Hantam Amazon-Facebook, 136 Negara Sepakat Pajak Minimum Korporasi 15%

Selasa, 12 Oktober 2021 - 11:51 WIB
loading...
Hantam Amazon-Facebook, 136 Negara Sepakat Pajak Minimum Korporasi 15%
Kesepakatan bersejarah terbentuk untuk memastikan perusahaan multinasional membayar pajak dengan lebih adil. Sekitar 136 negara setuju untuk memberlakukan tarif pajak perusahaan setidaknya 15%. Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Sebagian besar negara di dunia telah menandatangani kesepakatan bersejarah untuk memastikan perusahaan multinasional membayar pajak dengan lebih adil. Sekitar 136 negara setuju untuk memberlakukan tarif pajak perusahaan setidaknya 15%, serta sistem yang lebih adil untuk memajaki keuntungan di mananapun mereka peroleh.

Hal ini menjawab kekhawatiran bahwa perusahaan multinasional bisa mengalihkan keuntungan mereka agar mendapatkan pajak rendah. Negara-negara termasuk Irlandia telah menentang kesepakatan ini, tetapi sekarang telah ikut sepakat.



Menteri Keuangan Rishi Sunak mengatakan kesepakatan itu akan "meningkatkan sistem pajak global untuk zaman modern".

"Kami sekarang memiliki jalan yang jelas menuju sistem pajak yang lebih adil, di mana pemain besar global membayar bagian mereka dengan adil dimanapun mereka melakukan bisnisnya," ungkap Rishi.

Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD), sebuah organisasi antar pemerintah, telah memimpin pembicaraan tentang tingkat minimum pajak selama satu dekade terakhir.

Dikatakan kesepakatan itu dapat menghasilkan tambahan USD150 miliar pajak per tahun, serta memperkuat ekonomi saat mencoba pulih dari Pandemi Covid-19. Namun ia juga mengatakan, tidak berusaha untuk "menghilangkan" persaingan pajak antar negara, tetapi ini dimaksudkan hanya untuk membatasinya.

Kebijakan pajak minimum perusahaan multinasional ini baru akan diterapkan mulai tahun 2023. Banyak negara bakal memiliki lebih banyak ruang untuk mengenakan pajak perusahaan multinasional yang beroperasi di wilayah mereka, bahkan jika mereka tidak memiliki kantor fisik di sana.

Langkah ini diperkirakan akan memukul raksasa digital seperti Amazon dan Facebook, serta bisa berdampak terhadap perusahaan dengan penjualan global di atas 20 miliar euro dan margin keuntungan di atas 10%.

Seperempat dari setiap keuntungan yang mereka hasilkan di atas ambang batas 10% akan direalokasi ke negara-negara di mana mereka mendapatkannya dan dikenakan pajak di sana.

"Kesepakatan luas ini memastikan sistem pajak internasional sesuai untuk tujuan dalam ekonomi dunia yang terdigitalkan dan diglobalisasi," kata Sekretaris Jenderal OECD Mathias Cormann.

"Kita sekarang harus bekerja cepat dan tegas untuk memastikan implementasi yang efektif dari reformasi besar ini," paparnya.

Pemenang dan Pecundang

Kesepakatan ini menandai perubahan besar dalam pendekatan untuk memajaki perusahaan global. Di masa lalu, negara-negara sering bersaing satu sama lain untuk menawarkan kesepakatan yang menarik bagi perusahaan multinasional.

Masuk akal ketika perusahaan-perusahaan itu menanamkan modalnya, mendirikan pabrik dan menciptakan lapangan kerja. Anda bisa mengatakan, mereka memberikan sesuatu.

Tetapi raksasa era digital baru telah sangat lihai memindahkan keuntungan, dari lokasi di mana mereka melakukan bisnis ke negara dengan pajak terendah. Kabar baik untuk surga pajak, tetapi berita buruk bagi negara yang lain.

Sistem baru ini dimaksudkan untuk meminimalkan peluang pergeseran keuntungan, dan memastikan bahwa bisnis terbesar membayar setidaknya pajak dimana mereka beroperasi. Dibandingkan harus berdasarkan di mana kantor pusat berada.

Sekitar 136 negara telah mendaftar dan menjadi sebuah prestasi tersendiri. Tapi mau tidak mau akan ada pecundang serta pemenang.

Balapan Sampai ke Dasar

Irlandia, Hongaria dan Estonia yang semuanya memiliki tarif pajak perusahaan di bawah 15% pada awalnya menolak rencana tersebut. Tetapi kini mereka berada di kapal yang sama.

Irlandia saat ini memiliki tarif 12,5%, yang telah membantunya menarik sejumlah investasi asing dengan nilai yang besar dan menjadi basis bagi perusahaan-perusahaan besar AS seperti Apple.

Tetapi setelah kompromi sesuai perjanjian, Menteri Keuangan Pascal Donohoe mengatakan dia "benar-benar yakin" kepentingan Irlandia dilayani dengan menjadi bagian dari kesepakatan.



Namun Kenya, Nigeria, Pakistan dan Sri Lanka belum menandatangani rencana tersebut. Pakta tersebut menyelesaikan pertengkaran antara AS dan negara-negara seperti Inggris dan Prancis, yang telah mengancam menerapkan pajak digital pada perusahaan raksasa teknologi yang kebanyakan dari Amerika.

Menteri Keuangan AS Janet Yellen mengatakan: "Hampir seluruh ekonomi global telah memutuskan untuk mengakhiri perlombaan memasang pajak rendah kepada perusahaan.

"Daripada bersaing untuk menawarkan tarif rendah kepada perusahaan, Amerika sekarang akan bersaing dalam keterampilan pekerja dan kapasitas untuk berinovasi, yang merupakan perlombaan yang bisa kami menangkan," terang Yellen.

Raksasa Teknologi

Facebook menyambut baik kesepakatan itu, dengan mengatakan telah lama menyerukan reformasi aturan pajak global. "Kami menyadari ini bisa berarti membayar banyak pajak lebih besar, dan di tempat yang berbeda," kata Nick Clegg, wakil presiden untuk urusan global.

"Sistem pajak perlu membangun kepercayaan publik, sambil memberikan kepastian dan stabilitas kepada bisnis. Kami senang melihat konsensus internasional yang muncul," sambungnya.

Tetapi Menteri Ekonomi Argentina, Martin Guzman mengatakan, proposal itu tidak akan banyak membantu negara-negara berkembang. Meskipun menyetujui pakta tersebut, ia berpendapat tarif pajak yang ideal setidaknya 21%.

Oxfam juga mengatakan tarif 15% terlalu rendah dan akan "membiarkan pelanggar besar ...". Tarif pajak perusahaan di negara-negara industri rata-rata sebesar 23,5%, jauh di atas angka 15% yang disepakati.

Pemimpin kebijakan pajak Oxfam, Susana Ruiz mengatakan, dunia mengalami peningkatan kemiskinan terbesar dalam beberapa dekade dan ledakan besar dalam ketidaksetaraan. Tetapi kesepakatan ini akan melakukan sedikit atau tidak sama sekali untuk menghentikan keduanya.
(akr)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1076 seconds (0.1#10.140)