Proyeksi Analis, Kinerja Mitratel Makin Positif Tahun Depan
loading...
A
A
A
Menurut Niko, pertumbuhan pastinya kemungkinan bisa lebih tinggi karena belum ada data pendapatan Mitratel yang bersumber dari Telkomsel. Perkiraannya, revenue yang didapat dari Telkomsel akan naik lebih besar lagi karena pendapatan dua kompetitor terbesarnya yakni Tower Bersama dan Sarana Nusantra Infrastruktur yang bersumber dari Telkomsel tidak naik signifikan.
Sedangkan laba bersihnya diperkirakan bisa tumbuh lebih tinggi yakni sekitar 5%. "Bottomline bisnis menara yang punya levarage rendah pasti kenaikan marginnya akan lebih tinggi," katanya.
Senada, Mandiri Sekuritas juga memandang prospek pertumbuhan Mitratel sangat menarik mengingat tren konsolidasi di industri menara dan terus bertumbuhnya permintaan atas akses internet. "Menara telekomunikasi saat ini merupakan salah satu infrastruktur utama dalam penyediaan akses internet nasional," jelas Kresna Hutabarat, Analis Mandiri Sekuritas, terpisah.
Mitratel diperkirakan akan menorehkan kinerja ciamik. Mandiri Sekuritas memperkirakan pendapatan perseroan hingga ujung tahun bisa mencapai Rp 6,71 triliun atau tumbuh 8,5% dari tahun lalu. Selain itu, EBITDA ditaksir naik 19,8% YoY jadi Rp 5 triliun dan laba bersihnya akan melesat 127,2% YoY ke Rp 1,36 trilin
Adapun hingga kuartal III 2021, Kresna melihat Mitratel memiliki modal yang kuat untuk mempertahankan pertumbuhan revenue dan profit yang kencang karena kolokasi permintaan organik dan dukungan dari akuisisi menara Telkomsel.
Seiring dengan prospek kinerjanya yang masih mentereng, Danareksa Sekuritas dan Mandiri Sekuritas memperkirakan prospek harga saham MTEL ke depan akan semakin positif. Harganya saat ini dinilai sangat menarik untuk dibeli karena sudah sangat murah.
Niko merekomendasikan beli saham MTEL dengan target harga Rp 1.040 yang menyiratkan 14,2x enterprise value to earning earning before interest tax, depreciation, and amortization (EV/EBITDA).
Menurutnya, valuasi Mitratel saat IPO juga sudah cukup rendah yakni sekitar 11 x. Sementara beckmark valuasi emiten menara sekitar 13x EV/EBITDA. Adapun saat ini valuasinya sudah semakin murah.
Dia melihat penurunan valuasi itu kemungkinan karena investor masih ragu-ragu karena saham emiten menara memang punya korelasi dengan suku bunga mengingat utang perusahaan sejenis ini cukup besar. Selain itu, investor kemungkinan berpikir Mitratel tidak akan berkembang karena hanya menyewakan menaranya ke Telkomsel.
"Padahal rasio leverage Mitratel ini sangat kecil saat ini. Utangnya ada sekitar Rp 19 triliun tetapi perusahaan baru dapat dana IPO Rp 18,5 triliun. Jadi rasio utangnya tipis sehingga harusnya dia tidak banyak terpengaruh kalau suku bunga naik," pungkasnya.
Sementara Kresna memandang penurunan harga saham saat ini bukan hanya terjadi di Mitratel saja. Secara keseluruhan, saham-saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) menghadapi volatilitas yang lebih tinggi dalam jangka pendek. Hal ini dikarenakan adanya risiko pertumbuhan ekonomi global seiring merebaknya kasus Covid-19 varian Omicron.
Sedangkan laba bersihnya diperkirakan bisa tumbuh lebih tinggi yakni sekitar 5%. "Bottomline bisnis menara yang punya levarage rendah pasti kenaikan marginnya akan lebih tinggi," katanya.
Senada, Mandiri Sekuritas juga memandang prospek pertumbuhan Mitratel sangat menarik mengingat tren konsolidasi di industri menara dan terus bertumbuhnya permintaan atas akses internet. "Menara telekomunikasi saat ini merupakan salah satu infrastruktur utama dalam penyediaan akses internet nasional," jelas Kresna Hutabarat, Analis Mandiri Sekuritas, terpisah.
Mitratel diperkirakan akan menorehkan kinerja ciamik. Mandiri Sekuritas memperkirakan pendapatan perseroan hingga ujung tahun bisa mencapai Rp 6,71 triliun atau tumbuh 8,5% dari tahun lalu. Selain itu, EBITDA ditaksir naik 19,8% YoY jadi Rp 5 triliun dan laba bersihnya akan melesat 127,2% YoY ke Rp 1,36 trilin
Adapun hingga kuartal III 2021, Kresna melihat Mitratel memiliki modal yang kuat untuk mempertahankan pertumbuhan revenue dan profit yang kencang karena kolokasi permintaan organik dan dukungan dari akuisisi menara Telkomsel.
Seiring dengan prospek kinerjanya yang masih mentereng, Danareksa Sekuritas dan Mandiri Sekuritas memperkirakan prospek harga saham MTEL ke depan akan semakin positif. Harganya saat ini dinilai sangat menarik untuk dibeli karena sudah sangat murah.
Niko merekomendasikan beli saham MTEL dengan target harga Rp 1.040 yang menyiratkan 14,2x enterprise value to earning earning before interest tax, depreciation, and amortization (EV/EBITDA).
Menurutnya, valuasi Mitratel saat IPO juga sudah cukup rendah yakni sekitar 11 x. Sementara beckmark valuasi emiten menara sekitar 13x EV/EBITDA. Adapun saat ini valuasinya sudah semakin murah.
Dia melihat penurunan valuasi itu kemungkinan karena investor masih ragu-ragu karena saham emiten menara memang punya korelasi dengan suku bunga mengingat utang perusahaan sejenis ini cukup besar. Selain itu, investor kemungkinan berpikir Mitratel tidak akan berkembang karena hanya menyewakan menaranya ke Telkomsel.
"Padahal rasio leverage Mitratel ini sangat kecil saat ini. Utangnya ada sekitar Rp 19 triliun tetapi perusahaan baru dapat dana IPO Rp 18,5 triliun. Jadi rasio utangnya tipis sehingga harusnya dia tidak banyak terpengaruh kalau suku bunga naik," pungkasnya.
Sementara Kresna memandang penurunan harga saham saat ini bukan hanya terjadi di Mitratel saja. Secara keseluruhan, saham-saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) menghadapi volatilitas yang lebih tinggi dalam jangka pendek. Hal ini dikarenakan adanya risiko pertumbuhan ekonomi global seiring merebaknya kasus Covid-19 varian Omicron.