Fokus Tangani Utang Jumbo Garuda, Opsi Kurangi Saham Negara Belum Prioritas

Jum'at, 19 November 2021 - 18:49 WIB
loading...
Fokus Tangani Utang...
Opsi pengurangan saham negara di PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk belum jadi prioritas pemegang saham. Foto/Ilustrasi/Hasiholan Siahaan
A A A
JAKARTA - Menteri BUMN Erick Thohir memastikan pengurangan saham negara di PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk belum akan dilakukan. Saat ini pemegang saham masih fokus pada negosiasi dan restrukturisasi utang jumbo Garuda yang mencapai Rp139 triliun.

Erick menegaskan, restrukturisasi utang dengan kreditur dan lessor menjadi opsi utama untuk membenahi struktur keuangan Garuda. Karenanya, pengurangan saham negara di maskapai nasional itu saat ini dinilai masih terlalu dini untuk dilakukan.



"Masih terlalu jauh. Kalau Garuda sudah beberapa kali saya sampaikan bahwa kembali, kita mesti fokus restrukturisasi Garuda. Dimana harga sewa yang terlalu mahal, kita harus negosiasi ulang. Dan ada kasus korupsi sudah diproses oleh KPK, kita harus lakukan itu. Sama seperti kita membenahi Jiwasraya, kan sama," ujar Erick saat ditemui di kawasan Hotel Indonesia, Jumat (19/11/2021).

Sebelumnya, opsi pengurangan saham negara di Garuda diungkapkan Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo. Kartiko meminta dukungan Komisi VI DPR saat opsi pengurangan saham memungkinkan untuk dilakukan.

Menurut Erick, restrukturisasi besar-besaran harus dilakukan karena harga dan bunga sewa pesawat Garuda masih terlalu mahal. Tercatat, bunga sewa maskapai penerbangan pelat merah itu mencapai 26% atau paling tinggi dunia. "Dalam konteks Garuda, harus dilakukan restrukturisasi besar-besaran ketika harga sewa masih terlalu mahal," tegasnya.



Seusai restrukturisasi, lanjut Erick, pihaknya akan mengarahkan Garuda Indonesia untuk menggarap rute penerbangan domestik. Dalam hitungan pemegang saham, 78% penumpang menggunakan jasa pesawat untuk bepergian antarpulau.

Pemegang saham menilai ada pasar yang besar di rute domestik. Erick mengacu pada kontribusi turis lokal yang sebanyak Rp1.400 triliun. Hanya 22% atau sekitar Rp300 triliun berasal dari turis mancanegara.

"Kita bandingkan dengan domestik penerbangan di banyak negara, Amerika Serikat negara yang sangat besar, fokus pada domestik market, apakah yang (maskapai) Southwest, Continental, United semuanya fokus ke situ, kita harus ke situ. Ini bisnis model," cetusnya.
(fai)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1424 seconds (0.1#10.140)