Ini Jurus Menangkal Krisis Evergrande Berdampak ke Indonesia

Kamis, 23 September 2021 - 20:57 WIB
loading...
Ini Jurus Menangkal Krisis Evergrande Berdampak ke Indonesia
Terlilit utang Rp4.361 triliun, Evergrande bisa berdampak ke Indonesia. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai bahwa krisis yang dialami raksasa properti China , Evergrande, merupakan risiko baru bagi dunia. Pasalnya, kasus gagal bayar Evergrande dapat memberikan dampak terhadap ekonomi dunia, dan Indonesia juga harus mewaspadainya.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyampaikan terdapat beberapa jalur transmisi risiko yang dapat dilakukan agar krisis yang dialami gergasi properti asal China tersebut tidak sampai ke Indonesia

Pertama, jalur transmisi risiko dari finansial. Menurut Bhima, Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan pemerintah perlu melakukan pendataan atau melakukan stress test terhadap beberapa perbankan dan lembaga keuangan yang memiliki afiliasi, baik langsung maupun tidak langsung terhadap pembiayaan di Evergrande.



"Nah, ini bisa meminimalisasi dan mengantisipasi dampak transmisi krisis ke sektor keuangan," ujar Bhima kepada MNC Portal Indonesia, Kamis (23/9/2021).

Kedua, Bhima menyebut pemerintah perlu memerhatikan jalur transmisi antisipasi terhadap ekspor dan impor. Dia beralasan, properti berkaitan dengan bahan baku material yang sebagian diekspor dari Indonesia, terlebih China merupakan salah satu tujuan ekspor yang sangat besar kontribusinya.

"Sehingga perlu dilakukan pendataan dan antisipasi dari sisi ekspor, perusahaan-perusahaan mana yang berkaitan dengan suplai bahan baku ke Evergrande yang akan terdampak," kata dia.

Jalur transmisi selanjutnya terkait kepercayaan dari investor maupun perbankan. Dia menyebut, krisis keuangan Evergrande dikhawatirkan akan berimbas terhadap kepercayaan investor dan perbankan untuk masuk ke sektor properti.

"Nah di sektor properti ini kan sebenarnya Indonesia masih berkembang sektor propertinya, sempat lesu tahun 2020 dan 2021 ini masih belum full normal, nah dikhawatirkan kasus yang terjadi di Cina membuat perbankan agak ragu-ragu," ucapnya.

"Misalnya menyalurkan kredit konstruksi untuk pembangunan perumahan, apartemen, maupun KPR. Kalaupun iya bunganya yang akan dibebankan kepada debitur relatif tinggi untuk mengantisipasi kasus serupa yang ada di China," sambungnya.

Untuk itu, dia menekankan pentingnya antisipasi yang harus dilakukan pemerintah dan perlunya melakukan dorongan kepercayaan terhadap pemulihan, khususnya di sektor properti dengan sangat hati-hati, terutama Bank Indonesia yang memiliki kebijakan soal pelonggaran uang muka untuk pembelian rumah.

"Nah ini perlu diperhatikan efeknya terhadap pertumbuhan kredit properti. Jangan sampai membuat bubble dan perlu diperhatikan dampaknya kepada kredit macet ke depannya, sehingga kasus yang di China tidak merembet ke Indonesia," tuturnya.



Evergrande Group atau Evergrande Real Estate Group (sebelumnya Hengda Group) merupakan perusahaan pengembang properti terbesar kedua di China dalam hal penjualan. Evergrande merupakan perusahaan terbesar ke-122 di dunia dalam hal pendapatan, menurut 2021 Fortune Global 500 List.

Perusahaan tersebut berbasis di Provinsi Guangdong, Tiongkok selatan, dan menjual apartemen-apartemen utamanya kepada para pembeli berpendapatan menengah dan ke atas.

Evergrande saat ini dikabarkan masih berupaya untuk menempuh jalur perpanjangan tenor pembayaran di sejumlah bank. Perusahaan ini disebut memiliki kewajiban mencapai USD305 miliar atau setara dengan Rp4.361 triliun (dengan kurs Rp14.300/USD).
(uka)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3330 seconds (0.1#10.140)