Sawit Minyak Nabati Berkelanjutan Terbesar di Dunia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Minyak sawit dan produk turunannya telah menjadi minyak nabati berkelanjutan yang diakui secara universal. Keberhasilan ini, merupakan prestasi besar bagi bangsa Indonesia, mengingat minyak sawit berkelanjutan paling banyak diproduksi dari Indonesia.
Dibandingkan minyak nabati lainnya, keberadaan minyak sawit berkelanjutan merupakan satu-satunya minyak nabati yang berhasil menerapkan prinsip dan kriteria berkelanjutan yang diakui secara universal.
Minyak sawit menjadi satu-satunya minyak nabati berkelanjutan, maka keberadaan minyak sawit kian populer dan diminati konsumen global. Wajar bila kemudian, permintaan pasar global terus meningkat setiap tahunnya. Hal itu terungkap dalam webinar bertema ‘Minyak Sawit sebagai Minyak Nabati Berkelanjutan Terbesar di Dunia’, Jumat (10/12/2021).
(Baca juga:Ramalan 2022: Produksi Minyak Sawit Indonesia dan Malaysia Bakal Meningkat)
Direktur Sustainability & Stakeholder Relations, Asian Agri, Bernard Riedo mengatakan Asian Agri telah menjadi perusahaan perkebunan kelapa sawit yang sustainable lantaran memperoleh sertifikasi minyak sawit berkelanjutan terbesar di dunia baik untuk RSPO, ISPO dan ISCC.
“Saat ini produksi minyak sawit Asian Agri telah mencapai 1,1 juta ton/tahun dan telah menjadi perusahaan perkebunan kelapa sawit yang mitra petani sawitnya memperoleh sertifikasi RSPO dan ISPO,” ujar Bernard.
Selanjutnya, ia menambahkan kepemilikan lahan perkebunan kelapa sawit Asian Agri (kebun inti) seluas 100.000 ha, serta telah bermitra dengan petani sawit dengan model skim plasma seluas 60.000 ha, dan model kemitraan dengan petani swadaya mencapai 42.000 ha. “Perkebunan kelapa sawit yang kami kelola tersebar di tiga wilayah yaitu Sumatera Utara, Riau dan Jambi,” tambah Bernard.
(Baca juga:Kampanye Negatif Minyak Sawit Makin Masif, Harus Jadi Perhatian Serius!)
Tak hanya memenuhi aspek praktik sawit berkelanjutan dalam proses budidaya di perkebunan kelapa sawitnya, Asian Agri juga memiliki tingkat produksi kelapa sawit yang cukup tinggi dibanding produktifitas rata-rata perkebunan kelapa sawit global. Produktifitas rata-rata kebun sawit Asian Agri mencapai 5,38 ton/ha/tahun.
“Angka ini bahkan memiliki tingkat produktifitas yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan produktifitas minyak nabati lainnya seperti rapeseed yang hanya 0,7 ton/ha/tahun, minyak bunga matahari sekitar 0,52 ton/ha/tahun dan kedelai hanya 0,45 “ imbuh Bernard.
Pada kesempatan yang sama, praktik keberlanjutan dalam menjalankan bisnis di sektor perkebunan kelapa sawit juga diungkapkan, Direktur PT Astra Agro Lestari Tbk., M Hadi Sugeng. Praktik sawit berkelanjutan telah dilakukan semenjak 2011 lalu sesuai kebijakan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).
(Baca juga:Indonesia Masih Jadi Eksportir Minyak Sawit Terbesar di Dunia)
“Saat ini, regulasi ISPO terus berkembang dan telah dilakukan beberapa kali revisi hingga ditetapkannya Perpres No. 44 Tahun 2020, tentang Sistem Serifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia, dengan regulasi petunjuk teknis sesuai Permentan No. 38 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia,” ucapnya.
Dijelaskan Hadi, sebagai Kepala Bidang Implementasi ISPO Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Pusat, poin penting perubahan kebijakan ISPO sesuai Perpres 44 Tahun 2020 setidaknya ada lima. Pertama, wajib bagi pekebun setelah 5 tahun sejak diberlakukan Perpres ini, sebelumnya regulasi masih bersifat sukarela.
“Untuk percepatan penerapan ISPO, pihaknya melakukan beberapa langkah seperti Coaching & Clinic ISPO Skim Permentan No. 11/2015, dilakukan di 11 Cabang Gapki dengan jumlah perusahaan 349 dan meliputi 631 orang, selama Periode 2018-2020, kegiatan ini diselenggarakan untuk anggota dan non anggota Gapki. “Serta bekerjasama dengan Sekretariat Komisi ISPO dan melibatkan instansi terkait dari pemerintah daerah,” jelasnya.
Sementara itu, Direktur Penyaluran Dana sekaligus selaku Plt. Direktur Kemitraan, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Edi Wibowo mengatakan terkait dengan peran BPDPKS dalam mendukung kelapa sawit berkelanjutan di dalam negeri. Fokus pada bagaimana meningkatkan efisiensi biaya perkebunan sawit rakyat, harga TBS yang optimum sehingga stabilitas harga terjamin dan kesejahteraan pekebun sawit rakyat.
“Ada beberapa program yang bisa dirasakan atau berdampak langsung pada pekebun sawit rakyat yaitu Peremajaan Sawit Rakyat (PSR), Sarana dan Prasarana dan Pengembangan SDM. Sementara, program yang tidak berdampak langsung yaitu mandatory biodiesel, Penelitian dan Pengembangan Sawit serta promosi sawit. Program-program ini untuk mendukung kelapa sawit berkelanjutan,” kata Edi.
Dibandingkan minyak nabati lainnya, keberadaan minyak sawit berkelanjutan merupakan satu-satunya minyak nabati yang berhasil menerapkan prinsip dan kriteria berkelanjutan yang diakui secara universal.
Minyak sawit menjadi satu-satunya minyak nabati berkelanjutan, maka keberadaan minyak sawit kian populer dan diminati konsumen global. Wajar bila kemudian, permintaan pasar global terus meningkat setiap tahunnya. Hal itu terungkap dalam webinar bertema ‘Minyak Sawit sebagai Minyak Nabati Berkelanjutan Terbesar di Dunia’, Jumat (10/12/2021).
(Baca juga:Ramalan 2022: Produksi Minyak Sawit Indonesia dan Malaysia Bakal Meningkat)
Direktur Sustainability & Stakeholder Relations, Asian Agri, Bernard Riedo mengatakan Asian Agri telah menjadi perusahaan perkebunan kelapa sawit yang sustainable lantaran memperoleh sertifikasi minyak sawit berkelanjutan terbesar di dunia baik untuk RSPO, ISPO dan ISCC.
“Saat ini produksi minyak sawit Asian Agri telah mencapai 1,1 juta ton/tahun dan telah menjadi perusahaan perkebunan kelapa sawit yang mitra petani sawitnya memperoleh sertifikasi RSPO dan ISPO,” ujar Bernard.
Selanjutnya, ia menambahkan kepemilikan lahan perkebunan kelapa sawit Asian Agri (kebun inti) seluas 100.000 ha, serta telah bermitra dengan petani sawit dengan model skim plasma seluas 60.000 ha, dan model kemitraan dengan petani swadaya mencapai 42.000 ha. “Perkebunan kelapa sawit yang kami kelola tersebar di tiga wilayah yaitu Sumatera Utara, Riau dan Jambi,” tambah Bernard.
(Baca juga:Kampanye Negatif Minyak Sawit Makin Masif, Harus Jadi Perhatian Serius!)
Tak hanya memenuhi aspek praktik sawit berkelanjutan dalam proses budidaya di perkebunan kelapa sawitnya, Asian Agri juga memiliki tingkat produksi kelapa sawit yang cukup tinggi dibanding produktifitas rata-rata perkebunan kelapa sawit global. Produktifitas rata-rata kebun sawit Asian Agri mencapai 5,38 ton/ha/tahun.
“Angka ini bahkan memiliki tingkat produktifitas yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan produktifitas minyak nabati lainnya seperti rapeseed yang hanya 0,7 ton/ha/tahun, minyak bunga matahari sekitar 0,52 ton/ha/tahun dan kedelai hanya 0,45 “ imbuh Bernard.
Pada kesempatan yang sama, praktik keberlanjutan dalam menjalankan bisnis di sektor perkebunan kelapa sawit juga diungkapkan, Direktur PT Astra Agro Lestari Tbk., M Hadi Sugeng. Praktik sawit berkelanjutan telah dilakukan semenjak 2011 lalu sesuai kebijakan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).
(Baca juga:Indonesia Masih Jadi Eksportir Minyak Sawit Terbesar di Dunia)
“Saat ini, regulasi ISPO terus berkembang dan telah dilakukan beberapa kali revisi hingga ditetapkannya Perpres No. 44 Tahun 2020, tentang Sistem Serifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia, dengan regulasi petunjuk teknis sesuai Permentan No. 38 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia,” ucapnya.
Dijelaskan Hadi, sebagai Kepala Bidang Implementasi ISPO Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Pusat, poin penting perubahan kebijakan ISPO sesuai Perpres 44 Tahun 2020 setidaknya ada lima. Pertama, wajib bagi pekebun setelah 5 tahun sejak diberlakukan Perpres ini, sebelumnya regulasi masih bersifat sukarela.
“Untuk percepatan penerapan ISPO, pihaknya melakukan beberapa langkah seperti Coaching & Clinic ISPO Skim Permentan No. 11/2015, dilakukan di 11 Cabang Gapki dengan jumlah perusahaan 349 dan meliputi 631 orang, selama Periode 2018-2020, kegiatan ini diselenggarakan untuk anggota dan non anggota Gapki. “Serta bekerjasama dengan Sekretariat Komisi ISPO dan melibatkan instansi terkait dari pemerintah daerah,” jelasnya.
Sementara itu, Direktur Penyaluran Dana sekaligus selaku Plt. Direktur Kemitraan, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Edi Wibowo mengatakan terkait dengan peran BPDPKS dalam mendukung kelapa sawit berkelanjutan di dalam negeri. Fokus pada bagaimana meningkatkan efisiensi biaya perkebunan sawit rakyat, harga TBS yang optimum sehingga stabilitas harga terjamin dan kesejahteraan pekebun sawit rakyat.
“Ada beberapa program yang bisa dirasakan atau berdampak langsung pada pekebun sawit rakyat yaitu Peremajaan Sawit Rakyat (PSR), Sarana dan Prasarana dan Pengembangan SDM. Sementara, program yang tidak berdampak langsung yaitu mandatory biodiesel, Penelitian dan Pengembangan Sawit serta promosi sawit. Program-program ini untuk mendukung kelapa sawit berkelanjutan,” kata Edi.
(dar)