RUPTL 2021-2030 Belum Juga Dirilis, Ini Alasan Pemerintah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah sangat berhati-hati dalam menyusun Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 baik dari sisi kebutuhan demand listrik maupun dari sisi perencanaan pembangkitan, transmisi dan distribusi.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan, proses pembuatan RUPTL kali ini relatif lebih lama dibandingkan proses RUPTL sebelumnya akibat pandemi Covid-19 yang penuh ketidakpastian yang mengakibatkan penurunan pertumbuhan ekonomi dan penurunan konsumsi tenaga listrik.
"Untuk itu memerlukan waktu untuk penyesuaian asumsi yang digunakan yang banyak melibatkan kementerian lembaga terkait," ujarnya pada Webinar Diseminasi RUPTL 2021-2030, Selasa (5/10/2021).
Rida melanjutkan, lamanya penyusunan RUPTL kali ini juga dipengaruhi oleh berbagai kecenderungan global seperti menguatnya tuntutan negara dan konsumen besar atau internasional terhadap green product. "Penghentian institusi atau lembaga negara sponsor terhadap pembiayaan pembangkit fosil serta harga teknologi pembangkit listrik dari EBT yang semakin menurun dan kompetitif," ungkapnya.
Penyebab lain lamanya proses penyusunan RUPTL ini juga dipengaruhi oleh perkembangan kebijakan atau pemikiran di tingkat nasional seperti dorongan percepatan transisi energi, dorongan untuk mempercepat penerapan smart grid guna meningkatkan penetrasi EBT dan sekaligus meningkatkan efisiensi dalam pengelolaan sistem tenaga listrik.
"Mempertimbangkan keterbatasan kemampuan investasi, saat ini PLN didorong untuk lebih fokus berinvestasi pada pengembangan dan penguatan sistem penyaluran tenaga listrik serta peningkatan pelayanan konsumen," kata Rida.
Rida menambahkan, proses penyusunan RUPTL sendiri dimulai dari pengajuan surat dari PLN. Selanjutnya dilakukan beberapa pembahasan intensif antara tim teknis Dirjen Ketenagalistrikan dengan PLN setelah mendapat arahan Kementerian ESDM.
Proses penyusunan RUPTL 2021–2030 juga dilakukan melalui diskusi bersama dengan Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Bappenas, Kementerian Perindustrian, Kementerian Kelautan Perikanan, hingga Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus. Langkah itu diambil untuk dapat memastikan terciptanya demand baru pada Kawasan Industri (KI), Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Destinasi Pariwisata Prioritas (DPP), Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP), dan yang lainnya.
"Pemerintah dan PLN sangat berhati-hati menyusun RUPTL, baik dari sisi kebutuhan listrik maupun rencana pembangkitan, transmisi dan distribusi, sekaligus menyiapkan upaya penurunan BPP [biaya pokok penyediaan]. Hal tersebut dilakukan dalam rangka menciptakan listrik yang lebih merata," tandasnya.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan, proses pembuatan RUPTL kali ini relatif lebih lama dibandingkan proses RUPTL sebelumnya akibat pandemi Covid-19 yang penuh ketidakpastian yang mengakibatkan penurunan pertumbuhan ekonomi dan penurunan konsumsi tenaga listrik.
"Untuk itu memerlukan waktu untuk penyesuaian asumsi yang digunakan yang banyak melibatkan kementerian lembaga terkait," ujarnya pada Webinar Diseminasi RUPTL 2021-2030, Selasa (5/10/2021).
Rida melanjutkan, lamanya penyusunan RUPTL kali ini juga dipengaruhi oleh berbagai kecenderungan global seperti menguatnya tuntutan negara dan konsumen besar atau internasional terhadap green product. "Penghentian institusi atau lembaga negara sponsor terhadap pembiayaan pembangkit fosil serta harga teknologi pembangkit listrik dari EBT yang semakin menurun dan kompetitif," ungkapnya.
Penyebab lain lamanya proses penyusunan RUPTL ini juga dipengaruhi oleh perkembangan kebijakan atau pemikiran di tingkat nasional seperti dorongan percepatan transisi energi, dorongan untuk mempercepat penerapan smart grid guna meningkatkan penetrasi EBT dan sekaligus meningkatkan efisiensi dalam pengelolaan sistem tenaga listrik.
"Mempertimbangkan keterbatasan kemampuan investasi, saat ini PLN didorong untuk lebih fokus berinvestasi pada pengembangan dan penguatan sistem penyaluran tenaga listrik serta peningkatan pelayanan konsumen," kata Rida.
Rida menambahkan, proses penyusunan RUPTL sendiri dimulai dari pengajuan surat dari PLN. Selanjutnya dilakukan beberapa pembahasan intensif antara tim teknis Dirjen Ketenagalistrikan dengan PLN setelah mendapat arahan Kementerian ESDM.
Proses penyusunan RUPTL 2021–2030 juga dilakukan melalui diskusi bersama dengan Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Bappenas, Kementerian Perindustrian, Kementerian Kelautan Perikanan, hingga Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus. Langkah itu diambil untuk dapat memastikan terciptanya demand baru pada Kawasan Industri (KI), Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Destinasi Pariwisata Prioritas (DPP), Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP), dan yang lainnya.
"Pemerintah dan PLN sangat berhati-hati menyusun RUPTL, baik dari sisi kebutuhan listrik maupun rencana pembangkitan, transmisi dan distribusi, sekaligus menyiapkan upaya penurunan BPP [biaya pokok penyediaan]. Hal tersebut dilakukan dalam rangka menciptakan listrik yang lebih merata," tandasnya.
(nng)