Terpengaruh Covid-19, Dunia Usaha Butuh Stimulus Modal Kerja
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B Sukamdani mengatakan, stimulus yang dikeluarkan pemerintah tidak cukup kuat untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi ke depan.
Menurut dia, dunia usaha memerlukan tambahan modal kerja karena selama pandemi Covid-19 telah terjadi defisit cashflow. Diharapkan pemerintah bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan stimulus terkait penambahan modal kerja.
“Dukungan APBN untuk pemulihan ekonomi nasional relatif hanya untuk menyanggah pandemi. Yang terbesar malah larinya ke BUMN dan pajak. Untuk sektor pariwisata yang terdampak paling parah, itu larinya lebih pada diskon tiket pesawat dan insentif pajak dan restoran yang nanti masuknya ke pemerintah daerah,” katanya di Jakarta akhir pekan lalu. (Baca: Operasional Kapal Saat New Normal, Ini Skenario Pelni)
Hariyadi melanjutkan, stimulus harus diberikan untuk semua sektor usaha, tidak hanya industri manufaktur, namun untuk seluruh lini produksi dan penjualan. Hal ini dikarenakan produk manufaktur tidak dapat dikomersialkan tanpa penjualan. “Ini sangat penting. Stimulus modal kerja diharapkan bisa diberikan untuk jangka waktu selama satu tahun. Subsidi suku bunga menyesuaikan suku bunga Bank Indonesia (BI),” ujarnya.
Selain itu, dunia usaha juga meminta penurunan tarif listrik dan gas, relaksasi pembayaran listrik dan gas, selama 90 hari setelah jatuh tempo, dan pembayaran listrik sesuai penggunaan tanpa beban minimal. Selanjutnya, penangguhan pembayaran pajak pertambahan nilai (PPN) selama 90 hari dan percepatan waktu restitusi pajak.
Adapun usulan dunia terhadap kebutuhan stimulus modal kerja untuk satu tahun terdiri atas sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) sebesar Rp283,1 triliun, sektor makanan dan minuman Rp200 triliun, alas kaki Rp99 triliun, hotel dan restoran Rp42,6 triliun, dan sektor elektronika dan alat-alat listrik rumah tangga sebesar Rp407 miliar.
Hariyadi juga mengatakan, sektor industri manufaktur mengalami kerugian yang begitu besar akibat pandemi Covid-19. Salah satunya sektor pariwisata yang terdampak paling parah akibat pandemi ini. “Dari hotel yang tutup lebih dari 2.000 dan restoran yang tutup lebih dari 8.000,” ungkapnya. (Baca juga: Peran Penting Kemandirian Pangan Saat Covid-19)
Menurut Hariyadi, potensi kerugian dari sektor pariwisata mencapai Rp70 triliun, yaitu sektor hotel Rp30 triliun dan restoran Rp40 triliun selama Januari-April 2020. “Itu pun belum termasuk potensi devisa yang hilang selama Januari-April 2020 sebesar USD4 miliar,” tuturnya.
Hingga kini, pekerja sektor pariwisata 90% dirumahkan atau unpaid leave. Jumlah pekerja sektor pariwisata sekitar 13 juta orang. (Oktiani Endarwati)
Menurut dia, dunia usaha memerlukan tambahan modal kerja karena selama pandemi Covid-19 telah terjadi defisit cashflow. Diharapkan pemerintah bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan stimulus terkait penambahan modal kerja.
“Dukungan APBN untuk pemulihan ekonomi nasional relatif hanya untuk menyanggah pandemi. Yang terbesar malah larinya ke BUMN dan pajak. Untuk sektor pariwisata yang terdampak paling parah, itu larinya lebih pada diskon tiket pesawat dan insentif pajak dan restoran yang nanti masuknya ke pemerintah daerah,” katanya di Jakarta akhir pekan lalu. (Baca: Operasional Kapal Saat New Normal, Ini Skenario Pelni)
Hariyadi melanjutkan, stimulus harus diberikan untuk semua sektor usaha, tidak hanya industri manufaktur, namun untuk seluruh lini produksi dan penjualan. Hal ini dikarenakan produk manufaktur tidak dapat dikomersialkan tanpa penjualan. “Ini sangat penting. Stimulus modal kerja diharapkan bisa diberikan untuk jangka waktu selama satu tahun. Subsidi suku bunga menyesuaikan suku bunga Bank Indonesia (BI),” ujarnya.
Selain itu, dunia usaha juga meminta penurunan tarif listrik dan gas, relaksasi pembayaran listrik dan gas, selama 90 hari setelah jatuh tempo, dan pembayaran listrik sesuai penggunaan tanpa beban minimal. Selanjutnya, penangguhan pembayaran pajak pertambahan nilai (PPN) selama 90 hari dan percepatan waktu restitusi pajak.
Adapun usulan dunia terhadap kebutuhan stimulus modal kerja untuk satu tahun terdiri atas sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) sebesar Rp283,1 triliun, sektor makanan dan minuman Rp200 triliun, alas kaki Rp99 triliun, hotel dan restoran Rp42,6 triliun, dan sektor elektronika dan alat-alat listrik rumah tangga sebesar Rp407 miliar.
Hariyadi juga mengatakan, sektor industri manufaktur mengalami kerugian yang begitu besar akibat pandemi Covid-19. Salah satunya sektor pariwisata yang terdampak paling parah akibat pandemi ini. “Dari hotel yang tutup lebih dari 2.000 dan restoran yang tutup lebih dari 8.000,” ungkapnya. (Baca juga: Peran Penting Kemandirian Pangan Saat Covid-19)
Menurut Hariyadi, potensi kerugian dari sektor pariwisata mencapai Rp70 triliun, yaitu sektor hotel Rp30 triliun dan restoran Rp40 triliun selama Januari-April 2020. “Itu pun belum termasuk potensi devisa yang hilang selama Januari-April 2020 sebesar USD4 miliar,” tuturnya.
Hingga kini, pekerja sektor pariwisata 90% dirumahkan atau unpaid leave. Jumlah pekerja sektor pariwisata sekitar 13 juta orang. (Oktiani Endarwati)
(ysw)