Berkat Klaster Tambak, Aceh Berpeluang Jadi Penghasil Terbesar Udang
loading...
A
A
A
JAKARTA - Aceh berpeluang menjadi salah satu daerah penghasil terbesar udang budidaya di Indonesia seiring dibangunnya klaster-klaster tambak udang vaname di Kabupaten Aceh Timur.
Klaster tambak percontohan yang dibangun oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) itu berhasil mengungkit ekonomi masyarakat dan menjadi sarana edukasi budidaya yang modern dan ramah lingkungan. Bahkan, keberadaan klaster tambak menciptakan efek berganda di bidang pariwisata.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono pada Selasa (7/9) meninjau langsung klaster tambak udang vaname berkelanjutan di Desa Matang Rayeuk yang sudah berhasil panen sebanyak 25 ton atau senilai Rp1,8 miliar beberapa waktu lalu.
Kawasan tambak terdiri dari sembilan petak dengan luasan masing-masing 1.800 meter persegi. Tambak dilengkapi dengan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) dan tandon air.
Menurut Sakti, klaster tambak tersebut dibangun pemerintah untuk meningkatkan produktivitas, sehingga meningkatkan kesejahteraan masyarakat. "Target saya bagaimana indeks kesejahteraannya meningkat 140. Dengan demikian maka kesejahteraan masyarakat petambak akan meningkat," ujarnya dalam siaran pers, dikutip Rabu (8/9/2021).
Dia mengungkapkan, saat ini KKP tengah membangun lagi klaster tambak udang vaname di Desa Paya Gajah, Aceh Timur. Per petak tambak seluas 3.000 meter persegi dengan total sebanyak delapan petak. Tambak yang dijadwalkan pembangunannya selesai pada November 2021 ini ditargetkan memproduksi 34,5 ton per hektare per tahun.
Sakti menjelaskan, tadinya tambak-tambak tersebut dikelola secara tradisional oleh masyarakat. Kemudian melalui program KKP, tambak direvitalisasi menjadi tambak udang model klaster dengan produktivitas yang jauh lebih tinggi dibanding sebelumnya dan lebih ramah lingkungan.
Melalui program revitalisasi ini, KKP menargetkan peningkatan hasil panen udang vaname dari rata-rata 0,6 ton per hektare menjadi 2 ton per hektare. Ini menjadi salah satu strategi KKP untuk mencapai target produksi udang nasional sebanyak 2 juta ton per tahun pada 2024.
Lebih lanjut, Sakti menyebut skema pengelolaan klaster tambak budidaya udang vaname berkelanjutan di Aceh Timur ini juga ditujukan sebagai sarana edukasi bagi masyarakat pembudidaya.
Dia pun optimistis, Aceh menjadi salah satu daerah penghasil udang terbesar di Indonesia yang berkontribusi tinggi pada pencapaian target produksi udang nasional.
Adapun alasan pemilihan Aceh Timur sebagai lokasi pembangunan klaster tambak percontohan udang vaname dikarenakan kondisi alamnya yang masih sangat mendukung di mana kualitasnya air sangat baik, serta lahan yang tersedia cukup luas. Minat masyarakat akan budidaya udang vaname juga besar.
"Kami berharap masyarakat serius mengelola dan memelihara tambak-tambak ini, karena hasilnya juga untuk masyarakat. Ini aset mereka, kami hanya menginstal infrastruktur, sarana, dan memberikan pendampingan teknis," tuturnya.
Ketua Pokdakan Rahmat Rayeuk, Zakaria Husein mengakui perubahan besar yang dirasakan masyarakat dengan hadirnya klaster tambak percontohan di Matang Rayeuk. Produktivitas tambak naik drastis sebab tadinya masyarakat mengelola tambak secara tradisional dan semi intensif.
Padat tebar yang tadinya 20 ribu per per petak kini ditingkatkan menjadi 200 ribu. Hasil panen pun meningkat mencapai 2-3 ton per petak dari yang semula hanya ratusan kilo.
"Alhamdulillah, dengan adanya klaster tambak ini hasilnya lebih-lebih. Tadinya panen hanya sekitar 500 sampai 800 kilo, sekarang bisa 2 ton lebih per petak. Tambak sekarang kan modern pakai teknologi," tukasnya.
Hadirnya klaster tambak percontohan di Matang Rayeuk juga menciptakan efek berganda. Pantai-pantai di sekitar tambak kini menjadi obyek wisata yang ramai dikunjungi masyarakat. Ini menciptakan peluang usaha bagi warga sekitar, seperti berjualan aneka makanan dan minuman.
"Tadinya di sini sepi. Paling pantai di ujung sana yang dikunjungi wisatawan, tapi semenjak ada tambak, suasana berubah. Pantai-pantai di sekitar sini jadi ikut ramai dikunjungi wisatawan lokal," bebernya.
Klaster tambak percontohan yang dibangun oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) itu berhasil mengungkit ekonomi masyarakat dan menjadi sarana edukasi budidaya yang modern dan ramah lingkungan. Bahkan, keberadaan klaster tambak menciptakan efek berganda di bidang pariwisata.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono pada Selasa (7/9) meninjau langsung klaster tambak udang vaname berkelanjutan di Desa Matang Rayeuk yang sudah berhasil panen sebanyak 25 ton atau senilai Rp1,8 miliar beberapa waktu lalu.
Kawasan tambak terdiri dari sembilan petak dengan luasan masing-masing 1.800 meter persegi. Tambak dilengkapi dengan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) dan tandon air.
Menurut Sakti, klaster tambak tersebut dibangun pemerintah untuk meningkatkan produktivitas, sehingga meningkatkan kesejahteraan masyarakat. "Target saya bagaimana indeks kesejahteraannya meningkat 140. Dengan demikian maka kesejahteraan masyarakat petambak akan meningkat," ujarnya dalam siaran pers, dikutip Rabu (8/9/2021).
Dia mengungkapkan, saat ini KKP tengah membangun lagi klaster tambak udang vaname di Desa Paya Gajah, Aceh Timur. Per petak tambak seluas 3.000 meter persegi dengan total sebanyak delapan petak. Tambak yang dijadwalkan pembangunannya selesai pada November 2021 ini ditargetkan memproduksi 34,5 ton per hektare per tahun.
Sakti menjelaskan, tadinya tambak-tambak tersebut dikelola secara tradisional oleh masyarakat. Kemudian melalui program KKP, tambak direvitalisasi menjadi tambak udang model klaster dengan produktivitas yang jauh lebih tinggi dibanding sebelumnya dan lebih ramah lingkungan.
Melalui program revitalisasi ini, KKP menargetkan peningkatan hasil panen udang vaname dari rata-rata 0,6 ton per hektare menjadi 2 ton per hektare. Ini menjadi salah satu strategi KKP untuk mencapai target produksi udang nasional sebanyak 2 juta ton per tahun pada 2024.
Lebih lanjut, Sakti menyebut skema pengelolaan klaster tambak budidaya udang vaname berkelanjutan di Aceh Timur ini juga ditujukan sebagai sarana edukasi bagi masyarakat pembudidaya.
Dia pun optimistis, Aceh menjadi salah satu daerah penghasil udang terbesar di Indonesia yang berkontribusi tinggi pada pencapaian target produksi udang nasional.
Adapun alasan pemilihan Aceh Timur sebagai lokasi pembangunan klaster tambak percontohan udang vaname dikarenakan kondisi alamnya yang masih sangat mendukung di mana kualitasnya air sangat baik, serta lahan yang tersedia cukup luas. Minat masyarakat akan budidaya udang vaname juga besar.
"Kami berharap masyarakat serius mengelola dan memelihara tambak-tambak ini, karena hasilnya juga untuk masyarakat. Ini aset mereka, kami hanya menginstal infrastruktur, sarana, dan memberikan pendampingan teknis," tuturnya.
Ketua Pokdakan Rahmat Rayeuk, Zakaria Husein mengakui perubahan besar yang dirasakan masyarakat dengan hadirnya klaster tambak percontohan di Matang Rayeuk. Produktivitas tambak naik drastis sebab tadinya masyarakat mengelola tambak secara tradisional dan semi intensif.
Padat tebar yang tadinya 20 ribu per per petak kini ditingkatkan menjadi 200 ribu. Hasil panen pun meningkat mencapai 2-3 ton per petak dari yang semula hanya ratusan kilo.
"Alhamdulillah, dengan adanya klaster tambak ini hasilnya lebih-lebih. Tadinya panen hanya sekitar 500 sampai 800 kilo, sekarang bisa 2 ton lebih per petak. Tambak sekarang kan modern pakai teknologi," tukasnya.
Hadirnya klaster tambak percontohan di Matang Rayeuk juga menciptakan efek berganda. Pantai-pantai di sekitar tambak kini menjadi obyek wisata yang ramai dikunjungi masyarakat. Ini menciptakan peluang usaha bagi warga sekitar, seperti berjualan aneka makanan dan minuman.
"Tadinya di sini sepi. Paling pantai di ujung sana yang dikunjungi wisatawan, tapi semenjak ada tambak, suasana berubah. Pantai-pantai di sekitar sini jadi ikut ramai dikunjungi wisatawan lokal," bebernya.
(ind)