutnya.

Simplifikasi tidak akan mengurangi konsumsi, malah hanya membuat orang mengalihkan konsumsinya dari rokok bermerek jadi rokok yang lebih murah, yang boleh jadi kandungan tar dan nikotinnya besar, kemudian tidak membayar cukai. Misbakhun melihat pemerintah tidak pernah membuat pembinaan yang memadai terhadap IHT. “Yang ada malah upaya pembinasaan yang struktural melalui simplifikasi dan tekanan cukai terhadap IHT,” pungkasnya.

Ketua Gabungan Perusahaan Rokok (Gapero) Surabaya, Sulami Bahar menyatakan argumentasi yang dilontarkan kelompok anti tembakau dalam menggolkan simplifikasi tidak didasarkan pada kondisi sebenarnya. Dengan adanya simplifikasi, menurut Sulami, harga rokok akan semakin tinggi karena golongan-golongan kecil dan menengah yang ada dalam struktur tarif cukai IHT akan dipaksa naik kelas. Dapat dipastikan kebanyakan pelaku IHT di golongan bawah yang dipaksa menaikkan harga tersebut tidak akan mampu bertahan.

“Selain itu, penerapan simplifikasi juga dapat menjadi bumerang, baik bagi negara maupun bagi IHT. Dengan harga yang meningkat akibat penerapan simplifiikasi, ada potensi konsumen beralih kepada produk rokok yang lebih murah termasuk rokok illegal. Sehingga, dampak lain yang timbul dari adanya simplifikasi ini adalah meningkatnya angka peredaran rokok illegal,” paparnya

Merespons dorongan simplifikasi ini, Purnomo, Pimpinan Daerah FSP RTMM Jawa Timur, berharap agar tarif cukai hasil tembakau tidak mengalami kenaikan tahun depan. “Segala macam cukai ini Pemerintah yang tahu, yang kami mau hanyalah perlindungan bagi buruh rokok,” katanya.

Saat ini, lanjut Purnomo, yang dilakukan produsen rokok adalah bertahan dari kenaikan tarif cukai yang tinggi dan Pandemi Covid-19. “Biaya operasional sudah tinggi sehingga kami meminta kepada Pemerintah agar tarif cukai sama dengan tahun lalu. Khususnya SKT itu 0% sehingga antara SKT dan rokok mesin itu seimbang,” lanjutnya. Menurut Purnomo, jika tarif cukai tahun depan tidak naik, maka IHT bisa bertahan. “Namun kalau kenaikannya berlipat-lipat, maka IHT bisa ambruk,” tegasnya.


Penutupan pabrik dan pemutusan hubungan kerja akan terjadi akibat kenaikan cukai yang tinggi. Saat ini anggota FSP RTMM Jawa Timur yang berasal dari industri rokok, khususnya dari kelompok sigaret kretek tangan (SKT), berjumlah 50.000 orang (setara dengan 98% keanggotaan serikat buruh ini di Jawa Timur). Di Jawa Timur, perekonomian tertinggi masih berasal dari IHT, baik dari pertaniannya, industrinya, terlebih SKT.

Hampir tiap Kabupaten dan Kota di Jawa Timur (mulai dari Pacitan hingga Jember) memiliki pabrik rokok. Bila rata-rata satu orang buruh menghidupi 3 orang anggota keluarganya, maka ada 150.000 kepala yang akan terdampak bila IHT ambruk. “Keberlangsungan IHT ini harus dipertahankan,” tegas Purnomo.
(dar)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1224 seconds (0.1#10.140)