Pertumbuhan Ekonomi Kuartal III Diramal Tak Capai 5 Persen, Ini Sebabnya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira memperkirakan pertumbuhan ekonomi kuartal III/2021 hanya mampu mencapai kisaran 3 persen. Adapun pada kuartal IV diproyeksikan ekonomi akan naik secara bertahap seiring pelonggaran Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) .
“Apakah pertumbuhan ekonomi mampu mencapai 5 persen secara year-on-year (yoy) di kuartal III? Saya melihatnya kalaupun bisa tumbuh positif, mungkin akan di kisaran 3 persen," ujarnya saat dihubungi MNC Portal Indonesia (MPI), Minggu (26/9/2021).
Dia mengaku tak bisa berharap banyak dari periode kuartal III tahun ini. Pasalnya, sumber utama pertumbuhan dari konsumsi rumah tangga khususnya sepanjang bulan Agustus mengalami penurunan cukup dalam sehubungan penerapan PPKM darurat yang dimulai bulan Juli. Sementara sisanya di bulan September, meskipun ada pelonggaran, kenaikan konsumsinya terjadi secara bertahap.
“Memang sudah mulai ada perubahan dalam hal mobilitas masyarakat ke tempat-tempat perbelanjaan. Tapi hitungannya hal itu masih terbatas karena beberapa daerah masih memberlakukan PPKM yang cukup ketat,” bebernya.
Bhima pun memperkirakan pertumbuhan ekonomi secara full year atau sepanjang tahun ini akan berada pada kisaran 2-3 persen. "Jadi, masih butuh waktu sampai kembali ke level sebelum pandemi,” tukasnya.
Dia melanjutkan, faktor lain yang mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi nasional adalah sisi kepercayaan konsumen yang terpengaruh dari kesempatan kerja. Bhima bilang, jika kesempatan kerjanya belum optimal maka pendapatan masyarakat kelompok menengah yang sebagian besar bekerja sebagai karyawan, juga belum mengalami pemulihan.
Kendati demikian, masih ada harapan dari sisi ekspor. “Pada bulan Agustus misalnya, surplus neraca dagangnya sangat tinggi sepanjang sejarah, yakni USD4,74 miliar. Tetapi, perlu dicatat bahwa kinerja ekspor memang meningkat namun juga disertai dengan mulai meningkatnya lagi aktivitas impor. Nah ini juga bisa menekan ke depannya," paparnya.
Menurut dia, kemungkinan surplus perdagangan di bulan September tidak akan setinggi bulan Agustus. "Sementara, ekspor diprediksi akan mampu menolong, tetapi motor penggerak lainnya juga perlu diperhatikan,” tandas pria berkacamata itu.
“Apakah pertumbuhan ekonomi mampu mencapai 5 persen secara year-on-year (yoy) di kuartal III? Saya melihatnya kalaupun bisa tumbuh positif, mungkin akan di kisaran 3 persen," ujarnya saat dihubungi MNC Portal Indonesia (MPI), Minggu (26/9/2021).
Dia mengaku tak bisa berharap banyak dari periode kuartal III tahun ini. Pasalnya, sumber utama pertumbuhan dari konsumsi rumah tangga khususnya sepanjang bulan Agustus mengalami penurunan cukup dalam sehubungan penerapan PPKM darurat yang dimulai bulan Juli. Sementara sisanya di bulan September, meskipun ada pelonggaran, kenaikan konsumsinya terjadi secara bertahap.
“Memang sudah mulai ada perubahan dalam hal mobilitas masyarakat ke tempat-tempat perbelanjaan. Tapi hitungannya hal itu masih terbatas karena beberapa daerah masih memberlakukan PPKM yang cukup ketat,” bebernya.
Bhima pun memperkirakan pertumbuhan ekonomi secara full year atau sepanjang tahun ini akan berada pada kisaran 2-3 persen. "Jadi, masih butuh waktu sampai kembali ke level sebelum pandemi,” tukasnya.
Dia melanjutkan, faktor lain yang mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi nasional adalah sisi kepercayaan konsumen yang terpengaruh dari kesempatan kerja. Bhima bilang, jika kesempatan kerjanya belum optimal maka pendapatan masyarakat kelompok menengah yang sebagian besar bekerja sebagai karyawan, juga belum mengalami pemulihan.
Kendati demikian, masih ada harapan dari sisi ekspor. “Pada bulan Agustus misalnya, surplus neraca dagangnya sangat tinggi sepanjang sejarah, yakni USD4,74 miliar. Tetapi, perlu dicatat bahwa kinerja ekspor memang meningkat namun juga disertai dengan mulai meningkatnya lagi aktivitas impor. Nah ini juga bisa menekan ke depannya," paparnya.
Menurut dia, kemungkinan surplus perdagangan di bulan September tidak akan setinggi bulan Agustus. "Sementara, ekspor diprediksi akan mampu menolong, tetapi motor penggerak lainnya juga perlu diperhatikan,” tandas pria berkacamata itu.