30% Bansos Belum Tersalurkan, BPKP Ungkap Penyebabnya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mencatat penyaluran bantuan sosial (bansos) yang tidak tepat sasaran wajar terjadi. Perkaranya, terjadi perubahan data di lapangan.
Bahkan, Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh menyebut setidaknya ada 20% hingga 30% keluarga penerima manfaat (KPM) yang belum menerima bansos. Hal itu karena terjadi perubahan data bansos .
Meski demikian, pihaknya terus mendorong Kementerian Sosial (Kemensos) dan pihak terkait untuk bersama-sama memperbaiki data-data yang mengalami perubahan.
"Itu akan selalu ada, dan akan selalu kita perbaiki. Masalah data ini akan selalu kita perbaiki karena akan berubah. Karena itu biasa saja itu yang 20 persen, 30 persen yang belum tersalurkan. Yang kita perbaiki itu lebih dari sekitar 50 persen," ujar Ateh saat ditemui di kawasan BPKP, Rabu (15/9/2021).
Baru-baru ini, kata dia, Kemensos mengantongi 5,9 juta data baru penerima bansos setelah dilakukan perbaikan. Ateh mengaku, sejak Covid-19 melanda telah berdampak pada pendapatan masyarakat, terjadi penyesuaian data bansos.
"Kalau data bansos memang data yang 2012, kita cleansing itu, kita perbaiki terus seiring dengan Covid-19 ini tambah terus, data baru pasti ada. Istilahnya yang tadi gak masuk dalam PKM, kini muncul baru, misalnya pedagang warung, pedagang kaki lima, inikan terus berubah. Setiap hari data-data itu terus berubah," ungkapnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyoroti masalah akurasi data yang dimiliki pemerintah. Menurutnya hal ini masih menjadi persoalan hingga hari ini.
Kepala Negara mengingatkan hal itu karena dampaknya kemana-mana. Contoh data bansos yang tidak akurat, tumpang tindih membuat penyaluran menjadi tak cepat.
"Menjadi lambat dan ada yang tidak tepat sasaran,” katanya saat peresmian pembukaan rapat koordinasi nasional pengawasan intern pemerintah tahun 2021 di Istana Kepresidenan Bogor, beberapa waktu lalu.
Dia juga menyebut data-data lain juga perlu diperbaiki. Apalagi seringkali data pemerintah pusat dan daerah tidak sinkron. Begitu juga data penyaluran bantuan pemerintah lainnya.
Bahkan, Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh menyebut setidaknya ada 20% hingga 30% keluarga penerima manfaat (KPM) yang belum menerima bansos. Hal itu karena terjadi perubahan data bansos .
Meski demikian, pihaknya terus mendorong Kementerian Sosial (Kemensos) dan pihak terkait untuk bersama-sama memperbaiki data-data yang mengalami perubahan.
"Itu akan selalu ada, dan akan selalu kita perbaiki. Masalah data ini akan selalu kita perbaiki karena akan berubah. Karena itu biasa saja itu yang 20 persen, 30 persen yang belum tersalurkan. Yang kita perbaiki itu lebih dari sekitar 50 persen," ujar Ateh saat ditemui di kawasan BPKP, Rabu (15/9/2021).
Baru-baru ini, kata dia, Kemensos mengantongi 5,9 juta data baru penerima bansos setelah dilakukan perbaikan. Ateh mengaku, sejak Covid-19 melanda telah berdampak pada pendapatan masyarakat, terjadi penyesuaian data bansos.
"Kalau data bansos memang data yang 2012, kita cleansing itu, kita perbaiki terus seiring dengan Covid-19 ini tambah terus, data baru pasti ada. Istilahnya yang tadi gak masuk dalam PKM, kini muncul baru, misalnya pedagang warung, pedagang kaki lima, inikan terus berubah. Setiap hari data-data itu terus berubah," ungkapnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyoroti masalah akurasi data yang dimiliki pemerintah. Menurutnya hal ini masih menjadi persoalan hingga hari ini.
Kepala Negara mengingatkan hal itu karena dampaknya kemana-mana. Contoh data bansos yang tidak akurat, tumpang tindih membuat penyaluran menjadi tak cepat.
"Menjadi lambat dan ada yang tidak tepat sasaran,” katanya saat peresmian pembukaan rapat koordinasi nasional pengawasan intern pemerintah tahun 2021 di Istana Kepresidenan Bogor, beberapa waktu lalu.
Dia juga menyebut data-data lain juga perlu diperbaiki. Apalagi seringkali data pemerintah pusat dan daerah tidak sinkron. Begitu juga data penyaluran bantuan pemerintah lainnya.
(akr)