Harta Warisan Obligor BLBI yang Meninggal Dunia Tetap Dikejar Negara
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Satgas BLBI (Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia), Rionald Silaban mengatakan, obligor yang telah meninggal dunia tidak akan bebas dari kejaran penagihan aset dari utang. Ada beberapa nama obligor yang kini sudah meninggal seperti Aldo Brasali dari Bank Orient.
"Yang meninggal ada beberapa dari mereka, saya engga ingat. Tapi untuk ini tidak menutup hak tagih pemerintah kepada para obligor," kata Rionald kepada SINDOnews di Jakarta, Jumat (10/9/2021).
Lebih lanjut Ia menerangkan, bakal tetap mengejar harta warisan , baik dari keturunannya maupun kerabat yang bisa ditagih. "Ini sudah berapa yang dipanggil satgas. Kita akan mengejar warisan hartanya," katanya.
Sebelumnya, ada tujuh obligor yang masuk ke dalam daftar prioritas penanganan antara lain Trijono Gondokusumo dari Bank Putra Surya Perkasa. Dia tercatat memiliki utang Rp 4,89 triliun.
Dasar utang tersebut adalah akta pengakuan utang atau APU. Berdasarkan keterangan di dokumen tersebut, telah ada jaminan atas utang Trijono, namun tidak cukup.
Selanjutnya Kaharudin Ongko dari Bank Umum Nasional. Kaharudin tercatat memiliki utang Rp 7,83 triliun. Dasar utang tersebut adalah Master of Refinancing and Notes Issuance Agreement atau MRNIA.
Satgas telah meminta dia untuk menghadap ke Kantor Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Selasa, 7 September 2021. Namun tidak ada tanda kehadiran Kaharudin hingga Selasa malam.
Obligor lain yang masuk daftar prioritas adalah Sjamsul Nursalim dari Bank Dewa Rutji. Sjamsul tercatat memiliki utang kepada negara Rp 470,66 miliar. Dasar utang tersebut dalah Laporan Keuangan Bank dan LHP BPK. Hingga saat ini, tidak ada jaminan yang dikuasai negara atas utang Sjamsul.
Lalu ada nama Sujanto Gondokusumo dari Bank Dharmala. Ia tercatat memiliki utang Rp 822,25 miliar. Utang tersebut didasari laporan Keuangan Bank dan LHP BPK. Negara tak menguasai jaminan dari utang Sujanto, namun dia diperkirakan memiliki kemampuan untuk melunasi utang.
Obligor lainnya yang masuk daftar prioritas Satgas BLBI adalah Hindarto Tantular dan Anton Tantular dari Bank Central Dagang. Dua orang ini tercatat memiliki utang Rp1,47 triliun. Utang tersebut didasari Laporan Keuangan Bank dan LHP BPK. Tercatat, tidak ada jaminan yang dikuasai negara.
Lalu ada Marimutu Sinivasan memiliki utang sebesar Rp31.7 triliun dan USD3.9 miliar. Dasar utangnya adalah Surat PPA dan pada dokumen Satgas BLBI diterangkan bahwa yang bersangkutan memiliki jaminan, tetapi jumlahnya tidak cukup.
Serta obligator terakhir ada Siti Hardianti Rukmana alias Tutut Soeharto. Tercatat perusahaan Tutut antara lain PT Citra Cs, PT Citra Mataram Satriamarga, PT Marga Nurindo Bhakti, dan Pt Citra Bhakti Margatama Persada.
Tutut tercatat memiliki utang Rp191,62 miliar, Rp 472,48 miliar, Rp 14,79 miliar, dan USD 6,52 juta. Dokumen menyebutkan bahwa tak ada jaminan aset atas utang ini.
"Yang meninggal ada beberapa dari mereka, saya engga ingat. Tapi untuk ini tidak menutup hak tagih pemerintah kepada para obligor," kata Rionald kepada SINDOnews di Jakarta, Jumat (10/9/2021).
Lebih lanjut Ia menerangkan, bakal tetap mengejar harta warisan , baik dari keturunannya maupun kerabat yang bisa ditagih. "Ini sudah berapa yang dipanggil satgas. Kita akan mengejar warisan hartanya," katanya.
Sebelumnya, ada tujuh obligor yang masuk ke dalam daftar prioritas penanganan antara lain Trijono Gondokusumo dari Bank Putra Surya Perkasa. Dia tercatat memiliki utang Rp 4,89 triliun.
Dasar utang tersebut adalah akta pengakuan utang atau APU. Berdasarkan keterangan di dokumen tersebut, telah ada jaminan atas utang Trijono, namun tidak cukup.
Selanjutnya Kaharudin Ongko dari Bank Umum Nasional. Kaharudin tercatat memiliki utang Rp 7,83 triliun. Dasar utang tersebut adalah Master of Refinancing and Notes Issuance Agreement atau MRNIA.
Satgas telah meminta dia untuk menghadap ke Kantor Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Selasa, 7 September 2021. Namun tidak ada tanda kehadiran Kaharudin hingga Selasa malam.
Obligor lain yang masuk daftar prioritas adalah Sjamsul Nursalim dari Bank Dewa Rutji. Sjamsul tercatat memiliki utang kepada negara Rp 470,66 miliar. Dasar utang tersebut dalah Laporan Keuangan Bank dan LHP BPK. Hingga saat ini, tidak ada jaminan yang dikuasai negara atas utang Sjamsul.
Lalu ada nama Sujanto Gondokusumo dari Bank Dharmala. Ia tercatat memiliki utang Rp 822,25 miliar. Utang tersebut didasari laporan Keuangan Bank dan LHP BPK. Negara tak menguasai jaminan dari utang Sujanto, namun dia diperkirakan memiliki kemampuan untuk melunasi utang.
Obligor lainnya yang masuk daftar prioritas Satgas BLBI adalah Hindarto Tantular dan Anton Tantular dari Bank Central Dagang. Dua orang ini tercatat memiliki utang Rp1,47 triliun. Utang tersebut didasari Laporan Keuangan Bank dan LHP BPK. Tercatat, tidak ada jaminan yang dikuasai negara.
Lalu ada Marimutu Sinivasan memiliki utang sebesar Rp31.7 triliun dan USD3.9 miliar. Dasar utangnya adalah Surat PPA dan pada dokumen Satgas BLBI diterangkan bahwa yang bersangkutan memiliki jaminan, tetapi jumlahnya tidak cukup.
Serta obligator terakhir ada Siti Hardianti Rukmana alias Tutut Soeharto. Tercatat perusahaan Tutut antara lain PT Citra Cs, PT Citra Mataram Satriamarga, PT Marga Nurindo Bhakti, dan Pt Citra Bhakti Margatama Persada.
Tutut tercatat memiliki utang Rp191,62 miliar, Rp 472,48 miliar, Rp 14,79 miliar, dan USD 6,52 juta. Dokumen menyebutkan bahwa tak ada jaminan aset atas utang ini.
(akr)