RI-China Transaksi Pakai Uang Lokal, BI Tegaskan Tak Ada Perlakuan Khusus
loading...
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) dan People’s Bank of China (PBoC) secara resmi memulai implementasi kerja sama penyelesaian transaksi bilateral dengan mata uang lokal atau Local Currency Settlement (LCS). Kerja sama ini mulai diimplementasikan pada Senin (6/9/2021) lalu.
Kepala Departemen Internasional Bank Indonesia Doddy Zulverdi mengatakan, kerja sama LCS merupakan salah satu upaya untuk menjaga stabilitas nilai rupiah. Upaya tersebut dilakukan melalui penguatan pasar valuta asing (valas) dalam negeri.
"LCS konteksnya membantu kita menjaga stabilitas melalui penguatan pasar valas di dalam negeri, yang selama ini memang masih sangat didominasi oleh mata uang kuat. Nah, itu membuat kita sangat sensitif terhadap pergerakan nilai tukar di mata uang kuat," jelasnya dalam Taklimat Media Bank Indonesia (BI) secara virtual, Rabu (8/9/2021).
Doddy menjelaskan, impelementasi kerja sama dengan China bukanlah yang pertama. Dia juga menegaskan bahwa dalam pelaksanaannya tidak ada perlakuan khusus terhadap terhadap negara tersebut.
"Jadi tidak ada sama sekali ada kekhususan dengan China. Seperti sudah beberapa kali saya sampaikan, kerja sama LCS ini sudah kita lakukan sejak cukup lama," ujarnya.
Dia menambahkan, saat ini pasar valas di dalam negeri masih didominasi dolar AS. Kondisi tersebut menyebabkan nilai tukar rupiah menjadi sangat sensitif terhadap pergerakan mata uang Negeri Paman Sam tersebut.
"Selama ini perdagangan kita boleh dibilang 90% dengan hampir semua negara itu, dengan Jepang pakai dolar, dengan Malaysia pakai dolar, dengan Thailand pakai dolar, dengan China pakai dolar juga. Sehingga, permintaan dolar kita luar biasa dan itu yang membuat kemudian pasar valas kita sensitif," paparnya.
Kepala Departemen Internasional Bank Indonesia Doddy Zulverdi mengatakan, kerja sama LCS merupakan salah satu upaya untuk menjaga stabilitas nilai rupiah. Upaya tersebut dilakukan melalui penguatan pasar valuta asing (valas) dalam negeri.
"LCS konteksnya membantu kita menjaga stabilitas melalui penguatan pasar valas di dalam negeri, yang selama ini memang masih sangat didominasi oleh mata uang kuat. Nah, itu membuat kita sangat sensitif terhadap pergerakan nilai tukar di mata uang kuat," jelasnya dalam Taklimat Media Bank Indonesia (BI) secara virtual, Rabu (8/9/2021).
Doddy menjelaskan, impelementasi kerja sama dengan China bukanlah yang pertama. Dia juga menegaskan bahwa dalam pelaksanaannya tidak ada perlakuan khusus terhadap terhadap negara tersebut.
"Jadi tidak ada sama sekali ada kekhususan dengan China. Seperti sudah beberapa kali saya sampaikan, kerja sama LCS ini sudah kita lakukan sejak cukup lama," ujarnya.
Dia menambahkan, saat ini pasar valas di dalam negeri masih didominasi dolar AS. Kondisi tersebut menyebabkan nilai tukar rupiah menjadi sangat sensitif terhadap pergerakan mata uang Negeri Paman Sam tersebut.
"Selama ini perdagangan kita boleh dibilang 90% dengan hampir semua negara itu, dengan Jepang pakai dolar, dengan Malaysia pakai dolar, dengan Thailand pakai dolar, dengan China pakai dolar juga. Sehingga, permintaan dolar kita luar biasa dan itu yang membuat kemudian pasar valas kita sensitif," paparnya.
(fai)