Hati-hati, Krisis Energi Eropa Bisa Merembet ke RI

Jum'at, 08 Oktober 2021 - 15:58 WIB
loading...
Hati-hati, Krisis Energi Eropa Bisa Merembet ke RI
Krisis energi di Eropa bisa menjadi pelajaran bagi Indonesia dalam menghadapi transisi energi dunia. FOTO/Ilustrasi/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Indonesia perlu mengambil pelajaran dari kejadian krisis energi di Eropa. Saat ini Eropa sedang mengalami masa sulit dalam menghadapi tingginya harga gas yang berdampak pada mahalnya biaya listrik. Padahal seperti diketahui bahwa Eropa dianggap sukses dalam mendorong transisi energi dari energi fosil ke energi baru terbarukan (EBT).

Indonesia pun tengah menjalankan proses peralihan penggunaan energi dari energi fosil menuju EBT. Pemerintah telah menyiapkan peta jalan transisi menuju energi netral mulai tahun 2021 sampai 2060.



Ketua Umum Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI) Arthur Simatupang mengatakan, krisis energi di Eropa bisa berimbas ke Indonesia apabila sahal membuat peta jalan atau roadmap transisi energi. Menurut dia roadmap transisisi harus disesuaikan dengan demand dan supply. Sementara kebutuhan energi masa depan akan semakin meningkat, tidak mungkin turun.

"Apalagi negara berkembang seperti Indonesia. Meski pertumbuhan ekonomi terkoreksi akibat pandemi Covid-19, sebetulnya masih memiliki ruang pertumbuhan yang cukup besar," ujarnya dalam Market Review IDX Channel, Jumat (8/10/2021).

Menurut dia, ruang pertumbuhan ekonomi yang cukup besar ini sangat memerlukan keandalan listrik yang tidak bisa ditawar terutama jika ingin meningkatkan industrialisasi. "Ada beberapa kawasan industri yang akan bertambah. Tentu kebutuhan listrik sangat besar," imbuhnya.

Di sisi lain, dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2021-2030 porsi penambahan pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 51,6%, lebih besar dibandingkan penambahan pembangkit fosil sebesar 48,4%.

"Padahal kita tahu dari EBT ini masih memiliki kelemahan yang beda dengan energi fosil terutama dari pasokan listrik yang tidak stabil atau intermiten. Di sini pentingnya sistem jaringan yang bisa diandalkan," jelas Arthur.



Menurut dia, pemerintah juga masih punya pekerjaan rumah yang harus diselesaikan terlebih dahulu, yaitu rasio elektrifikasi yang baru mencapai 99,37%. Masih ada beberapa provinsi yang perlu perhatian khusus agar seluruh desa di daerah 3T dapat memperoleh akses listrik.

"Jadi kembali lagi pasokan listrik perlu, tetapi tidak mengesampingkan mulai adanya transisi EBT. Ini harus dipetakan transisi dan distribusi supaya penyebarannya merata. Ini faktor penting untuk suksesnya transisi EBT," tandasnya.
(nng)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2366 seconds (0.1#10.140)