Digadang-gadang Gantikan Garuda Indonesia, Begini Persiapan Pelita Air
loading...
A
A
A
JAKARTA - Nasib Garuda Indonesia diujung tanduk lantaran utang menumpuk. Kementerian BUMN pun selaku pemegang saham akan mengambil langkah kepailitan jika restrukturisasi utang mentok dan suntikan negara dihentikan.
Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Novie Riyanto mengungkapkan, sampai saat ini belum menerima kabar resmi terkait rencana penutupan Garuda Indonesia. Namun Pelita Air Serivice (PAS) yang digadang-gadang menggantikan Garuda Indonesia telah mempersiakan diri.
Berdasarkan laporan Kemenhub, saat ini PAS sedang mengurus sejumlah perizinan penerbangan seperti seperti Badan Usaha Utang Udara Berjadwal hingga proses memasukan Airbus 320 sebagai armada. "Tapi memang belum ada sampai soal pengambilalihan rute domestik. Setahu kita begitu," ujarnya saat dikonfirmasi, Kamis (21/10/2021).
Kementerian BUMN dalam beberapa kesempatan menegaskan upaya restrukturisasi utang untuk selamatkan Garuda Indonesia terus dimaksimalkan. Namun, progres restrukturisasi hingga saat ini belum diketahui secara pasti.
Dalam catatan MNC Portal Indonesia, salah satu skema restrukturisasi Garuda melalui Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) untuk utang jatuh tempo Rp 70 triliun. PKPU sendiri masuk dalam empat opsi yang ditawarkan Kementerian BUMN selaku pemegang saham mayoritas.
Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo menyebut Garuda Indonesia dapat menggunakan legal bankruptcy untuk merestrukturisasi kewajibannya baik utang, sewa, hingga kontrak kerja. Kementerian BUMN menargetkan bisa melakukan restrukturisasi hingga USD1,5 miliar atau setara Rp21,4 triliun (kurs Rp14.400 per USD).
Jika EBITDA Garuda tidak sampai di angka USD200-250 juta, maka kondisi keuangan normal maksimum rasionya harus 6 kali. Jadi, sekitar USD250 juta dikali 6 atau USD1,5 miliar. Di atas itu Garuda tidak bisa going concern, karena tidak mampu membayar utang-utangnya.
Sementara itu, empat opsi yang sebelumnya ditawarkan pemegang saham di antaranya, pertama, pemerintah terus mendukung kinerja Garuda melalui pinjaman ekuitas. Opsi ini merujuk pada praktik restrukturisasi pemerintah Singapura terhadap salah satu penerbangan nasional negara setempat, yakni Singapore Airlines.
Kedua, menggunakan legal bankruptcy untuk merestrukturisasi kewajiban Garuda, seperti utang, sewa, dan kontrak kerja. Dalam catatan pemerintah, opsi ini masih mempertimbangkan Undang-Undang (UU) kepailitan, apakah regulasi memperbolehkan adanya restrukturisasi. Opsi ini merujuk pada penyelamatan Latam Airlines milik Malaysia
Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Novie Riyanto mengungkapkan, sampai saat ini belum menerima kabar resmi terkait rencana penutupan Garuda Indonesia. Namun Pelita Air Serivice (PAS) yang digadang-gadang menggantikan Garuda Indonesia telah mempersiakan diri.
Berdasarkan laporan Kemenhub, saat ini PAS sedang mengurus sejumlah perizinan penerbangan seperti seperti Badan Usaha Utang Udara Berjadwal hingga proses memasukan Airbus 320 sebagai armada. "Tapi memang belum ada sampai soal pengambilalihan rute domestik. Setahu kita begitu," ujarnya saat dikonfirmasi, Kamis (21/10/2021).
Kementerian BUMN dalam beberapa kesempatan menegaskan upaya restrukturisasi utang untuk selamatkan Garuda Indonesia terus dimaksimalkan. Namun, progres restrukturisasi hingga saat ini belum diketahui secara pasti.
Dalam catatan MNC Portal Indonesia, salah satu skema restrukturisasi Garuda melalui Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) untuk utang jatuh tempo Rp 70 triliun. PKPU sendiri masuk dalam empat opsi yang ditawarkan Kementerian BUMN selaku pemegang saham mayoritas.
Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo menyebut Garuda Indonesia dapat menggunakan legal bankruptcy untuk merestrukturisasi kewajibannya baik utang, sewa, hingga kontrak kerja. Kementerian BUMN menargetkan bisa melakukan restrukturisasi hingga USD1,5 miliar atau setara Rp21,4 triliun (kurs Rp14.400 per USD).
Jika EBITDA Garuda tidak sampai di angka USD200-250 juta, maka kondisi keuangan normal maksimum rasionya harus 6 kali. Jadi, sekitar USD250 juta dikali 6 atau USD1,5 miliar. Di atas itu Garuda tidak bisa going concern, karena tidak mampu membayar utang-utangnya.
Sementara itu, empat opsi yang sebelumnya ditawarkan pemegang saham di antaranya, pertama, pemerintah terus mendukung kinerja Garuda melalui pinjaman ekuitas. Opsi ini merujuk pada praktik restrukturisasi pemerintah Singapura terhadap salah satu penerbangan nasional negara setempat, yakni Singapore Airlines.
Kedua, menggunakan legal bankruptcy untuk merestrukturisasi kewajiban Garuda, seperti utang, sewa, dan kontrak kerja. Dalam catatan pemerintah, opsi ini masih mempertimbangkan Undang-Undang (UU) kepailitan, apakah regulasi memperbolehkan adanya restrukturisasi. Opsi ini merujuk pada penyelamatan Latam Airlines milik Malaysia