Ibu Dua Anak Gugat Perusahaan Elon Musk atas Kasus Pelecehan Seksual
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tesla, perusahaan milik Elon Musk , kembali diguncang kasus tak sedap. Setelah belum lama sempat dihebohkan dengan perilaku rasial, kini Tesla dibelit masalah pelecehan seksual yang dialami seorang pekerja perempuannya.
Jessica Barraza, pekerja wanita di pabrik Fremont Tesla, California, dalam gugatannya mengaku menghadapi pelecehan seksual yang mengerikan dan merajalela. Jessica, yang bekerja shift malam, mengatakan bahwa hampir setiap hari mendapat komentar-komentar seksies yang bernada melecehkan (catcall).
Atas pelecehan yang dialaminya, Jessica pun menuntut kompensasi dan ganti rugi dari Tesla. Saat ini ibu dua anak berusia 38 tahun itu sedang cuti medis.
Kepada Washington Post, Jessica mengungkap bahwa para pekerja pria hampir setiap hari merundungnya secara verbal, menatap payudaranya, dan menyentuhkan tubuhnya sambil berpura-pura tidak disengaja. Jessica merasa dirinya seperti barang rampasan yang membuat para lelaki meneteskan air liur.
Jessica menambahkan, dalam satu insiden, seorang pria mengangkatnya, meletakkan tangan di sekitar tubuhnya. Di tempat lain, seorang pria meletakkan kakinya di antara paha Jessica. Perlakuan itulah yang kemudian memicu Jessica untuk mengambil tindakan.
"Setelah hampir tiga tahun mengalami semua pelecehan, itu merampas rasa aman Anda, itu hampir membuat Anda tidak manusiawi," kata Barraza kepada Washington Post, dikutip dari BBC, Sabtu (20/11/2021).
Jessica lantas menuduh bahwa Tesla mendorong iklim pelecehan seksual. Dia mengatakan pernah mengajukan dua keluhan pada bulan September dan Oktober, tetapi masalah yang dia angkat tidak ditangani manajemen Tesla.
Langkah Jessica mengajukan tuntutan merupakan sebuah gebrakan. Pasalnya, Tesla seperti halnya banyak perusahaan teknologi lain mengharuskan karyawan menandatangani perjanjian arbitrase untuk menghindari perselisihan di tempat kerja muncul ke pengadilan. Namun, dia mengatakan persyaratan "tidak masuk akal" membuat perjanjian itu tidak dapat dilaksanakan.
Menarikya, pelecehan seksual atau tindakan perundungan yang dialami Jessica mendapat "dukungan" dari pekerja lain. Washington Post melaporkan bahwa beberapa pekerja menguatkan pernyataan Jessica itu.
Jessica Barraza, pekerja wanita di pabrik Fremont Tesla, California, dalam gugatannya mengaku menghadapi pelecehan seksual yang mengerikan dan merajalela. Jessica, yang bekerja shift malam, mengatakan bahwa hampir setiap hari mendapat komentar-komentar seksies yang bernada melecehkan (catcall).
Atas pelecehan yang dialaminya, Jessica pun menuntut kompensasi dan ganti rugi dari Tesla. Saat ini ibu dua anak berusia 38 tahun itu sedang cuti medis.
Kepada Washington Post, Jessica mengungkap bahwa para pekerja pria hampir setiap hari merundungnya secara verbal, menatap payudaranya, dan menyentuhkan tubuhnya sambil berpura-pura tidak disengaja. Jessica merasa dirinya seperti barang rampasan yang membuat para lelaki meneteskan air liur.
Jessica menambahkan, dalam satu insiden, seorang pria mengangkatnya, meletakkan tangan di sekitar tubuhnya. Di tempat lain, seorang pria meletakkan kakinya di antara paha Jessica. Perlakuan itulah yang kemudian memicu Jessica untuk mengambil tindakan.
"Setelah hampir tiga tahun mengalami semua pelecehan, itu merampas rasa aman Anda, itu hampir membuat Anda tidak manusiawi," kata Barraza kepada Washington Post, dikutip dari BBC, Sabtu (20/11/2021).
Jessica lantas menuduh bahwa Tesla mendorong iklim pelecehan seksual. Dia mengatakan pernah mengajukan dua keluhan pada bulan September dan Oktober, tetapi masalah yang dia angkat tidak ditangani manajemen Tesla.
Langkah Jessica mengajukan tuntutan merupakan sebuah gebrakan. Pasalnya, Tesla seperti halnya banyak perusahaan teknologi lain mengharuskan karyawan menandatangani perjanjian arbitrase untuk menghindari perselisihan di tempat kerja muncul ke pengadilan. Namun, dia mengatakan persyaratan "tidak masuk akal" membuat perjanjian itu tidak dapat dilaksanakan.
Menarikya, pelecehan seksual atau tindakan perundungan yang dialami Jessica mendapat "dukungan" dari pekerja lain. Washington Post melaporkan bahwa beberapa pekerja menguatkan pernyataan Jessica itu.