Sinyal Positif dari Fenomena IPO Sejumlah Startup
loading...
A
A
A
Dia menambahkan, bagi startup yang belum mencatatkan laba, perusahaan tetap dapat melakukan IPO. Asalkan, perusahaan tersebut memiliki minimum revenue Rp40 miliar dan kapitalisasi pasar Rp200 miliar.
"Biasanya jika go public maka laporan keuangan harus diaudit, menunjuk notaris, lalu konsultan hukum, dan menyiapkan dokumen tentang prosedur pendaftaran hingga underwriter. Ini tentu jadi tantangan bagi perusahaan tersebut, karena biayanya yang lumayan tinggi untuk melakukan go public," jelas Aditya.
Sementara itu, Chief Executive Officer (CEO) PT Cashlez Worldwide Indonesia Tbk (Cashlez) Suwandi mengatakan, setelah melantai di Bursa pada Mei 2020 lalu, ada banyak benefit yang didapatkan untuk mendorong ekspansi bisnis. Karenanya, dia berharap kepada perusahaan atau startup digital untuk tidak ragu melakukan IPO.
"Jangan menunggu besar dulu untuk mulai go public. Tetapi, go public lah untuk menjadi besar, dan itu benar-benar dirasakan terjadi daam perjalanan kesuksesan Cashlez," ucapnya.
Dia menambahkan, dengan melakukan IPO, benefitnya adalah akses permodalan yang lebih besar untuk mendukung ekspansi bisnis. Dana dari IPO itu betul-betul kita gunakan untuk mendorong akselerasi dan ekspansi bisnis.
"Jadi kita bisa fokus, misalnya sebagai fintech company, otomatis kita akan fokus pada teknologi, di mana tim IT kita harus kuat, dari sisi infrastruktur kita harus kuat, itu salah satu yang bisa mendorong ekspansi bisnis kita," katanya.
Baik untuk Ekspansi
Plt Direktur Ekonomi Digital Kementerian Komunikasi dan Informatika I Nyoman Adhiarna memandang, fenomena IPO dari perusahaan rintisan ini sebagai sesuatu yang bagus dan positif. Dengan melakukan IPO, menjadi bukti bahwa perusahaan berkembang dan akan lebih ekspansif lagi.
Dia pun mendorong perusahaan-perusahaan itu untuk semakin terbuka sehingga mudah mendapatkan investasi, baik dari dalam maupun luar negeri.
Nyoman mengungkapkan dua sektor usaha yang kemungkinan akan berkembang adalah kesehatan dan pendidikan. Saat ini, kata dia, sudah banyak aplikasi-aplikasi yang menawarkan pembelajaran jarak jauh atau daring, misalnya kursus matematika. Di dunia kesehatan, penggunaan layanan telemedicine semakin meningkat saat pandemi Covid-19.
“Ke depan akan lebih marak lagi, aplikasi untuk membaca hasil rontgen atau CT Scan. Nanti akan dilakukan oleh mesin dan komputer tanpa bantuan manusia. Pada awalnya belum sempurna. Ke depan yang dilakukan mesin dan komputer akan menjadi akurat dan mengalahkan manusia. Perkembangan (teknologi) kedokteran di banyak negara sudah sangat pesat,” tuturnya.
"Biasanya jika go public maka laporan keuangan harus diaudit, menunjuk notaris, lalu konsultan hukum, dan menyiapkan dokumen tentang prosedur pendaftaran hingga underwriter. Ini tentu jadi tantangan bagi perusahaan tersebut, karena biayanya yang lumayan tinggi untuk melakukan go public," jelas Aditya.
Sementara itu, Chief Executive Officer (CEO) PT Cashlez Worldwide Indonesia Tbk (Cashlez) Suwandi mengatakan, setelah melantai di Bursa pada Mei 2020 lalu, ada banyak benefit yang didapatkan untuk mendorong ekspansi bisnis. Karenanya, dia berharap kepada perusahaan atau startup digital untuk tidak ragu melakukan IPO.
"Jangan menunggu besar dulu untuk mulai go public. Tetapi, go public lah untuk menjadi besar, dan itu benar-benar dirasakan terjadi daam perjalanan kesuksesan Cashlez," ucapnya.
Dia menambahkan, dengan melakukan IPO, benefitnya adalah akses permodalan yang lebih besar untuk mendukung ekspansi bisnis. Dana dari IPO itu betul-betul kita gunakan untuk mendorong akselerasi dan ekspansi bisnis.
"Jadi kita bisa fokus, misalnya sebagai fintech company, otomatis kita akan fokus pada teknologi, di mana tim IT kita harus kuat, dari sisi infrastruktur kita harus kuat, itu salah satu yang bisa mendorong ekspansi bisnis kita," katanya.
Baik untuk Ekspansi
Plt Direktur Ekonomi Digital Kementerian Komunikasi dan Informatika I Nyoman Adhiarna memandang, fenomena IPO dari perusahaan rintisan ini sebagai sesuatu yang bagus dan positif. Dengan melakukan IPO, menjadi bukti bahwa perusahaan berkembang dan akan lebih ekspansif lagi.
Dia pun mendorong perusahaan-perusahaan itu untuk semakin terbuka sehingga mudah mendapatkan investasi, baik dari dalam maupun luar negeri.
Nyoman mengungkapkan dua sektor usaha yang kemungkinan akan berkembang adalah kesehatan dan pendidikan. Saat ini, kata dia, sudah banyak aplikasi-aplikasi yang menawarkan pembelajaran jarak jauh atau daring, misalnya kursus matematika. Di dunia kesehatan, penggunaan layanan telemedicine semakin meningkat saat pandemi Covid-19.
“Ke depan akan lebih marak lagi, aplikasi untuk membaca hasil rontgen atau CT Scan. Nanti akan dilakukan oleh mesin dan komputer tanpa bantuan manusia. Pada awalnya belum sempurna. Ke depan yang dilakukan mesin dan komputer akan menjadi akurat dan mengalahkan manusia. Perkembangan (teknologi) kedokteran di banyak negara sudah sangat pesat,” tuturnya.