Begini Kronologi Bengkaknya Anggaran Kereta Cepat Jakarta-Bandung

Jum'at, 15 Oktober 2021 - 20:48 WIB
loading...
Begini Kronologi Bengkaknya Anggaran Kereta Cepat Jakarta-Bandung
Begini kronologi membengkaknya biaya Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) yang awalnya Rp85,41 Triliun. Namun kemudian membengkak dengan proyeksi menjadi Rp121,01 triliun. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Pemerintah mencatat biaya Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) mencapai USD6,07 miliar atau setara Rp85,41 Triliun (kurs rupiah Rp14.071/USD). Jumlah tersebut terdiri atas pembiayaan Engineering Procurement Construction (EPC) sebesar USD4,8 miliar dan USD1,3 miliar untuk non-EPC.

Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko KAI , Salusra Wijaya menyebut, dalam hitungan awal konsorsium BUMN atau PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) anggaran KCJB mencapai USD6,07 miliar.



Namun begitu, sejak dilakukan kajian dengan bantuan konsultan anggaran justru mengalami pembengkakan (cost overrun). Dimana estimasi disusun sejak November 2020 lalu, perhitungannya justru melebar hingga angka USD8,6 miliar atau setara Rp121,01 triliun (kurs rupiah Rp14.071/USD).

Perubahan angka terjadi setelah adanya perubahan biaya, harga, hingga penundaan proyek karena perkara pembebasan lahan. Karena itu, perkiraan konsorsium Indonesia bahwa anggaran KCJB berada di dalam skenario low and high.

Low mencapai USD9,9 miliar dan high USD11 miliar. Artinya, cost overrun yang terjadi dengan skenario tersebut adalah sekitar USD3,8-4,9 miliar

"Kalau dibuat ringkasan, ini penyebab utama kenapa terjadi cost overrun. Terbesar porsi COR di EPC," ujar Salusra dalam RDP bersama Komisi VI DPR beberapa waktu lalu, dikutip, Jumat (15/10/2021).

Padahal, sebelum China resmi menjadi mitra PSBI dalam pengerjaan mega proyek itu, Jepang merupakan salah satu negara yang terlebih dahulu mengajukan proposal dengan nilai investasi yang diperkirakan mencapai USD6,2 miliar. Artinya, proposal yang ditawarkan Jepang lebih murah dibandingkan China.

Bahkan, dalam skemanya investasi yang ditawarkan berupa pinjaman 75% dengan tenor 40 tahun dengan bunga 0,1% per tahunnya. Sayangnya, pemerintah Indonesia menolak proposal yang diajukan Jepang.

Alasannya, proposal dianggap tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan pemerintah. Perkara ini, membuat Duta Besar (Dubes) Jepang untuk Indonesia saat itu, Yasuaki Tanizaki merasa kecewa.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2062 seconds (0.1#10.140)