Aturan Investasi Dana Tapera Harus Transparan

Kamis, 11 Juni 2020 - 02:13 WIB
loading...
Aturan Investasi Dana Tapera Harus Transparan
BP Tapera dinilai memiliki risiko karena dapat menempatkan dana Tapera dalam instrumen investasi dalam negeri, baik dengan skema konvensional maupun syariah melalui Manajer Investasi. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR RI Puteri Anetta Komarudin meminta pemerintah segera menyiapkan aturan teknis pengelolaan dana investasi BP Tapera. Aturan yang dibutuhkan diingatkan olehnya harus jelas dan transparan.

"Aturannya harus matang agar pelaksanaannya optimal dan tepat sasaran. Pemerintah harus menjamin manfaat Tapera bagi peserta di kemudian hari,” tutur Puteri di Jakarta.

Menurutnya BP Tapera memiliki risiko karena dapat menempatkan dana Tapera dalam instrumen investasi dalam negeri, baik dengan skema konvensional maupun syariah melalui Manajer Investasi. Skema pengelolaan dana masyarakat tersebut berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (KIK). Portofolio investasi juga dapat ditempatkan di deposito perbankan, surat utang pemerintah dan bentuk lainnya.

Kegiatan investasi juga diawasi oleh Komite Tapera, yang beranggotakan Menteri Keuangan, Menteri Ketenagakerjaan, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Komisioner OJK, serta unsur profesional. "Harus ada mekanisme pengawasan kegiatan pengelolaan dana dengan hati-hati sesuai good governance, transparansi, dan akuntabilitas," ujarnya.

Dia menekankan, berbagai kasus perusahaan jasa keuangan yang telah terjadi harus jadi pelajaran. Sangat penting prinsip kehati-hatian dan mitigasi risiko dalam penghimpunan dan investasi dana masyarakat. Untuk itu, Komite Tapera perlu secara ketat mengawasi kelayakan model bisnis dan investasi yang akan dijalankan oleh BP Tapera. "Pengawasan ini termasuk penentuan manajer investasi yang akan mengelola dana tersebut guna mencegah moral hazard,” ungkap Puteri.

Lebih lanjut Ia, juga meminta agar masukan, pandangan dan kritik dari publik dapat menjadi bahan pertimbangan pemerintah dalam menyusun ketentuan teknis pelaksanaan program Tapera. Keberhasilan program ini dapat diukur melalui tingkat partisipasi masyarakat. Apabila saat ini masih terjadi pro kontra di tengah masyarakat, sudah sewajarnya bagi pemerintah untuk menampung aspirasi tersebut sebagai bahan masukan dan evaluasi untuk penyempurnaan ketentuan teknis.

"Yang tidak kalah penting, pemerintah juga perlu terus mengedukasi masyarakat atas ketentuan teknis tersebut sehingga tidak terjadi kesalahpahaman dalam pelaksanaannya nanti,” ujar Puteri.

Menurutnya pemenuhan kebutuhan tempat tinggal yang layak dan terjangkau memang menjadi kewajiban negara sesuai UUD 1945. Untuk itu negara menyelenggarakan sistem tabungan perumahan. "Namun, pemerintah juga wajib mempersiapkan aturannya secara matang," ujarnya.

Pemerintah telah menerbitkan PP No. 25 Tahun 2020 yang menjadi dasar penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Program ini bertujuan untuk menghimpun dan menyediakan dana murah jangka panjang yang berkelanjutan untuk menunjang kebutuhan pembiayaan perumahan rakyat terutama bagi Masyarakat Berpendapatan Rendah (MBR).

Beberapa poin krusial lain dalam skema iuran ini adalah dasar perhitungan serta formulasi besaran simpanan terhadap gaji. Dampaknya pada kesiapan dan kapasitas pekerja dan pemberi kerja agar tidak merasa terbebani. "Apalagi saat ini pemerintah juga menarik potongan iuran wajib lain seperti BPJS Kesehatan maupun Ketenagakerjaan. Oleh karena itu ketentuan iuran program ini harus rinci. Lalu disosialisasikan kepada pemberi kerja dan peserta Tapera,“ ujarnya.

Program Tapera sendiri dijalankan sebagai amanat UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman serta UU No. 4 Tahun 2016 tentang Tapera. Melalui PP No. 25 Tahun 2020, Pemerintah membentuk BP Tapera yang bertugas untuk mengelola Tapera, meliputi pengerahan, pemupukan, dan pemanfaatan dana Tapera.

Dana Tapera dikumpulkan melalui iuran sebesar 3 persen dari gaji per bulan pegawai ASN, TNI, Polri, BUMN, BUMD, BUMDes, dan swasta. Iuran tersebut dibayarkan 2,5 persen oleh peserta pekerja dan 0,5 persen ditanggung oleh pemberi kerja. Sementara untuk pekerja mandiri nantinya harus membayar penuh sebesar 3 persen per bulan.
(akr)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1392 seconds (0.1#10.140)