MK Tolak Uji Materi UU Minerba, Pemohon: Pemerintah Harus Mandiri Putuskan Kelanjutan Operasi Tambang
loading...
A
A
A
JAKARTA - Undang-Undang (UU) No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) yang diundangkan pada 10 Juni 2020 digugat oleh sejumlah pemohon.
Sejak awal, pembentukan UU ini cenderung kilat dan senyap. Sejumlah pihak pun kemudian mengajukan uji materi , baik aspek formil maupun materiil UU tersebut. Setelah berproses sekitar setahun, Mahkamah Konstitusi ( MK ) secara maraton membacakan putusan uji materi UU No. 3 Tahun 2020 pada 27 Oktober 2021.
Terkait uji formil, MK menolak mengabulkan permohonan perkara No. 59/PUU/XVIII/2020 dan menyatakan keabsahan prosedur pembentukan beleid tersebut.
Uji materiil ini dimohonkan oleh tiga pemohon, yaitu Helvis (advokat) sebagai Pemohon I, Sekretaris Umum PP ISNU M Kholid Syeirazi sebagai Pemohon II, dan Forum Kajian Hukum dan Konstitusi sebagai Pemohon III. Permohonan uji materi ini dimuat ke dalam perkara No. 64/PUU/XVIII/2020. Permohonan ini diwakili oleh Kuasa Hukum Tezar Yudhistira, Arif Rachman, Abdul Rohim, dan Viktor S. Tandiasa.
MK mengabulkan legal standing Pemohon II dan menolak legal standing pemohon lainnya. MK mendalilkan, Pemohon II telah cukup jelas menguraikan causal verband berlakunya Pasal 169A UU No. 3/2020 dengan kerugian konstitusionalnya, baik aktual maupun potensial sebagai warga negara dan pemerhati kebijakan pertambagan. Karena itu, MK mempertimbangkan isi permohonannya.
Pemohon II beranggapan, Pasal 169A yang menjamin kepada pemegang KK dan PKP2B yang habis masa kontraknya untuk diperpanjang melalui IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus), selama-lamanya 20 tahun, telah mendegradasi kedaulatan negara, c.q. pemerintah untuk mandiri dalam mengelola sektor tambangnya, termasuk memprioritaskan BUMN/BUMD.
Pemerintah mempunyai hak penuh untuk memperpanjang atau mengakhiri operasi tambang, jika dianggap tidak menguntungkan, dan tidak boleh tersandera dengan pelaku usaha swasta. Dalam keterangannya, Kholid menjelaskan beberapa raksasa tambang batu bara pemegang PKP2B yang akan segera berakhir.
"Mereka menuntut kepastian dari pemerintah, karena itu lahirlah Pasal 169A," kata Kholid dalam keterangan tertulis, Kamis (28/10/20221).
Sejak awal, pembentukan UU ini cenderung kilat dan senyap. Sejumlah pihak pun kemudian mengajukan uji materi , baik aspek formil maupun materiil UU tersebut. Setelah berproses sekitar setahun, Mahkamah Konstitusi ( MK ) secara maraton membacakan putusan uji materi UU No. 3 Tahun 2020 pada 27 Oktober 2021.
Terkait uji formil, MK menolak mengabulkan permohonan perkara No. 59/PUU/XVIII/2020 dan menyatakan keabsahan prosedur pembentukan beleid tersebut.
Uji materiil ini dimohonkan oleh tiga pemohon, yaitu Helvis (advokat) sebagai Pemohon I, Sekretaris Umum PP ISNU M Kholid Syeirazi sebagai Pemohon II, dan Forum Kajian Hukum dan Konstitusi sebagai Pemohon III. Permohonan uji materi ini dimuat ke dalam perkara No. 64/PUU/XVIII/2020. Permohonan ini diwakili oleh Kuasa Hukum Tezar Yudhistira, Arif Rachman, Abdul Rohim, dan Viktor S. Tandiasa.
MK mengabulkan legal standing Pemohon II dan menolak legal standing pemohon lainnya. MK mendalilkan, Pemohon II telah cukup jelas menguraikan causal verband berlakunya Pasal 169A UU No. 3/2020 dengan kerugian konstitusionalnya, baik aktual maupun potensial sebagai warga negara dan pemerhati kebijakan pertambagan. Karena itu, MK mempertimbangkan isi permohonannya.
Pemohon II beranggapan, Pasal 169A yang menjamin kepada pemegang KK dan PKP2B yang habis masa kontraknya untuk diperpanjang melalui IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus), selama-lamanya 20 tahun, telah mendegradasi kedaulatan negara, c.q. pemerintah untuk mandiri dalam mengelola sektor tambangnya, termasuk memprioritaskan BUMN/BUMD.
Pemerintah mempunyai hak penuh untuk memperpanjang atau mengakhiri operasi tambang, jika dianggap tidak menguntungkan, dan tidak boleh tersandera dengan pelaku usaha swasta. Dalam keterangannya, Kholid menjelaskan beberapa raksasa tambang batu bara pemegang PKP2B yang akan segera berakhir.
"Mereka menuntut kepastian dari pemerintah, karena itu lahirlah Pasal 169A," kata Kholid dalam keterangan tertulis, Kamis (28/10/20221).